Chereads / Perjalanan Cinta KIRA / Chapter 62 - Taman ayodya

Chapter 62 - Taman ayodya

"Hmmm.. Ngapain kamu di sini jam segini?" tanya Farid agak bingung.

"Aaaah.. Heheh.. cari angin!" jawab Kira sedapetnya.

"Berantem sama suami kamu?"

"Enggak, Ryan baik-baik aja.." Kira menggelengkan kepala cepat.

"Lah terus ngapain?" Farid datang mendekat, duduk di samping Kira.

"Hmm.. Kamu sendiri ngapain di sini?" Kira bukan menjawab. Justru bertanya balik ke Farid.

"Aku? Nganterin buku ke perpustakaan." jawab Farid santai.

"Buku?" Kira menatap Farid.

Farid mengangguk.

"Buku bacaan buat anak-anak. Buat tambah-tambahan bacaan di sini. Kamu tahukan, di sini ada perpustakaan?" tanya Farid.

Kira mengangguk.

"Aku tahu.. Kamu sering menyumbang ke sana?" tanya Kira lagi.

"Hmmm.." Farid mengangguk dan melihat ke jam tangan setelah menyelesaikan kata-katanya. "Kamu ga pulang? Suamimu ga nyariin?" tanya Farid sambil melirik Kira.

"Udah neleponin aku dari tadi Kayanya.. Hmm... Aku masih mau duduk di kursi ini. Kamu kalau mau pergi duluan, gih sana!" Kira mengusir Farid

"Hmm.. Aku juga ga buru-buru, sih.." Farid justru duduk di samping Kira dan menyenderkan tulang belakangnya disenderan kursi taman. "Kamu ngapain nangis ngeliatin danau itu?" tanya Farid, yang memang sedaritadi sudah mengamati Kira dari kejauhan.

"Hmmm.. Aku.."

Kira ga melanjutkan kata-katanya, tapi hanya memandang danau didepannya.

"Ada kenangan?"

Kira mengangguk.

"Aku juga ada.. Dulu aku sering bawa papaku ke danau ini. Jalan-jalan pagi. Sebelum papaku meninggal." jawab Farid ringan tanpa beban.

"Hmm.. Maaf." Kira menengok ke Farid. "Pasti berat kehilangan papa kamu." Kira menunduk, mengingat mamanya yang juga sudah meninggal diusianya ke tujuh tahun.

"Mama dan adikku meninggal saat kecelakaan, waktu itu usiaku masih lima tahun. Aku dan papa berhasil selamat. Tapi mama dan adikku enggak. Lalu, aku di asuh sama papa, kakek, dan nenekku. Kakek meninggal di usiaku sembilan tahun, lalu nenek meninggal di usiaku lima belas tahun, dan papaku meninggal seminggu sebelum aku wisuda S1." Farid tersenyum kecut dan tertunduk.

"Innalillah.. Maafkan, membuatmu menceritakan itu dan membuatmu mengingat masa-masa ga menyenangkan dalam hidupmu." Kira tertunduk.

"Gapapa. Itu semua udah lewat. Hahaha.." Farid tertawa. "Kalau cerita waktu kejadian, ya aku ga akan kuat. Tapikan kejadian itu udah bertahun-tahun lalu, Ra! Semua memang masih membekas sakitnya, cuma sudah bisa diatasi. Hehe.." Farid tersenyum dengan senyuman khasnya, manis dan berkharisma. Bisalah menghibur Kira yang lagi kesel banget karena kasus Willy tadi.

"Hufff.. Iya ya.. Aku juga mau berharap bisa kembali lagi ke tempat ini, dan aku harap, saat itu, aku udah bisa lupain perasaanku dan tertawa kaya kamu.. Sakitnya memang masih membekas, tapi sudah ga akan perih lagi, hehe" Kira nyeletuk.

"Hmmm.. Kenangan sama cowok ya?"

Kira mengangguk

"Cowok pertama yang menyatakan cintanya ke aku, di sini.. Di tempat duduk ini, di arah yang aku lihat sekarang, di depan danau ini, hehe" jawab Kira jujur.

"Aduh.. Kenapa aku cerita ke Farid ya? Hahahah.. Bodo lah! Kami sama-sama punya kenangan di tempat ini, aku yakin ga akan masalah buat Farid." Kira coba menenangkan hatinya.

"Wah, aku telat dong nyatain cintaku sama kamu, hahahaha.." Farid tergelak tawa.

"Hahaha.. Untung kamu telat! Kalau ga, aku makan ati sama kamu, sama playboynya!" jawab Kira sekenanya

"Eh, tapi kenapa kamu nangisin dia? Apa karena kamu udah nikah paksa sama suamimu itu?"

Kira menggeleng

"Aku.. Bodoh. Hahaha!" Kira justru tergelak tawa.

"Maksud kamu?" Farid bingung mengartikan gelak tawa Kira.

"Dia ternyata selingkuh dari dua tahun lalu, waktu dia masih di luar negeri ambil dokter spesialisnya." Kira diam, memandang lurus ke danau.

"Nah terus?"

"Aku baru tahu tadi.. Aku pergokin dia sama wanita yang jadi selingkuhannya dulu." jawab Kira polos.

"Nah terus?"

"Yah, terus aku di sini." Jawab Kira sambil melirik ke Farid.

"Terus?" Farid menatap Kira dan mengernyitkan dahinya.

"Ya.. Aku.. Aku kesel aja.. Terus aku ke sini, duduk di sini!" Kira menjelaskan

"Terus?"

"Terus ya ga ada terus.. terus.. Aku di sini, ngilangin kekesalanku sama dia, aku nangis di sini jadinya!"

"Maunya apa sih, nanya terus.. terus.. terus melulu kaya tukang parkir!" Hati Kira kesal dengan pertanyaan Farid yang cuma satu kata, terus dan terus.

"Hahahahah" Farid tergelak tawa.

"Ih, kenapa sekarang ketawa?" Kira protes.

"Ya kamu, aneh.. Hahahahah!" Farid melanjutkan tawanya.

"Kenapa jadi aku yang aneh?" Kira ga terima dengan perkataan Farid.

"Sekarang aku tanya kamu, jawab jujur.. Kamu kenapa ke sini?"

"Aku kesel, karena dia udah selingkuh sama cewek itu, di belakang aku selama dua tahun!" jawab Kira kencang seperti pakai Toa.

"Oke.. Oke.. Pertanyaan selanjutnya, memang kamu sekarang siapanya dia?"

"Bukan siapa-siapa." jawab Kira mulai melunak.

"Kalau gitu, kenapa kamu mesti marah ke dia soal selingkuhannya dua tahun lalu? Pakai nangis-nangis segala di tempat kalian jadian.. Hahahahaha!" Farid tertawa terpingkal-pingkal.

"Hiiiiiissshh.. Apa sih, jelas aku marah, lah! Kan dia selingkuhnya waktu kita masih jadian. Dua tahun lalu aku masih sayang-sayangnya sama dia!" Kira menjelaskan alasan marahnya.

Aku tanya lagi ke kamu, status kamu sekarang siapa?" Farid mengernyitkan dahi

"Status.. Aku udah nikah." jawab Kira lirih.

"Hmmm.. Kamu udah nikah, apa kamu masih menjalin hubungan sama dia setelah kamu menikah?" Farid kini menatap mata Kira.

Dengan cepat Kira menggeleng

"Mana berani aku selingkuh. Hiiiiii.. Aku ga ada hubungan apa-apa sama dia! Bisa di gorok sama suamiku!" Kira mengklarifikasi

"Hahahhahaha!" Farid justru tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawaban Kira. Sampai wajahnya merah seperti tomat.

"Kamu ngapain ketawain aku kaya gitu!" Kira kesal sendiri melihat Farid yang ga berhenti tertawa.

"Gini.. Gini.. Dengerin aku ya.. Kamu nih, udah nikah. Dia udah ga ada hubungan sama kamu. Kalian udah hidup masing-masing. Kalian udah ga ada hubungan lagi. Terus kamu nangis-nangis ke sini mengingat dia yang selingkuh dua tahun lalu. Buat apa coba? Is that necessary?"

Kira belum menjawab, hanya bengong, dan mencoba mencerna perkataan Farid tadi.

"Ngerti, ga Ra? Jangan bilang kamu bingung, lagi!" Farid mengingatkan Kira dengan melambaikan tangannya di depan mata Kira.

"Iya.. Iya.. Aku lagi mikir sebentar!" Kira menjelaskan.

"Jadi gimana? Bener ga kataku tadi?"

"Hmmm.. Iya juga ya.. Aku juga sekarang bukan pacarnya. Dia ga selingkuhin aku sekarang. Tapi masa lalu. Itu kejadian di masa lalu. Terus kenapa aku harus marah? Kenapa aku bodoh banget gini ya? Ga seharusnya aku marah dan pergi. Ga seharusnya aku nangisin dia. Kami memang sudah ga ada hubungan.. Buat apa aku marah-marah.. Haaaaah.. Bodoh kamu kira!" hati Kira yang sudah menyadari kebodohannya, membuat Kira memukul-mukul kepalanya dengan tangannya.

"Ra, gimana? Udah sadar?" Farid cekikikan di samping Kira.

"Haahahahaahah!" Kira justru tergelak tawa. Lalu berdiri mendekat ke danau. Farid ikut berdiri, berjalan mendekati Kira yang sudah ada di pinggir danau.

"Sudah ga sedih lagi?" tanya Farid.

Kira mengangguk

"Hmmm.. Aku bodoh, ya! Hahahaahahah" Kira tergelak tawa.

"Hahahah!" Farid juga tertawa. "Kalau kau tak bodoh, tadi harusnya kau pilih aku, bukan suamimu di hall kampus! Hahahaha" Farid tergelak tawa lagi setelah menyelesaikan kata-katanya.

Kira hanya geleng-geleng kepala dan memandang ke danau.

"Tertawalah sampai puas! Hah!" Kira menyindir Farid.

"Oke.. Oke.. Sorry.. Aku ga tahan menahan tawa. Tapi, mau sampai jam berapa kamu di sini?" tanya Farid.

"Hmm.. Jam berapa sekarang?"

"Jam setengah dua belas malam!" Farid bicara sambil menunjukkan jam tangannya.

"Haaaaah.. Mati aku! Aku pulang dulu, lah!" Kira berbalik arah hendak keluar dari taman. Tapi, langkahnya terhenti melihat sosok yang sudah ada di sana dan mengamatinya.

"Sudah puas bertemu dengan kekasihmu di sini?"