Chereads / Perjalanan Cinta KIRA / Chapter 57 - Flash Back

Chapter 57 - Flash Back

Flash Back On

Masih jelas dalam ingatan Ryan apa yang terjadi tadi siang.

"Andi, kemana lagi jadwal kita?" Tanya Ryan yang masih sibuk membaca kontrak kerjasama perusahaan dengan mitra baru, perusahaan dari Cina. Ryan memang sangat sibuk dari kemarin. Setelah dua hari meninggalkan kerjaannya, dia harus menyelesaikan semuanya. Bahkan hari ini, belum ada makanan yang masuk ke perutnya karena terlalu sibuk. Ryan memutuskan untuk terus bekerja, untuk menghilangkan bayang-banyang Kira setelah percakapannya dengan Tante Lusi. Banyak yang mengganggu pikirannya karena kata-kata Tante Lusi. Apa dia akan menyesal jika kehilangan Kira? Apa benar rasa yang dimilikinya adalah cinta? Seberapa besar perasaannya pada Kira? Kapan cinta untuk Kira muncul dihatinya? Karena seingat Ryan, dia selalu mengingatkan dan mengikrarkan setiap hari siapa Kira untuknya, bahkan dia selalu menyakiti Kira. Mengapa dia biasa mencintai Kira? Ryan belum mengerti cara kerja hati dan logikanya. Dia ingin meyakinkan dirinya sendiri, Ryan ingin memikirkan betul-betul apa yang dikatakan Tante Lusi.

Inilah juga alasan Ryan tak menemui Kira tadi malam. Tapi itu justru membuat Ryan memikirkan betul semua keperluan Kira.

"Andi, aku akan menyelesaikan semua pekerjaanku yang tertunda," kata Ryan saat mereka berada dalam mobil meninggalkan rumah sakit.

"Baik tuan muda." jawab Andi kala itu.

"Siapkan keamanan untuknya. Pastikan dia aman selama aku bekerja. Pastikan selalu ada asisten wanita yang bisa mendampingi dan menjadi temannya saat aku bekerja. Berikan dia pin kartunya, aku yakin dia tak tahu tanggal lahirku. Berikan dia uang cash juga, pastikan jumlah uang cash selalu cukup untuknya setiap hari. Ganti mobilnya dengan yang paling aman. Baju lab dalam tasnya itu kotor. Kau harus pastikan dia memiliki beberapa baju lab, dan semua harus bersih setiap kali dia ingin memakainya. Kembalikan foto ayahnya di lokernya. Berikan dia meja belajar supaya tak lagi menulis di lantai, suruh asistennya memberi tahu, laptop dan handphonenya adalah miliknya. Taruh nomor teleponku di nomor satu panggilan cepat dan jangan lupa memberikan fotoku padanya. Apa kau paham?"

"Tentu saja Tuan Muda."

Ryan menjadi lebih tenang untuk bekerja setelah memastikan keamanan dan kebutuhan Kira tercukupi. Saat ini, dia ingin serius bekerja, tapi asistennya justru bengong dan tak meresponnya, membuat Ryan sangat kesal kepada Andi.

"An-di!" Ryan tak suka menunggu lama, tapi Asisten Andi justru tak menjawab pertanyaannya hanya memandang layar ponselnya sangat serius. Bahkan mulut Andi sedikit terbuka melihat ponselnya.

"Apa yang dilihatnya? Kenapa masih juga tak meresponku? Apa dia menonton blue movie?" Ryan semakin kesal setelah sebuah pikiran melintas dikepalanya. Tanpa basa basi Ryan sudah menendang kaki Andi.

"Haaaah.. Tuan Muda.. Maaafkan saya!" Andi tampak sangat panik. Bahkan gelagapan mau mengambil handphonenya yang hampir jatuh.

"Apa yang kau lihat, hah? Kau menonton blue movie saat bekerja? Bahkan kau mengabaikanku untuk ponselmu?" Ryan hampir menjadikan istri Andi sebagai janda sore itu.

"Tuan Muda.. Aku bukan orang yang berpikiran kerdil menonton film seperti itu saat bekerja! Hufff.. Aku katakan tidak ya? Dia bisa memutilasiku saat ini juga kalau tahu.. Tapi kalau aku sembunyikan, dia bisa membunuh anak dan istriku! Haaaah.. Serba salah! Bagaimana aku menjelaskannya.. Dia sudah sangat gila dengan Kira, bahkan membuat keamanan dan menyiapkan kebutuhan Kira dengan baik. Bagaimana ini..." Asisten Andi dalam dilema di sanubarinya. Apapun yang dipilihnya, ada konsekuensi yang sangat besar menantinya.

"An-Di! Kau berani ya, tak menjawabku?" Ryan semakin marah. Posisi duduknya juga sudah berubah memandang ke Asisten Andi, bukan lagi lurus ke depan.

"Tuan Muda.. Coba lihatlah ini.."

"Sudahlah, baik aku jujur saja, ketimbang mati anak istriku!" Andi pasrah. Hatinya sudah ikhlas kalau harus di hukum pancung oleh Ryan.

"Apa ini.. Apa yang dilakukannya? Kenapa dia berlari begitu cepat? Haaa.. Kenapa mereka ini berlari begitu lambat, aku tak bisa melihatnya! Trotoar? Sedang apa dia? Kenapa menangis begitu?" Ryan kebingungan menonton video yang diberikan Andi. Gambarnya sepotong-sepotong, ga stabil, tampak terlalu jauh dari objek yang ingin dilihatnya. Video itu di dapat Asisten Andi langsung dari bross yang di blazer Sari. Tentu saja tak jelas jelas, karena Sari tidak bisa belari dengan cepat. Jauh tertinggal dibelakang Kira.

"Andi, ada apa ini? Jelaskan padaku! Apa maksud semua ini! Kau tahu dia habis operasi, kenapa membiarkannya berlari seperti ini? Kenapa orang-orangmu begitu bodoh? Kenapa mereka tak bisa menjaganya? Mereka lambat! Kenapaaaaa?" Ryan sudah menantap tak suka dengan apa yang dilihatnya. Emosinya sudah memuncak.

"Tuan Muda, tadi di Mall, Nyonya Muda mengejar Tuan Muda"

"Apa? Dia mengejarku?"

Andi mengangguk

"Nyonya Muda berada di lantai delapan, berlari sangat kencang memanggil-mangil nama Tuan Muda dan ingin bertemu dengan Tuan Muda. Bahkan Nyonya Muda masih mengejar setelah mobil melaju meninggalkan Mall."

"Apa katamu? Kenapa tak memberitahukuuuu? Cepat kembali ke sana!" Ryan sudah sangat marah, dia berteriak menarik kerah baju Asisten Andi. Jantungnya berdegup kencang, wajahnya memerah menahan kemarahan pada semua orang yang ada di samping Kira dan membiarkan Kira berlari seperti tadi.

"Nyonya Muda sudah kembali ke kampusnya, Tuan Muda, kejadian itu sudah tiga jam lalu"

"Apa yang ingin dikatakannya? Kenapa dia mengejarku? Apa yang diinginkannya? Kenapa harus berlari? Kenapa dia tak meneleponku? Apa dia juga merindukanku?" sejujurnya, Ryan juga sangat sedih dan kesal melihat Kira mengejarnya seperti tadi, hatinya sibuk mencari alasan kenapa Kira menjadi begitu bodoh mengejarnya seperti tadi. "Bukankah dia bisa memakai telepon untuk menghubungiku kalau memang ingin aku menemuinya? Ada apa dengannya?"

"Aku ingin bertemu dengannya sekarang, kosongkan jadwalku!" Ryan menatap Asisten Andi dengan mata hitamnya yang semakin gelap dan pupil yang membesar.

"Baik, Tuan Muda!"

"Fuuuh.. Aku selamat.." Asisten Andi merasa lega dalam hatinya.

"Andi, aku tak ingin bertemu dengannya hanya seperti ini!" Ryan melepaskan kerah baju Asisten Andi.

"Bagaimana Anda ingin muncul, Tuan Muda?"

"Hah, aku tahu.. Kau ingin terlihat keren dan ingin show off didepannya kan? Hahahah. Dia tak akan peduli dengan semua kekayaan Anda Tuan, Kira adalah wanita sederhana yang hanya peduli dengan cinta. Harusnya cukup dengan katakan cinta, dia akan jadi milikmu selamanya.. Kenapa kau bodoh sekali tuan? Dia bukan seperti gold digger yang selalu di sampingmu!" Andi ingin menertawai tuannya dan memeberi saran. Tapi, keinginan Ryan untuk tampil keren adalah kebiasaan Ryan saat mengiginkan memiliki sesuatu, yang sebaiknya dituruti Asisten Andi, apalagi dia baru saja berbuat kesalahan.

"Aku mau menunggunya di Hall kampusnya! Di tempat agak remang-remng sehingga dia tak menyadari kehadiranku."

"Baik tuan muda!"

"Hah, apa anda makhluk gaib yang tak disadari keberadaannya? Huuuh" Asisten Andi protes dihatinya.

"Aku mau mobilku yang aku beli beberapa hari lalu. Aku mau naik itu"

"Baik tuan muda"

"Hahaah.. Anda memang ingin membelinya karena ingin naik itu bersama Kira, kan.. Sales bodoh itu bilang kalau mobil ini romantis dinaiki dengan kekasih hati Anda, dan Anda langsung memesannya, hueeeeek!" Asisten Andi gemas sendiri di dalam hatinya.

"CCTV.. aku ingin semua mati! Tak boleh ada orang lain."

"Baik tuan muda"

"Ini tanpa kau suruh, pasti aku lakukan. Aku tak akan membuat tingkah konyolmu merusak citra perusahaanmu!" Asisten Andi semakin geli mendengar semua permintaan Ryan.

"Kau tak boleh muncul saat aku bicara. Tetaplah bersembunyi sampai aku selesai bicara, mengerti?"

"Baik tuan muda!"

"Hufff.. Aku akan pinjam autan milik Pak Man.. Kau mau berdiri di tempat remang-remang, pasti banyak nyamuk disana!"

"Siapkan hukuman untuk para ajudannya, aku serius kali ini. Aku ingin mereka merasakan hukuman yang setimpal membuat istriku berlari mengejarku seperti tadi!" tak ada senyum di wajah Ryan.

"Baik tuan muda"

"Fuuuuh.. Ini berat. Semoga Kira bisa lakukan sesuatu untuk membatalkan hukuman mereka.." Asisten Andi sungguh berharap untuk ini.

-------

Flash back off.

"Kenapa kau tak menjawabku?" Ryan kembali menyadari kalau Kira tak menjawab apapun.

"Aku ingin bertemu denganmu.." jawab Kira lirih

"Kenapa kau ingin bertemu denganku? Kenapa kau tak meneleponku saja kalau ingin bertemu denganku? Kenapa harus berlari seperti itu?" Ryan mencecar Kira dengan banyak pertanyaan dan kedua tangannya sudah memegang lengan atas Kira, menggoncang-goncang tubuhnya.

"Aku tak punya nomor teleponmu,"

"Kau.. Apa kau masih ingin menunjukkan kebodohanmu padaku, Hah?" Kali ini Ryan sudah berhenti mengguncang tubuh Kira. Hanya tatapannya semakin mengintimidasi. "Ambil handphonemu!"

Kira tak menjawab, langsung mengambil handohonenya.

"Pencet angka satu!"

"Wanita ini.. Apa maksudnya? Kenapa dia begitu bodoh? Apa dia tak bisa juga melihat perasaanku dengan semua perhatianku padanya? Aku bahkan membiarkannya tinggal di apartemen untuk mewujudkan keinginannya tidur dengan melihat semua keindahan lampu kota, memberikannya mobil mewah, ajudan baru yang makin mengokohkan statusnya sebagai istriku, kenapa dia tak mengerti juga? Aku bahkan membiarkannya memiliki foto pembunuh itu di tempel di tempat yang sama dengan fotoku! Bahkan aku tak marah dia menyembunyikan kehamilannya dariku!" Ryan merasa Kira semakin kelewatan dan membuatnya semakin marah dengan tak menyadari semua pemberiannya, semua kebaikannya adalah wujud perhatian suami yang ingin diberikan oleh Ryan.

Suara dering handphone milik Ryan berbunyi setelah Kira memencet angka satu dan tanda telepon

"Owh.. ternyata nomornya ada di handphoneku.. habislah akuuuuu" nyali Kira ciut untuk menatap Ryan. Dia hanya tertunduk, menggigit bibirnya.

"Buka!" Ryan melepaskan cengkraman di lengan Kira.

"Haaah? Apa maksudmu?"

"Buka bajumu!" Ryan duduk tegak, dengan posisi satu lengan kanannya ada di atas stir dan tangan Kiri di pangkuannya, dan kepala setengah miring melirik ke arah Kira.

"Aku..."