Sejenak dunia seakan berhenti untuk Ryan. Dua orang didepannya.. Kini sungguh membuatnya marah.
"Kalian berdua.. Jangan pernah berharap kalian akan bebas dari amarahku hari ini! Kau.. Hah, aku pikir kau sangat mencintainya.. Kurang ajar kau! Kau sudah berhasil membuatku menjadi bodoh dan meninggalkannya bersamamu beberapa hari lalu di rumah sakit. Aku hampir oercsya dengan akting menangismu kemarin. Tapi ternyata, kau tak lebih bajingan dari yang kuduga!"
BUG BUG BUG
Ryan sudah membabi buta memukuli Willy. Hatinya sungguh jesal mendengar apa yang tadi didengarnya di belakang pintu bersama Kira. Wajah Ryan sudah memerah. Kemarahannya sudah tak lagi bisa di tahan. Ryan bagaikan air bah yang menerjang apapun setelah bendungan tak kuat lagi menahannya dan hancur.
"Huff.. Bodohnya aku meninggalkan Kira di rumah sakit dnegan pria semacam dia! Aku cemburu di rumah sakit dengannya, tahu seperti itu, aku ga akan meninggalkan Kira sendirian, arrrrggh!" Ryan sangat kesal dalam hatinya, sehingga tak berhenti memukuli Willy.
BUG BUG BUG
Teriakan kemarahan dan makian Ryan terdengar di seluruh restoran. Membuat Asisten Andi, yang tadi gagal menahan Kira, sekarang sangat sibuk mengusir tamu yang masih ada di sana dan memastikan tak ada yang merekam videonya.
"Hey, hentikan! Aku bisa melaporkanmu ke kantor polisi karena memukulinya!" Shinta mencoba untuk menghentikan Ryan dengan ancaman. Dia memegang tangan Ryan, mencoba menggigit tangan Ryan. Walaupun gagal.
BUG
Ryan melempar tubuh Shinta ke belakang, saat dia berusaha memegang tangan Ryan. Mata Ryan bagaikan ular yang melihat mangsa baru, langsung menghampiri Shinta
"Apa kau bilang? Laporkan! Hahahah!" Ryan mencengkram dagu Shinta begitu ken~cang, sampai untuk berbicarapun sulit untuk dilakukannya.
BUG
Ryan membenturkan kepala Shinta ke tembok hingga darah segar di belakang kepalanya mengalir
"Aah.. Gila.. Lelaki macam apa dia.. Kenapa berani menyiksa wanita?" Shinta ingin memaki Ryan lagi. Tapi tenaganya sudh habis untuk bertahan menjaga kewarasannya.
"Dengar kata-kataku.. Ini belum seberapa! Apa yang kau lakukan pada ShaKira chairunisa.. Kau harus membayarnya dengan harga yang sesuai. Aku tak akan melepaskanmu dan kekasihmu dengan mudah! Setiap tetes air mata yang dikeluarkannya, kalian harus membayarnya dengan darah dan air mata kalian!" Ryan berbisik di telinga Shinta, memastikan dia mendengar kata-katanya dengan benar.
BUG
Ryan meninju tembok di samping Shinta hingga darah segar juga mengalir dari tangannya.
"Oh no.. Lelaki macam apa dia? Kenapa dia membela wanitanya sampai seperti ini? Kira... Bagaimana caramu bisa mendapatkan lelaki semacam dia? Kau cukup tampan.. Lebih tampan dari Willy! Haha, mungkin aku sudah gila karena benturan di kepalaku tadi.. Tapi aku akan berusaha merebutmu dari Kira! Kau milikku, aku tak akan melepaskanmu!" gumam Shinta di saat kesadarannya yang hanya tinggal setengah.
"Andiiiii!"
"Ya Tuan Muda!"
"Haduuuuh.. Dia belum sadar Kira pergi.. Bagaimana ini.. Kalau sadar habis aku.." Asisten Andi menghampiri Ryan dengan perasaan takut dan cemas yang teramat sangat.
"Selesaikan mereka.. Aku mau balasan setimpal untuk apa yang telah mereka lakukan pada ShaKira Chairunisa!"
Ryan melepaskan cengkraman tangannya dan beranjak pergi meninggalkan Willy dan Shinta.
"Skizoaffectif!" Willy berteriak, dan menghentikan langkah Ryan
"Apa maksudmu?" Ryan kembali berbalik dan menatap Willy
"Ryan.. Aku tahu betapa bahayanya kau untuk Sha Sha.. Skizoaffectif, kau menderita gangguan kejiwaan yang berbahaya untuk Sha Sha! Hah" dengan luka memar dan berdarah yang sangat menyakitkan, Willy sangat berusaha untuk mengatakan kalimat tadi dengan napas yang tersengal-sengal.
"Kauuu!" Ryan sudah ingin memukul Willy lagi
"Pukul aku lagi.. Kau memang sakit jiwa, kan.. Aku melihat apa yang kau telah lakukan pada Kira. Pada tubuhnya di malam kau membunuh anakmu sendiri! Kau telah membunuh bayi di dalam perutnya! Kau pembunuh! Kau tak lebih baik dariku, kau bahkan telah menyakitinya lebih dalam dari yang aku lakukan! Hahaha.." Willy tertawa semakin puas. Penekanan di dalam kata-katanya membuat tenaga Ryan seakan habis dan tubuhnya menjadi lemas. Willy seorang dokter, dia tahu bagaimana mempermainkan kejiwaan pada diri Ryan.
"Tuan Muda!" Asisten Andi dengan sigap memegang tubuh Ryan. Menyangga agar tubuh Ryan tak jatuh ke lantai.
"Haaah.. Kurang ajar sekali dokter muda ini.. Apa yang dilakukannya? Huff... Dia sudah mengingatkan sesuatu yang buruk pada Tuan Muda! Arrghhh.. Bagaimana ini.. Duh, kenapa jadi begini.." Asisten Andi benar-benar panik dengan apa yang tadi dikatakan oleh Willy. Dia tahu, bahaya apa yang akan terjadi nantinya.. Sepuluh tahun lalu.. Kejadian sepuluh tahun lalu. Asisten Andi tak bisa dan tak sanggup untuk membayangkan kalau itu akan terjadi lagi sekarang.
"Kau pikir Sha Sha akan bahagia denganmu dengan segala penyiksaan yang kau lakukan? Kau pikir Sha Sha akan bahagia hidup denganmu? Apa yang bisa kau berikan selain penyiksaan pada fisik dan psikisnya? Kau.. Cuma orang sakit jiwa yang kebetulan kaya raya! Kau tidak lebih layak memiliki Sha Sha dariku! Kau pikir aku akan menyerah darimu? Kau pikir aku akan membuatnya tinggal di sisimu selamanya hingga kau akhirnya membunuhnya secara sadar atau tak sadar? Kau pikir siapa dirimu? Hanya penderita sakit jiwa! Tak lebih dari pasien sakit jiwa"
BUG BUG BUG
Ryan kembali memukuli Willy. Tak henti-hentinya. Ryan tak tahu bagaimana mengatakan perasaannya saat ini. Dia hanya ingin memukul Willy, hingga Asisten Andi dan para bodyguard Ryan berhasil menjauhkan Ryan dari Willy sebelum hal yang fatal terjadi pada Willy.
"Tuan Muda.. Aku mohon, jangan sampai terpancing dengan Dokter Willy!" Asisten Andi memberanikan diri mengingatkan Ryan sebelum sesuatu yang tak diinginkannya terjadi lagi.
"Maafkan saya tuan muda. Saya harus menjaga Anda sesuai dengan janji sya pada kedua orangtua Anda.. Maafkan saya.. Maafkan saya.." Asisten Andi sungguh merasa bersalah dalam hatinya.
"Andi!"
"Iya, Tuan Muda?"
"Farida! Buat jadwal besok dengannya. Jangan di tunda lagi!"
"Baik, tuan Muda! Saya akan lakukan sesuai dengan perintah Anda!"
Ryan melirik Asisten Andi. "Ayo pulang!" setelah merasa yakin bahwa Asisten Andi akan melakukan yang diperintahkannya, Ryan kembali tenang dan memerintahkan untuk pulang ke rumah.
"Ehmm.. Tuan Muda!"
"Haduuuh.. Sekarang saat penantian yang ditunggu.. Habislah aku.. Mau ga mau aku harus jujur dengannya, kalau Kira tak ada di mobil." Asisten Andi menyiapkan hatinya sebelum bicara. Dia menunduk dalam-dalam menunjukkan sikap merendah pada Ryan. Karena dia sadar akan kesalahannya.
"Apa lagi, kau mau menyuruhku berdiri di sini berapa lama lagi, hah? Lihat tanganku sudah penuh darah seperti ini, aku harus segera pulang! Aku tak ingin bertemu Farida dengan banyak luka seperti ini!" Ryan memperingati Asisten Andi.
"Nyonya Muda.."
"Hmm.. Bicara yang jelas.. Apa yang mau kau katakan!"
"Tunggu.. Dimana dia?" Ryan yang sudah sadar, kini celingukan.
"Andi, dimana ShaKira Chairunisa?" Ryan sudah seratus persen sadar, Kira tak ada didekatnya.
"Ehmm.. Nyonya Muda tadi pergi, berlari sambil menangis keluar dari ruangan ini."
"Habislah akuuuuu.. Habis.. Habis.. Dari siang sudah sial sekali nasibku.." tak ada lagi yang ingin dilakukan oleh Asisten Andi, dia sudah pasrah menerima hukumannya.
"Apa kau bilang?" Ryan mendekat ke Asisten Andi, memegang kerah jasnya dengan kedua tangannya. "Katakan sekali lagi padaku, dimana ShaKira Chairunisa?"
"Pergi, Tuan.. Nyonya Muda pergi berlari dengan sangat kencang tadi.." jawab Asisten Andi takut-takut.
Ryan melepaskan tangannya dari kerah jas Asisten Andi
"Hah? Dia.. Dia tak memukulku? Yang benar saja? Dia tak memukulku.. Hahahahahah dia benar-benar tak memukulku, kan?" Asisten Andi hampir tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Dia tak di pukul. Ingin sekali Asisten Andi tersenyum bahagia " Eh tunggu.. Tapi aku rasa, dia sebaiknya memukulku..hufff. aku tak suka melihatnya seperti itu.. Huhu.." Asisten Andi mendekat Tuan Mudanya yang duduk di lantai bersandar di tembok.
"Tuan muda.. Ini salah saya.. Saya akan cari Nyonya Muda.. Anda bisa pukul saya kalau kesal, Tuan Muda.. Sebentar saya akan cari lokasi Nyonya Muda!" Andi ingin segera menelepon Kira, dan mengecek keberadaannya.
"Andi.. Berapa kali aku memukulmu selama ini?"
"Ehmm.. Kenapa dia bertanya seperti itu padaku. Hah, aku tak suka tuan muda yang seperti ini. Dia sangat mengerikan! Dokter Willy, kurang ajar kau!" Asisten Andi sungguh kesal dengan apa yang dikatakan Willy pada Ryan.
"Tak banyak tuan muda, Anda sangat baik pada saya!"
"Hufff.. Kenapa aku ini..mengelurakan kalimat menjilat seperti ini.. Hueeeek.... Dia kan sudah sering menyiksaku, tapi.. Hah, sudahlah! Lebih baik normalkan dulu otaknya!" Asisten Andi sungguh mengalami perang batin di hatinya.
"Fuuuh.. Kau bohong Andi! Aku tak suka dengan pembohong!" Ryan menyadari kebohongan Ryan di hatinya. Ryan kini menatap Asisten Andi dengan mata hitam predatornya. Tapi, Ryan tak melakukan apapun. Dia mengambil handphone di dalam saku jasnya dan segera menelepon seseorang dengan ponselnya.
Berkali-kali Ryan menelepon. Tapi tak ada jawaban. Tak ada yang mengangkat panggilannya. Walaupun begitu, Ryan tak putus asa dan terus menelepon Kira.
"Tuan Muda.. Kita bisa lacak posisinya.." Asisten Andi menawarkan cara cepat.
"Tak perlu, Andi.. Berilah waktu untuknya mengangkat teleponku!" Ryan enggan menerima saran Asisten Andi
"Haaah..ada apa ini? Dia berubah.. Dia kenapa jadi begini.. Oh, Tuan Muda..." Asisten Andi sangat khawatir dengan Ryan
"Taman Ayodya!"
Ryan dan Asisten Andi otomatis menengok ke arah suara.