Chereads / ELIKYA Number Zero : The Unknown Brave Hero / Chapter 20 - Arc 1 - Chapter 19 (Proposal menuju ETP)

Chapter 20 - Arc 1 - Chapter 19 (Proposal menuju ETP)

"Itu hanya mitos."

Waktu terus berjalan, saat ini Tenza hanya mengikuti kejadian sesuai dengan apa yang terjadi di rekaman kejadian.

"Tidak tidak itu bukan mitos, buktinya ada beberapa murid yang mencoba mendekati mereka dan keesokan harinya mereka semua ditemukan menghilang!!" Alex membesarkan suaranya, lalu menekankan kalimatnya di kata terakhir yang ia ucapkan.

Sekarang adalah waktu ketika Tenza selesai menghabiskan makanannya di kantin bersama teman temannya. Dan saat ini adalah dimana saat mereka kembali menuju kelasnya, ketika mereka sedang berjalan naik menuju lantai 2 melewati tangga, Tenza sengaja memakukan padangannya terhadap satu kelas yang berada di ujung lorong. Jalan menuju kelas tersebut dihalangi dengan pagar besi yang menjulang hingga ke langit langit lorong.

"Itu apa?" Tenza sekali lagi mengulang percakapan ini seperti sebelumnya. dia mengangkat tangannya, telunjuknya mengarah ke kelas yang ada di ujung sana.

"Aku pernah mendengar dari orang orang kalau itu adalah kelas yang terkutuk." Jelas Alex mengangkat tangan kirinya ke ujung sisi bibirnya, berbisik tetapi terdengar oleh Nick dan Niklas.

"Terkutuk?" Tanya Tenza, berpura pura mengkerutkan dahinya seperti orang yang kebingungan. "Apa maksudnya berhantu?"

"Tidak, katanya kita semua tidak boleh berbicara dengan anak anak yang belajar dikelas itu." Alex menggelengkan kepala lalu berbisik kembali dengan nada yang menakut nakuti.

"Kenapa?" Tenza berpura pura penasaran. Hal ini pernah terjadi sebelumnya, ini bukanlah hal yang wajib Tenza ikuti agar rencananya berhasil, dia melakukan hal ini hanya karena ingin saja melakukannya.

"Aku tidak tahu, bukan cuma murid murid saja tetapi guru dan semua orang tidak boleh berbicara den..."

"Itu hanya mitos." Nick menyangkal dengan cepat perkataan Alex. Bagian inilah yang ingin Tenza sekali lagi saksikan, melihat temannya saling berdebat kemudian salah satu dari mereka terpojok tidak bisa berkata kata. Terdengar agak menarik, tetapi Tenza merasa bersalah kepada Alex tentang hal ini.

"Tidak tidak itu bukan mitos, buktinya ada beberapa murid yang mencoba mendekati mereka dan keesokan harinya mereka semua ditemukan menghilang!!"

"Apa itu benar?" Tenza hanya mengulang perkataan yang sama dengan yang sebelumnya.

"Kau bisa mencari beritanya di internet."

"Itu cuma kebetulan, yang namanya kutukan itu tidak ada dan tidak akan pernah ada."

"Lalu bagaimana dengan kutukan raja tutankhamun?*"

"Itu karena tempat tersebut tercemar semacam bahan kimia yang membuat mereka mati keracunan dan kau seharusnya bisa mencari tahu di internet."

Alex hanya terdiam, ia tidak bisa berkata kata. Apa yang dikatakan oleh Nick sepertinya memang seperti itu kebenarannya. Jika diingat ingat kembali, awalnya Alex hanya ingin membohongi Tenza tentang kelas terkutuk tersebut. Itu artinya dia mengetahui tentang kebenaran ini.

Hanya saja karena sudah terbawa oleh situasi yang ia ciptakan sendiri, Alex tetap terus melanjutkan perdebatan ini dan kalah telak oleh Nick. Niklas sepertinya menikmati perdebatan di antara teman temannya, Rasanya cukup menyenangkan melihat Alex yang terpojok dengan cepat.

Tapi sepertinya Tenza harus mengakhiri ini.

"Tenza, kau bisa mencarinya di internet! Kata kuncinya adalah 'Tragedi Tahun 2100 Elikya'!" Alex memutar kepalanya, ia kembali menghadap Tenza, kepalanya mendekat kepada Tenza, mengingatkan Tenza tentang kata kunci ini.

"Ahh...Baiklah baiklah." Tenza hanya memundurkan kepalanya menjaga jarak darinya lalu mengangkat kedua tangannya, menahan Alex untuk lebih mendekat kepadanya.

"Ngomong ngomong...jika hal tersebut memang benar, aku merasa kasian terhadap mereka." Tenza berusaha untuk merubah topik. Menurut rekaman kejadian, setelah ini Alex dan Nick akan berdebat tentang 'kutukan itu ada atau tidak'.

Tidak akan ada hal buruk yang terjadi jika dia tidak menyesuaikan hal ini dengan apa yang terjadi pada rekaman kejadian. Hal ini akan terasa membosankan jika dia hanya mengulang hal yang sama tiga kali.

"Siapa maksudmu?" Alex bertanya, dia masih menoleh kepada Tenza.

"Mereka semua..."Tenza sedikit membalikan pandangannya ke belakang, melihat ke arah bawah tangga yang sedang ia naiki. Secara tidak langsung bermaksud untuk melihat ke kelas yang ada di ujung lorong itu. Dan semuanya memahami maksudnya itu.

"...Semua murid yang ada di kelas tersebut."

"Hmmm....Jika di pikir pikir kembali, meskipun kutukan itu sebenarnya tidak ada, benar juga perkataanmu Tenza." Alex menundukan wajahnya. Jarang sekali dia terlihat serius seperti ini, dia memegangi dagunya dengan salah satu tangannya.

"Sudahku katakan, kutukan itu tidak ada." Nick bertutur singkat.

"Tidak!!...Kutukan itu ada!" Alex menyaringkan suaranya, ia menolak paham Nick tentang hal ini. Ahh sepertinya Tenza gagal merubah topiknya.

"Yahh...aku merasa kasian terhadap mereka, Kau tahu? memang beredar rumor tentang kelas itu dan murid muridnya, Aku pernah mendengar bahwa kelas itu sama seperti kelas yang lainnya, tetapi dipagari karena kejadian yang lalu." Alex berkata panjang, sepertinya dia mengetahui banyak hal di sini.

"Kejadian yang lalu?" Tenza bertanya kepadanya.

"Tentang murid murid yang hilang...Lebih detailnya, kau baca saja dari internet, Kata kuncinya yang aku sebutkan sebelumnya." Alex menjawab pertanyaannya, ia mengangkat tangannya dan menepuk pundak tenza.

"Tragedi Tahun 2100 Elikya?" Tenza memastikan dan Alex menjawab dengan mengangguk.

Tenza sudah mengetahui kejadian itu sebelumnya, karena ia telah membaca artikel tersebut dua kali dan sekali dimarahi oleh seorang ibu dan membuat bayi yang didekapnya menangis terisak isak.

"Tunggu dulu...kenapa suasananya menjadi melankolis begini?" Alex tiba tiba berganti ekspresi, Dia memanyunkan bibirnya lalu meninggikan suaranya berprotes tentang suasana ini, topik lain baru saja dibuka, tetapi Alex secara tidak langsung menolak topik ini dengan celotehannya itu.

"Yah suasana ini datang begitu saja..."

"Suasana yang datang begitu saja? Yang benar saja! Murid murid yang kelasnya dipagari karena kejadian aneh? Yang benar saja!...Aku yakin sebenarnya murid murid itu sebenarnya tidak ada dan karena satu alasan kelas itu dipagari." Alex berceloteh panjang dan meninggikan suaranya. Tenza menoleh ke sekitar, beberapa orang terutama para guru yang sedang menyelusuri lorong ini menoleh ke arah kami karenanya.

Tenza tidak yakin apakah hal ini baik untuk dibicarakan dengan terus terang dan lantang, tanpa sadar sepertinya dia mendekatkan badannya kepada Alex yang berada di sampingnya. Beberapa orang sepertinya menjadi memperhatikan mereka karenanya, sepertinya topik pembicaraannya kali ini agak berbau tabu untuk beberapa orang. Mengingat dirinya yang masih belum tahu tentang apa apa dengan sekolahnya. Tenza pikir agak berbahaya untuknya mencari tahu lebih tentang kelas tersebut.

Tenza pikir dia harus menghentikan topik ini.

Saat ini mereka sudah berada di salah satu lorong lantai dua, kelas mereka sudah terlihat dan beberapa langkah lagi Tenza dan yang lainnya akan sampai di kelas mereka.

"Apa apaan ini? Padahal sebelumnya dia mengatakan kelas itu terkutuk dan kita tidak boleh mendekat kepada mereka. Dan sekarang kau berkata murid murid itu tidak ada? Dasar plin plan."

"Yah yah aku tahu itu Nick...Tapi kenapa kita harus membicarakan cerita yang sedih?

"Hal ini tidak akan terjadi jika aku memulai pembicaraan...Tapi sepertinya lebih baik bagi kita untuk ber...."

"Yang paling aku tidak sukai adalah cerita yang sedih. Kenapa kita harus menceritakan hal tersebut jika bisa menceritakan hal yang lain? Menceritakan hal yang lebih menyenangkan dari pada hal tersebut." Alex memotong perkataan Tenza dengan celotehannya, sepertinya dalam kepalanya masih banyak kata kata yang ingin dia katakan. Dan saat ini sepertinya dia telah kehabisan nafas, kepalanya sedikit menunduk mengambil nafas.

"Ahh!...Benar juga!" Alex tidak sadar ia tidak memberikan Tenza kesempatan untuk berbicara. Alex mempercepat jalannya meninggalkan Tenza dan yang lainnya di belakang, beberapa langkah lagi ia akan sampai tepat pintu masuk kelasnya. Tangannya meraih gagang pintu aluminium lalu mendorongnya.

"Semuanya...Bagaimana setelah ini kita semua pergi ke ETP!!" Alex tiba tiba membuka pintu itu dan dengan lantang mengajak mereka semua yang ada di dalam sana.

Semua orang yang berada di kelas ini tiba tiba terkejut lalu menolehkan pandangannya terhadap laki laki pirang yang berada di pintu. Sebentar lagi jam pelajaran akan di mulai, tetapi semuanya tampak masih santai berbincang dengan teman temannya, terkecuali Chad yang sedari tadi tampak duduk di tempat duduknya yang berada di paling pojok kiri belakang, memandang kosong keluar jendela di samping kirinya.

Saat ini di dalam kelas hanya ada para perempuan yang berkumpul dekat meja milik Michiko. Diantara mereka ada yang sedang duduk dan ada yang sedang berdiri sedikit menyenderkan tubuhnya pada meja di sekitar, termasuk meja Tenza.

Tenza, Nick dan Niklas yang berada di belakang Alex menyusulnya dari belakang. Tenza tidak mengerti kenapa tiba tiba Alex mengatakan hal tadi. Tidak hanya dirinya, semuanya juka ikut tidak mengerti dengan apa yang ia katakan.

"Apa...yang tadi kau katakan Alex?" Reina yang berada di dalam kelas tiba tiba bertanya.

Alex menanggapinya, tangannya masih menahan gangang pintu, nampaknya senyumnya samar samar semakin nampak. Dia menarik nafas lalu membuka mulutnya.

"Ayo kita semua pergi ke ETP."

Beberapa saat suasana hening terbentuk.

""........Ehh?""

***

Sekarang adalah pukul 12.00 lebih beberapa menit. Tenza berjalan mengikuti gurunya yang berada di depannya, punggung guru itu tertampang pada penglihatannya ketika ia melihat ke arah depan, menyelusuri lorong ke depan dengan santai, melewati beberapa murid yang berjalan menuju kelasnya yang lain. Dan beberapa murid yang masih kecil berlarian dengan girangnya keluar menuju lantai satu.

Jika mengikuti alur pada rekaman kejadian, saat ini adalah ketika Tenza sedang dipanggil dan dibawa oleh gurunya menuju Ruang guru untuk memberikan formulir tujuan kepada Tenza. Dan kemudian saat itu pula dia akan sedikit berbincang dengan serius dengan gurunya, Pak Leone.

Hal seperti itu sepertinya akan terjadi pula dengannya saat ini. Akan tetapi ada sesuatu yang berbeda dengan saat ini. Tenza menolehkan pupil matanya ke samping kanan, disana ada Nick yang sedang mengikutinya.

"Kau benar benar akan meminta izin ya?" Tenza mencondongkan kepalanya, mengangkat tangan kanannya lalu menutup mulutnya sedikit berbisik kepada Nick.

"Tentu saja, bukankah aku sudah menjanjikan hal ini."

"Ahh....benar juga, kau pikir ini akan berhasil?"

"Kemungkinan besar..."

"Apakah itu tidak terlalu percaya diri namanya?" Tenza pernah mendengar bahwa Nick adalah anak dari dua orang pengecara, dan banyak yang bilang bahwa Nick akan menjadi pengecara yang lebih hebat dari kedua orangtuanya.

Namun saat ini yang Tenza lihat dan pikirkan adalah Nick seperti terlalu percaya diri dengan Privilagenya. Namun sepertinya pikirannya ini adalah hal yang sia sia mengingat Nick telah berhasil meyakinkan Pak Leone pada pengulangan sebelumnya.

Peristiwa ini rasanya terjadi terlalu cepat bagi Tenza seingga dia tidak dapat memberhentikannya, lagi pula tidak ada dalih untuk menghentikan hal ini. Dan Tenza tidak memiliki perkara dengan hal ini.

"Ayo kita semua pergi ke ETP."

""........Ehh?""

Sebelumnya Alex mengajak Tenza dan teman teman yang lain untuk pergi berlibur ke ETP. Hal ini terjadi terlalu cepat satu hari dengan rekaman kejadian, Tenza pikir sepertinya ini akan terjadi hal yang buruk. Tenza hanya bisa berharap bahwa hal ini tidak akan terlalu merubah dengan apa yang terjadi dengan rekaman kejadian.

"ETP?"

"Elikya Them park, kau baru datang ke sini hari ini jadi kau belum begitu mengenal banyak tempat tempat menarik disini bukan Tenza? Jadi aku pikir hal ini akan menjadi event yang bagus untukmu Tenza. Lalu bagaimana dengan kalian semua?"

"Bukankah pergi ke ETP setelah jam pelajaran tambahan ini selesai hanya akan membuang buang waktu? maksudku ETP akan tutup sekitar jam 9 malam, jika di hitung dari lamanya perjalanan, dan lamanya kita harus mengantri untuk setiap wahana, maka bukankah kita hanya mendapatkan sedikit waktu untuk bersenang senang?"

"Kau benar juga. Aku lupa, tidak di perbolehkan pergi dan pulang terlalu larut."

"Kalau begitu, aku akan berbicara kepada pak leone untuk masalah ini. Aku akan minta kepada beliau untuk meliburkan kita pada jam pelajaran tambahan."

"Tunggu!...Hari ini aku tidak bisa ikut, karena aku mempunyai tugas yang cukup banyak untuk dikerjakan.....Tapi aku pikir besok atau lusa aku bisa pergi."

"Jadi, bagaimana? apakah kalian semua akan pergi jalan jalan besok?"

"Yahh...aku rasa tidak masalah jika Nick dapat meyakinkan PakLeone..."

Percakapan itu Terjadi begitu saja. Semuanya setuju dan hal ini tidak dapat Tenza komentari, lagi pula entah kenapa percakapan itu sepertinya terdengar agak sama seperti pada pengulangan sebelumnya.

Selain itu...

"Grup Chat?" Ucap Tenza yang berpura pura tidak tahu. "Kalian punya Grup Chat?"

"AHh! maaf Tenza kau belum dimasukan kedalam Grup ya? Aku minta nomor mu Tenza."

Tenza telah dimasukan kedalam Grup chat kelasnya, hal ini berarti perkembangan cerita yang terjadi sudah terlalu cepat untuk satu hari. Tenza pikir dia harus mulai menutup mulutnya karena ketika dia mulai berbicara dia akan merubah kejadian sekarang menjadi melambung jauh dengan rekaman kejadian, buktinya adalah ketika dia mencoba untuk mengganti topik sebelumnya.

"Ayo ikut bapak."

""..."" Tenza dan Nick hanya mengangguk. Mereka berjalan mengikuti Pak Leone menuju tempat duduknya yang berada di meja panjang yang paling dekat dengan pintu masuk ini.

Saat ini Tenza dan Nick sudah berada di depan pintu ruang guru, Pak Leone membukakan pintu untuk Tenza dan Nick, Dinginnya AC tiba tiba menyerang kulit Tenza saat pintu aluminium itu dibuka. Terdapat beberapa lemari disetiap sisi dinding yang diisi dengan dokumen dokumen penting, terdapat 4 meja panjang dengan puluhan komputer berada diatas meja.

beberapa guru yang sedang berbincang ria menikmati waktu istirahat dengan ditemani secangkir kopi, dan beberapa masih tampak fokus dengan komputernya masing masing.

"Silahkan duduk di sini."

Tenza dan Nick duduk di tempat duduk yang sedang tidak digunakan disampingnya.

"Ini formulir tujuan, Apakah Nick sudah memberi tahumu tentang hal ini?" Pak Leone Mengulurkan tangannya yang memegang selembar kertas tersebut.

"Ah terimakasih." Kata Tenza sambil mengambil selembar kertas formulir itu.

"Bukan saya yang memberi tahunya, Reinalah yang melakukan itu." Ucap Nick menjelaskan.

"Ahh begitukah?" Laki laki paruh baya itu hanya tersenyum kecut tidak tahu harus berekspresi seperti apa.

Setelah itu, beberapa saat menjadi hening diantara mereka bertiga. Tenza mencoba untuk menilik kearah Nick. Nick samar samar menarik nafas panjang. "Maaf mengganggu waktu bapak, ada sesuatu yang harus saya bicarakan." Nick sepertinya sudah memulai pembicaraan ini.

Wajahnya yang serius menggambarkan isi hatinya, Tenza merasa terkejut betapa seriusnya Nick dengan hal sekecil ini. Saat ini Nick datang kemari hanya untuk meminta izin agar dia dan Teman temannya diliburkan besok atau lusa, karena mereka semua akan pergi ke suatu tempat bernama ETP. Hanya untuk berlibur saja, tidak lebih dan tidak kurang.

"Baiklah, katakan saja. Sepertinya hal ini cukup penting untuk dibicarakan." Pak Leone menanggapinya, senyum kecut tadi telah hilang dan tergantikan dengan senyum yang lebih kecil.

Pandangan Tenza terhadap Pak Leone sepertinya dibuat terombang ambing. Sebelumnya sesaat jam pelajaran setelah selesai istirahat, Guru itu menunjukan ketegasannya dihadapan Tenza. Dia meninggikan suaranya atas sikap Chad yang terlalu tidak mengacuhkan perkataan gurunya. Dan saat ini, akan tetapi saat ini beliau menunjukan betapa ramahnya dia terhadap muridnya.

Tenza ingat saat itu pada rekaman kejadian dia merasa segan terhadap gurunya ini karena kejadian yang menggetarkan mentalnya. Sehingga dia berusaha untuk bersikap sopan dan berhati hati dalam berkata kata. Namun pada pengulangannya yang pertama dia melupakan kesopanannya, entah kenapa dia baru menyadarinya akan sikapnya sekarang.

Abaikan pemikiran Tenza saat ini. Tenza sedikit mengintip ke arah Nick yang sepertinya tampak dari wajahnya yang putih tidak terlalu segan terhadap gurunya dibanding dia. Beberapa bagian Tenza terkagum dengan mental baja seperti itu.

"Besok atau lusa, kami semua ingin pergi berlibur ke ETP." Katanya dengan singkat.

'Haaah?' Tenza tidak percaya dengan apa yang ia dengar, Tenza tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Nick.

'Apa maksudnya dia berbicara seperti itu?' Tenza pikir awalnya dia akan sedikit berbohong mengenai masalah ini, akan tetapi tidak dengan kenyataannya. Dia dengan jelas langsung mengatakan tujuannya.

"Lebih rincinya, kami akan pergi setelah pukul 12.00 ketika menyelesaikan jam pelajaran dari bapak." Lanjut Nick menjelaskan sedikit lebih detail.

Beberapa saat setelahnya menjadi hening. Tenza yang bersama Nick sedang menghadap gurunya, dia tidak dapat menilai apakah gurunya sedang marah atau tidak. Sesuatu yang Tenza ketahui saat ini hanya tatapan dan senyumannya mulai mengintimidasi. Pak Leone menghirup nafas sebelum membalas perkataan Nick.

"Artinya, kalian akan membolos pelajaran? Apakah menurutmu hal itu bisa ditoleransi oleh pihak sekolah?" Tatapan Pak Leone semakin tajam, senyumnya sudah menghilang dari wajahnya. Tatapan yang menusuk, Tenza tidak berani melihatnya, tanpa sadar dia menundukan wajahnya mengalihkan matanya dari tatapan yang mengintimidasi itu.

"Itu tidak akan menjadi pembolosan jika sebelumnya meminta Izin." Tenza memalingkan wajahnya dari Pria paruh baya itu namun tidak dengan Nick, dia benar benar serius akan hal sekecil ini.

"Tentu saja perkatanmu benar, namun dari pada berlibur ke ETP yang berada di Elikya pusat, kenapa tidak berlibur saja yang berada di tempat yang dekat?" Tenza pikir itu benar, sebenarnya apa alasan Alex agar kami semua untuk pergi ke ETP.'

Sebelumnya dia berkata bahwa ini adalah event yang bagus untuk Tenza. Sejujurnya Tenza tidak meminta hal ini secara langsung, meskipun saat itu Tenza pernah menyinggung mereka yang pernah berlibur di kota ini.

"Itu bisa dilakukan kapan saja, berpergian menuju Tempat yang tidak bisa dilakukan kapan saja seharusnya direncanakan lebih sejak awal, saya memang mengatakan bahwa kami akan berlibur besok atau lusa meskipun hari hari lainnya kami tetap bisa berlibur jika bapak mengizinkan." Nick beralasan dan Tenza tidak bisa berkata kata melihat perbincangan ini.

"Lalu, kenapa tidak pergi saat hari minggu saja? Jika hari mingggu, maka kalian tidak perlu membolos bukan?" Pak Leone membalas perkataan Nick.

Tenza pikir hal itu benar, hari minggu adalah hari libur. Pada hari itu mereka semua bisa saja berangkat dari pagi dan pulang ketika menjelang malam. Tenza mencoba untuk melirik wajah Nick, Ekspresinya yang berusaha tangguh sepertinya mulai terombang ambing.

"Maaf pak, pada hari minggu beberapa dari kami tidak bisa pergi, karena beberapa dari kami telah berencana untuk berpergian bersama keluarganya masing masing." Tenza tahu bahwa Nick telah berbohong.

"Jika seperti itu mengapa tidak minggu depannya saja? Jika minggu depan masih tidak bisa kenapa tidak minggu depannya lagi? Dengan begitu tidak ada yang membolos bukan?" Perkataan yang masuk akal bagi Tenza.

"Itu..." Nick memelankan suaranya, ketangguhannya sudah mulai goyah, dia sedikit menundukan wajahnya, sepertinya Nick gagal meyakinkan Pak Leone.

Akan tetapi Tenza bertanya tanya dengan apa yang membuat temannya yang berambut pirang lurus ini berhasil meyakinkan Pak Leone pada pengulangan sebelumnya.

"Saya pikir tidak apa apa untuk membiarkan mereka berlibur sedikit Mr. Leone." Dari arah belakang seorang Pria dengan setelan kemeja motif kotak kotak putih berbicara. Ia mengenakan celana serta ikat pinggang hitam, kemeja yang ia kenakan ia masukan ke dalam celananya.

Pria itu membelakangi Pak Leone sehingga dia memutar kursinya mengarah ke belakang. Tenza sadar akan kehadirannya. Sebelumnya Pria ini berada di salah satu kursi yang berada di salah satu meja nomor dua di tengah, sepertinya dia mendengar percakapan mereka dan tertarik dengannya.

"Ahh Pak Bailey, selamat siang." Nick menyapanya. Tenza tidak mengenal Pria tua ini, dia hanya berusaha tersenyum ramah kepadanya. Rambutnya terlihat belang dengan ubannya yang merata di atas rambutnya, dari wajahnya yang putih sedikit kemerahan Tenza dapat melihat beberapa keriput menempel di sana, sepertinya Pria ini lebih tua dari pada Pak Leone.

"Maafkan saya telah mengganggu pembicaraan kalian, aku cukup tertarik ketika muridku sedang bernegosiasi dengan wali muridnya." Pak Bailey berkata sambil menunjukan senyum masam.

"Ahh tidak apa apa...apakah ada yang ingin anda bicarakan Pak Bailey?" Dari depan Tenza, Pak Leone berkata, nadanya terdengar ramah. Tenza tidak bisa berbicara apa apa saat ini, dia hanya memilih untuk diam dan memperhatikan.

Pak Bailey hanya tersenyum menanggapi guru yang lebih muda darinya ini, Pak Bailey menarik nafas lalu berbicara.

"Saya telah mendengarnya, menurutku tidak apa apa untuk mereka pergi berlibur untuk satu hari."

"Tapi jika membiarkan mereka pergi, itu sama saja membiarkan mereka membolos pelajaran. Saya mempunyai tanggung jawab atas mereka dan saya tidak ingin melalaikan hal ini." Pak Leone menjawab pemikiran dari guru yang lebih tua darinya.

Opini yang diakatan oleh Pak Leone sepertinya memang benar, sejujurnya Tenza merasa Nick harus menyerah dengan hal ini, dan menerima kenyataan ini. Pergi berlibur ke ETP bisa dilakukan kapan saja, termasuk hari minggu sama seperti yang dikatakan oleh Pak Leone.

"Sebelumnya aku berbincang dengan guru lainnya, Mereka mengatakan murid murid yang terpilih saat ini memiliki Perseverance yang bagus. Keaktifan dan kepintaran mereka kami memberikan nilai A dari yang lainnya. Karena itu saya pikir tidak apa apa untuk membiarkan mereka pergi besok atau lusa nanti."

Dari apa yang di katakan oleh Pria tua ini Tenza menilai dia adalah orang yang toleran dan bijaksana. Dan dari apa yang ia katakan sebelumnya, Tenza pikir dia adalah pegajar Nick di kelas tujuan yang ia pilih.

"Tapi saya pikir membiarkan mereka bolos begitu saja itu tidak baik." Pak Leone yang berkata di hadapan Pria tua itu tampak seperti orang yang beralasan.

"Tidak apa apa bukan? Anggap saja ini adalah hadiah dari guru . Lagi pula bukankah tujuan mereka kesini adalah untuk meminta izin langsung kepada anda? Saya pikir keberanian seperti itu haruslah dihargai."

"Saya pikir benar dengan apa yang anda katakan, saya tidak bisa menyangkal hal itu." Dengan begitu Pak Leone agak terdiam. Beberpa saat sebelumnya ekspresinya telah tergantikan dengan rasa bersalah. Beberapa saat Pak Leone terdiam, dirinya terlihat seperti sedang mempertimbangkan hal ini.

"Jika seperti itu maka...Baiklah saya mengizinkan."

"Benarkah!!?" Tenza dan Nick sedikit meninggikan suaranya, Tenza tidak menyangka hal ini benar benar terjadi. Dia terlalu bersemangat dengan hal ini.

'Apakah sebelumnya kejadian seperti ini juga terjadi pada pengulangan?' Pikir Tenza.

Pak Bailey sedikit menahan tawa. "Jika seperti itu, saya izin untuk pergi menuju kelas saya." Kata Pak Bailey dengan suara yang ramah. Dia berjalan dengan santai menuju pintu keluar. Menarik gagang pintu membuka pintu. Nick dengan cepat berdiri dari tempat duduk lalu berkata.

"Ahh maafkan saya...Saya izin untuk sedikit terlambat masuk, saya pikir tidak baik untuk meninggalkan Tenza sendirian disini." Katanya sambil berdiri.

"Begitukah? Baiklah...Pakai waktu kalian dengan sebaiknya ya!" Dengan begitu Pak Bailey keluar dari ruangan ini dan menutup pintu itu kembali, meninggalkan mereka berdua di ruangan guru bersama Pak Leone.

"Akan tetapi ada satu syaratnya." Pak Leone tiba tiba berucap kata. Tenza dan Nick yang sebelumnya memandang kearah pintu terkejut lalu memuatar mata kearah Pak Leone.

"Apakah diantara kalian ada yang memiliki tugas rumah?" Tanya Pak Leone.

"Jika tak salah...Michiko memilikinya...dia berkata akan menyelesaikannya dalam waktu dekat ini, sekitar besok atau lusa." Ucap Nick.

"Kalau begitu, katakan kepadanya untuk segera menyelesaikannya atau kalian tidak saya izinkan." Tegasnya sambil tersenyum.