Chereads / The Spirit of Xyor / Chapter 12 - XII. Tamu Tak Diundang

Chapter 12 - XII. Tamu Tak Diundang

"Peti harta karun itu, mas. Sebuah peti yang memiliki kekuatan sihir sendiri" kata Alisa.

"Dalam jangka waktu tertentu, ia akan terisi sendiri"

"Biasanya sih, isinya koin emas dan beberapa obat-obatan" lanjut Alisa mejelaskan.

"Oooh... Jadi, dari peti itu ya, kita bisa dapat koin emas?" tanyaku.

"Iya, mas" sahutnya pendek.

"Oya, Lis. Aku punya beberapa pertanyaan yang masih mengganjal di hatiku" ujarku.

"Apa tuh, Mas?" sahutnya.

"Kita kan tahu, kalau kabut hijau ini mempengaruhi kondisi semua binatang" ujarku.

"Tapi kok, kuda-kuda kita nampaknya biasa-biasa aja ya? Gak berubah seperti binatang-binatang lainnya. Dan, nampak normal-normal saja" lanjutku.

"Sebetulnya, kuda-kuda kita ini adalah binatang yang biasa seperti binatang lainnya" sahut Alisa.

"Jadi, masih bisa terpengaruh dengan keberadaan kabut hijau ini"

"Namun, kuda-kuda yang aku pilih ini adalah kuda-kuda yang kami bawa saat kunjungan kami ke Kuil Phazminna, beberapa waktu yang lalu. Sebelum kabut hijau ini muncul"

"Dan nampaknya, energi Kristal Api yang saat itu masih sangat kuat, mempengaruhi mereka" lanjut Alisa.

"Terus.... Apakah Kota Piroiki juga terpengaruh dengan adanya kabut hijau ini, Lis?" aku melanjutkan pertanyaanku pada Alisa.

"Secara langsung sih, nggak, Mas" jawabnya.

"Kok bisa?" kejarku.

"Kota Piroiki itu, mas ya.... Selain dilindungi oleh tembok-tembok tebal, tapi juga dilindungi oleh tembok tidak kasat mata. Yang diciptakan oleh penyihir-penyihir kerajaan yang bertugas khusus buat melindungi kota" jawabnya.

"Tembok tidak kasat mata itulah yang mencegah masuknya kabut hijau ke dalam kota"

"Nah, lingkungan di luar tembok ini lah yang terpengaruh" lanjutnya menjawab pertanyaanku.

"Sudah banyak terjadi penyerangan terhadap warga yang tinggal di desa-desa sekitar"

"Semuanya dilakukan olah binatang-binatang yang telah berubah menjadi mutant itu"

"Karena itulah, Baginda Raja Red XIII, memerintahkan kami semua. Para prajurit kerajaan Toatoa untuk mengatasi semua permasalahan munculnya kabut hijau itu"

"Namun, karena beliau merasa tugas untuk menemukan sumber permasalahan dari munculnya kabut hijau ini tidak akan mampu ditangani oleh prajurit biasa, maka beliau secara khusus memintaku untuk menyelidiki langsung ke Kuil Phazminna" lanjutnya.

Tiba-tiba.....

"Kalian pikir dengan kemampuan yang kalian miliki akan sanggup mengalahkan Jin Obor?"

Dari kegelapan malam, ada suara terdengar.

Aku dan Alisa, segera melompat memasang kuda-kuda, bersiap menghadapi segala kemungkinan. Kami bediri saling membelakangi, untuk menutup semua celah dari pertahanan kami.

"Siapa kau?" teriakku, sambil berusaha menajamkan semua panca indraku untuk melacak dimana sumber suara itu.

Dari warna suaranya, sepertinya ini suara perempuan. Yang entah memiliki niat apa terhadap kami berdua. Entah baik, ataukah buruk. Namun, sekuat apapun aku berusaha untuk menajamkan semua panca indraku, tetap saja aku tidak dapat menemukan sumber suara itu.

"Lis.... Apakah kau menemukan dimana ia berada?" bisikku pada Alisa.

"Gak, mas... Aku juga gak dapat menemukannya. Dan ini, sangat aneh" balas Alisa padaku.

Kami berdua kebingungan, meskipun tetap tidak merubah posisi kuda-kuda kami.

Kemudian....

"Seorang pemula, berpasangan dengan pengguna elemen api? Hmmmmm....." suara itu kembali terdengar. Suaranya yang menggema, semakin menyulitkan kami menemukan dimana si pemilik suara itu berada.

"Sebuah pasangan sempurna untuk menuju kematian" lanjut suara itu.

"Siapa kau??? Keluar segera!!!!" teriakku.

"Terus, kalau aku tidak mau keluar, kalian mau apa?" suara itu balik bertanya.

Ehhh, bener juga ya.... Tanpa sadar, aku menggaruk kepalaku yang tidak terasa gatal.

"Bener juga, Lis ya.... Kalau dia gak mau keluar, kan kita gak bisa ngapa-ngapain juga" bisikku pada Alisa.

"Mas Joko ini, gimana sih??? Jangan mudah terpancing gitu dong.... Kita kan belum tahu sedang berhadapan sama siapa. Waspada, dong...!!!" omel Alisa tanpa melepaskan posisi siaganya.

Hmmmmm.... Kok bisa ya, gadis ini ngomel pas dalam posisi siaga gitu...

Tiba-tiba suara itu berubah. Tidak menggema lagi.

"Kalian beruntung. Aku bukanlah musuh kalian" suara itu terdengar persis di sisi kananku dan sisi kiri Alisa. Di sudut hutan yang sangat gelap.

Aku tidak dapat melihatnya, namun energi yang sangat besar terpancar dari arah kegelapan itu. Dan yang lebih aneh lagi adalah energi yang dikeluarkannya itu, sangat mirip dengan energiku dan Alisa. Hmmmmm.... Aku jadi teringat saat pertama kali aku bertemu Alisa. Sensasi yang sama aku rasakan.

Perlahan-lahan, energi itu semakin terasa kuat. Pertanda bahwa si pemilik suara itu sedang mendekat ke arah kami. Semakin dekat, dan semakin dekat. Hingga sesosok tubuh tinggi langsing terlihat lebih jelas, saat tubuhnya berada dalam radius penerangan dari api unggun yang kami buat. Benar saja, seorang gadis cantik.

Kecantikannya, 11-12 lah sama Alisa. Kulitnya, nampaknya seputih kulit Alisa. Rambutnya, naaah ini dia yang agak unik. Rambutnya sebenarnya agak pendek berwarna hitam, sedikit di atas pundaknya. Tapi, bagian sampingnya dibiarkan tumbuh memanjang hingga menutupi dada, dengan warna kebiru-biruan.

Pakaian yang dikenakannya cukup ringkas. Dengan baju berwarna krem, dengan celana panjang hingga betis, berwarna tua. Kalau tidak salah, biru tua nampaknya, dan agak mirip hitam sih. Di bahu kanannya, tersampir semacam selendang pendek, berwarna krem, senada dengan baju yang digunakannya. Sepasang gelang berwarna perak, menghiasi kedua tangannya.

Saat melihat si pemilik suara, aku langsung tertarik pada sepasang kakinya. Sebab, aku merasa bahwa energi yang sangat kuat itu berasal dari kedua kakinya. Atau lebih tepatnya, berasal dari sisi luar kedua pahanya. Dan, samar terlihat ada semacam kantung terikat pada sepasang pahanya. Entah, apa isinya.

"Apa maksudmu, kami berdua ini pssangan sempurna menuju kematian?" ucapku dengan suara keras.

"Namun, sebelum itu... Kamu siapa ya?" lanjutku bertanya dengan suara yang lebih lunak.

"Mas Joko ini.... Tanya dulu namanya. Baru nanya yang lain" kali ini terdengar suara Alisa, ngomel.

"Maaf, Lis. Lupa. Keburu kaget" sahutku sambil cengengesan.

"Hmmmmm.... Betul-betul pasangan yang aneh" ia menjawab.

"Namaku, Sherina. Aku berasal dari Negara Piliipu. Tepatnya, dari ibukota Pi\. Lalilho" sahutnya.

"Apa maksudmu menemui kami di sini?" tanya Alisa curiga.

"Oooh itu.... Aku cuma mau bilang, misi kita sama" sahutnya.

"Bohong...!!!!" sahut Alisa.

Eeeeeh, Alisa kok galak amat ya....

"Lis, tenang dulu. Kita kan belum kenal siapa dia. Jangan gegabah" bisikku pada Alisa.

"Aku curiga, Mas. Dia ini orang jahat" balas Alisa.

Dan....

"TARIAN API"

Alisa segera menerjang ke depan.

"Tunggu, Lis....!!!" teriakku. Namun, terlambat.

Segera saja, kedua orang gadis cantik ini terlibat jual beli serangan.

DESSSS..... DESSSS... DESSSS...

Gadis yang mengaku bernama Sherina itu, nampaknya lebih banyak menangkis serangan Alisa. Dan, karena hanya bertahan, tidak lama kemudian nampak ia sudah terdesak.

Tiba-tiba....

HUPPPP..... Dia meloncat ke belakang menghindari serangan Alisa.

"Baiklah.... Nampaknya, aku juga harus lebih serius melayanimu, Mbak Galak" serunya.

"Apa kaubilang?????????" teriak Alisa.

Kembali Alisa menerjang ke depan. Kali ini dengan penuh rasa marah.

Samar-samar, entah bagaimana caranya, kudengar bisikan dari arah gadis itu.

"SINGA PUTIH"

Dan, kembali jual beli pukulan terjadi. Kali ini, pertarungan lebih seimbang.

Alisa dengan jurus TARIAN API, menari-nari dengan anggunnya. Lawannya, yang menurutku sedang memainkan jurus bernama SINGA PUTIH itu, melayani dengan sigap.

Jurus SINGA PUTIH sendiri, nampaknya adalah jurus yang sangat mengandalkan pertahanan. Dan ini terlihat, setelah sekian lama menyerang, Alisa belum juga berhasil mengenai bahkan seujung rambut gadis itu. Namun, di sisi lain, jurus si gadis itu pun tidak mampu menyamai kecepatan serangan Alisa. Hingga, tak satupun serangan berhasil didaratkannya.

Duuuh, bagaimana menghentikannya ya....? Dulu, aku pernah ngeliat emak-emak berkelahi.

Yang misahin, ikut terluka kena cakar... Ngeri kan?

Dan ini, bukan berkelahi lagi. Bertarung, bosque. Pake jurus segala. Salah-salah, yang misahin bukan luka-luka kena cakar lagi, tapi jadi siomay.... Eeeeh, ngomong-ngomong siomay, kok jadi lapar ya?

Fokus thor, fokus....

Mendadak, Alisa melompat ke belakang. Kemudian.... Seberkas cahaya merah berkelebat.

Aduuuuhhh.... Kok jadi serius gini sih? Pake acara cabut Rencong Naga Api segala....

"Hmmmmm..... Nampaknya, kamu mau main kasar ya? Baiklah, kulayani" sahut gadis itu.

Kedua belah tangannya merogoh ke dalam sepasang kantung yang terikat di sisi luar kedua pahanya. Dua berkas cahaya kuning melesat keluar berbarengan dengan bergeraknya kedua tangannya. Dan kini, sepasang cahaya kuning kecil, muncul dari genggaman bawah kedua tangannya.

Heeeii.... Bukankah itu karambit, atau karambiak? Dan, dari sepasang karambit itulah nampaknya, energi yang dari tadi membuat hatiku penasaran. Jangan-jangan, dia ini juga salah seorang Pemuda Terpilih. Dan, nampaknya yang dia bilang tadi, bahwa misi kami sama, bukanlah sebuah kebohongan. Celaka..... Aku harus segera bertindak.

Namun, Alisa sudah menerjang. Cahaya merah pun menari, silih berganti dengan sepasang cahaya kuning.

"BERHENTI.....!!!!!"

Aku menerjang ke depan. Dan berbisik.....

"CAHAYA PELANGI"

Sepasang sinar berwarna-warni keluar dari kedua tanganku. Seberkas sinar menyasar pertemuan Rencong Naga Langit dengan sebuah karambit. Berkas sinar yang lain, mengejar cahaya kuning yang lain.

DUAARRRRRR.....!!!!!

Benturan tiga energi besar terjadi.

WUSSSSS..... WUSSSSS...

HUUUPPPP.....

Dua bayangan melompat ke belakang. Menyisakan diriku di tengah lapangan itu.

"Berhenti, Alisa. Tahan emosimu....!!!" seruku pada Alisa.

"Kamu juga, berhenti...." seruku pada gadis bernama Sherina itu.

"Kamu? Kamu memiliki elemen cahaya???" lirih terdengar kata-kata gadis itu. Terkejut.

"Ya, benar, Dan, namaku Joko. Gadis itu, bernama Alisa" sahutku.

"Lis, apakah kamu tidak mengenali energi yang dikeluarkan oleh sepasang karambit itu?" tanyaku pada Alisa.

Tubuh Alisa, yang semula nampak tegang, perlahan mengendur menjadi lebih santai.

"Benar juga, Mas ya... Aku kok gak perhatikan ya..." sahut Alisa.

"Apakah kamu juga seorang Pemuda Terpilih?" lanjutnya pada gadis itu.

"Ya, benar. Dan ini adalah Karambit Naga Tanah" sahut Sherina.

Serta merta, Alisa menyimpan rencongnya. Dan berjalan mendatangi Sherina. Tangan kanannya terulur ke depan. Menyalami Sherina.

"Maaf, ya.... Aku tadi terlanjur emosi" ujarnya sambil tersenyum manis penuh persahabatan.

"Sama-sama. Aku pun minta maaf juga" sahut Sherina, menerima jabat tangan Alisa.

Dan, keduanyapun.... Berpelukan....

Tinky Winky, Dipsy.....

Upsss.... Kok, jadi ngaco gini ya. Maaf, Guys. Maaf...

--- end of Bab XII ---