Chereads / The Spirit of Xyor / Chapter 5 - V. Kembali ke Regendi Town

Chapter 5 - V. Kembali ke Regendi Town

Aku berdiri di depan mulut gua tempat aku selama ini berdiam, menyembuhkan diri hingga diberikan amanah berupa Keris Naga Langit. Entah, sekarang ini waktunya

menunjukkan sore hari atau pagi hari. Yang aku tahu hanyalah, posisi matahari yang agak condong ke samping.

Suasana hutan yang mengelilingi gua pun terasa cukup senyap. Bahkan, seingatku tidak pernah sekalipun kulihat ada binatang yang berkeliaran di hutan itu. Kenapa ya? Aneh sekali.... Atau, mungkin karena begitu dalamnya jurang ini ya. Sehingga, tak pernah sekalipun kulihat ada binatang yang berkeliaran di sekitar gua ini.

Ngomong-ngomong masalah begitu dalamnya jurang ini, caraku buat naik nanti gimana, ya? Mana tebingnya curam begitu... Eh, salah ding... Bukannya curam, tapi tegak lurus...!!!

Manjat? Hmmmmm.... Masuk akal sih. Sayangnya, aku tidak punya pengalaman khusus jika harus berurusan dangan panjat memanjat tebing. Apalagi, tebing yang tegak lurus seperti ini...

Apa harus dilompatin aja ya? Aku kan sudah dipercayakan untuk memegang Keris Naga Langit. Dan dipercayakan juga memiliki kesaktiannya. Mestinya, aku juga diberikan semacam ilmu peringan tubuh, dong. Iya dong... Pasti dong...

Baiklah, mari kita coba. Tapi, sebelumnya, aku harus memperkirakan dulu. Seberapa tinggi aku bisa melompat. Takutnya nanti, udah semangat buat lompat-lompat, eh, malah zonk. Tinggi lompatan hanya 50 cm aja. Kan malu....

Aku pun bersiap-siap. Mengumpulkan tenaga. Mengatur pernapasan. Mulai jongkok.

Dan.... HUPP.... Wiiiiiiii.....

Eh buset, tinggi amat. Ada kali, 20 meteran ini.

Oh... NO.... Cara mendaratnya gimana ini???? Cak Lontong makan kedondong, tolong dong....!!!

TIDAK.....!!! GRUSSAK.... BUGH.... WADDOOUUUWW.... BRAKKK....

Eh, kok gak sakit ya? Padahal tadi udah mendarat dengan posisi yang sangat tidak sempurna. Terguling- guling, bahkan. Dan, pakai acara nabrak batu segala, yang gedenya sebesar gajah, anaknya maksudnya. Eeeh, batunya malah yang hancur berantakan.

Gile lu, Ndro.....

Hmmmmm... Baiklah. Artinya, aku harus lompat ke batu yang menonjol di tebing itu.Terus, ke pohon kecil yang tumbuh di atasnya, dan masih di tebing itu juga. Terus, ke batu itu... Ke sana, dan... Oke, baiklah. Udah ketemu rute yang harus kulewati.

Bersedia.... Siap.... Ya....!!!! LOMPAT....!!!!

HUPP.....!!!

HUPP.....!!!

HUPP.....!!!

HUPP.....!!!

HUPP.....!!!

HUPP.....!!!

HUPP..... YA. MENDARAT...!!!

Akhirnya, tiba juga di atas jurang... Waduh, waduh, dalam juga ya, jurangnya. Untung, pas jatuh kemaren tubuhku tidak hancur berantakan. Rejeki anak sholeh rupanya...

Hmmmmm... Sepi ya? Suasananya mirip kayak kejadian kemaren, sebelum aku jatuh ke dalam jurang. Sepi dan mencekam. Kabut hijau itu pun nampaknya jauh lebih tebal. Apa kondisinya semakin parah ya? Seperti yang diingatkan oleh Kakek Michaelangelo.

Dengan berpatokan pada arah matahari, aku melompati dari dahan pohon ke dahan pohon lainnya untuk menuju ke Regendi Town. Mungkin, kalian akan menyamakan caraku ini dengan salah satu kartun serial. Sayangnya, tidak semudah itu, Fergusso. Di hutan ini pohon-pohon besar yang berdahan besar tidaklah sebanyak di kartun tersebut, yang mana semua pohonnya memiliki dahan besar. Sehingga mudah untuk dilompati. Di hutan ini, kadang aku harus bertumpu ke pohon bambu, kadang ke pucuk pohon beringin. Pokoknya, serba random deh. Namun, berkat ilmu meringankan tubuhku, semuanya menjadi jauh lebih mudah untukku mencari tempat buat bertumpu.

HUPP... Tibalah aku di pinggiran hutan.

Hmmmmm..... Kabut hijau itu nampaknya masih saja tebal. Suasana masih sunyi sepi, saat aku masih mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Kesunyian yang aneh.

Tiba-tiba.... DRRRRRTTT.... DRRRRRTTT..... Tanah bergetar. Ya, benar, bergetar. Apa ada gempa ya? Hmmmmm....

Mendadak.... GROOWWLLLLL.... GROOWWLLLLL....

Lolongan terdengar... Dibarengi, kelebat beberapa buah bayangan dari dalam tanah.

Eeeeh, bayangan pake buah ya? gak dong, mas bro. Bayangan itu, pake butir.

Et dah, ini pada ngomong apaan sih? Ini lagi tegang-tegangnya lho, bro and sis...

Dalam sepersekian kejapan mata, beberapa sosok berdiri di hadapanku. Hei..... Mereka adalah kelinci-kelinci mutant. Dan, apa itu yang ada di belakang mereka? Bentuknya seperti burung... Eh, bukan. Itu ayam.

Haaaah..... Ayam apaan itu? Bentuknya lebih gede dibandingkan kelinci mutant. Sekilas, berbentuk ayam raksasa. tapi, dengan mata kemerahan seperti api. Persis kayak mata kelinci-kelinci mutant itu. Di balik kedua sayapnya, muncul sepasang tangan, namun tidak berjari. Di bagian yang semestinya jari itu malah ditumbuhi semacam tanduk yang runcing. Sepasang kakinya, ditumbuhi taji-taji panjang yang tajam. Setajam silet.

Eh, gak ding... Setajam pisau komando yang sering dipakai pasukan khusus.

Tubuh keduanya, seukuran manusia. Namun lebih gede. Bahkan, kalau mau dibanding-bandingkan, jauh lebih gede ketimbang ukuran badannya Deddy Corbuzier ataupun Ade Rai.

Pokoknya mah, gede pisan euy....

1, 2, 3, 4.... Ada 4 ekor kelinci mutant. Dan, 2 ekor ayam mutant. Waaah, baru juga keluar dari jurang, udah ada panitia penyambutan. Padahal, aku kan bukan seorang Insta Legend, yang harus disambut-sambut segala. Tapi, mungkin ini adalah saat yang tepat buat mencoba kekuatan yang baru saja dititipkan kepadaku.

Tiba-tiba.... Dengan gerak lambat, kelinci-kelinci mutant menyerangku.

Bentar... Bentar... Kok, pake slow motion ya?

Ooooh.... Bukan. Bukan. Ini bukan gerakan lambat. Tapi karena mataku dapat menangkap kecepatan gerakan mereka dan selanjutnya, badanku dengan segera menyesuaikan diri.

Ini berarti, aku dapat bergerak jauh lebih cepat bila dibandingkan kelinci-kelinci mutant itu.

Wuuiiihh.... Keren....

Dengan kecepatan yang melebihi kecepatan kelinci-kelinci itu, maka mudah saja bagiku untuk menghindari sergapan-sergapan. Sambil sesekali, kudorong kepala kelinci terdekat denganku. Bukannya gak mau melawan ya... Aku sedang memperkirakan seberapa kuat aku harus menggunakan tenagaku. Alhasil, berkali-kali kelinci yang kebetulan berada paling dekat denganku, harus terlempar dan terguling-guling akibat doronganku.

Namun, nampaknya kelinci-kelinci ini penggemar kartun Jepang deh. Pantang mundur.

Jatuh terguling-guling, lalu bangkit lagi. Dan melakukan serangan lagi. Begitu terus.

Lagi... Dan, lagi.... Dan, lagi.... Dan, lagi....

Tiba-tiba.... Instingku menangkap gerakan cepat yang berasal dari atas kepalaku. Lalu, dengan segera aku melompat ke arah samping kiri, kemudian ke belakang.

DUARRRR... DUARRRR... Dua ledakan terjadi.

Ternyata, kedua ekor ayam mutant itu turut berpartisisapi.... Berpartipisasi... Berparsipitasi.... Berparsipitati.... Ber.... Ah udah lah.

Yang jelas, ikut-ikutan mengeroyokku. Dengan melakukan serangan mendadak dari atas menggunakan tangan mereka. Dua buah lubang besar tercipta. Sementara itu, dua ekor kelinci mutant ikut terlempar akibat kedua benturan itu.

Gerakan kedua ayam mutant itu cepat. Melebihi gerakan kelinci mutant. Dan, mereka punya kelebihan lain. Bisa menyerang melalui udara. Bahkan, lebih jauh lagi. Jika dibandingkan kelinci mutant, ayam mutant ini gerakannya lebih terkoordinir.

Wah, seru nih....

Jaka Sembung naik ojek.

Gue gak takut, jek...

Baiklah, sodara-sodara sebangsa dan setanah air sekalian. Ini mungkin saat yang tepat buatku lebih serius lagi.

Aku segera melompat jauh ke belakang. Bukan bermaksud untuk lari. Tapi, untuk mecari ruang yang lebih luas. Kemudian, aku mengambil sikap kuda-kuda, yang entah bagaimana seolah-olah aku sudah terbiasa melakukannya. Tangan dan kakiku, seolah-olah diarahkan sesuatu yang tak nampak untuk membentuk pola kuda-kuda tertentu.

Tubuh berdiri menyamping. Kedua kaki agak menekuk, dimana kaki kiri lebih maju ke depan. Eeee, maksudku, agak menjauh ke arah kiri.Kan, lagi menyamping....

Kaki kanan di belakang. Tangan kanan menyilang di depan dada, sambil terkepal. Namun, jari telunjuk dan jari tengah tetap lurus. Seolah-olah membentuk senjata tajam.

Sedangkan tangan kiri, posisinya agak ke depan. Dengan jari-jari terkembang. Seolah-olah, membentuk perisai.

Posisi awal dari Jurus Keris Nirwana, meskipun sedang tidak memegang Keris Naga Langit.

--- end of Bab V ---