Zahal terkejut mendengar suara Masriz menggema.
Zahal : "Kemampuannya Intimidasi. Tapi bisa menimbulkan suara menggema seperti itu, Intelektualnya benar-benar pada tingkat yang berbeda dibanding Calon Dewa lain..."
Zahal semakin menjauh dari posisi Masriz.
Tanah disekitar pijakan Masriz bergetar hebat.
Masriz : "Bocah itu masih berani melawan setelah diintimidasi. Memang sudah nggak cocok dipanggil Bayi... Berkembang, hahahaha"
Zahal rupanya mendengar kata-kata Masriz dari jarak sejauh itu.
Zahal : "Pak tua sialan... Bisa-bisanya masih meremehkanku... hehehe"
Tanah disekitar Masriz terbelah dan runtuh dengan cepat. Masriz terbawa reruntuhan kedalam tanah.
Masriz : "Menganggapku tua hanya dengan getaran seperti ini? Amatiran sepertimu bisa sok jago juga."
Pandangan mata Masriz mulai tajam dan dingin. Ia melangkah ringan ditengah cepatnya tanah yang terperosok kedalam tanah tanpa mempengaruhi keseimbangan tubuhnya.
Ia melangkah diantara tanah padat yang longsor dan naik perlahan-lahan ke permukaan.
Zahal sepertinya terganggu dengan Intimidasi Masriz yang terpusat kepadanya.
Pemuda berjaket kulit hitam terbuka hingga terlihat kaos berbahan tebal didalamnya itu berhenti dan bersandar disebuah pohon.
Tak biasanya detak jantungnya begitu kencang. Titik-titik keringat dingin keluar perlahan-lahan.
Zahal : "Kesan mengerikan. Padahal aku sudah mundur sejauh mungkin dari posisinya..."
Ia melihat tangan kirinya bergetar pelan.
Zahal : "H..ha... hahaha... Seru! Aku... aku tak bisa main-main sekarang..."
Zahal : 'Dingin, Sesak, Hei-hei-hei... Ayolah, bukannya kemampuanku Manipulasi? Kenapa kali ini sulit sekali mengendalikan bahkan tubuhku sendiri?'
Ia memegang & menggenggam tangan kirinya yang getarannya tak mau berhenti juga.
Angin berhembus perlahan disisi telinga kanannya.
"Kau merasa ketakutan, Bocah..."
Bisikan yang tipis namun dingin dan menusuk. Suara Masriz yang lirih namun menelusup dalam jiwa itu membuat Zahal merinding.
"Semakin kuat perlawananmu terhadapku. Semakin besar rasa takut yang akan kau rasakan. Berhenti sekarang juga atau kau akan Menggila..."
Suara Masriz perlahan berubah menjadi parau, serak, dan menakutkan.
Zahal terkejut dan melesat menjauh semakin cepat.
Tanah disekitar Masriz tak lagi bergetar.
Begitu pula Monitor di ruang Pengawas Louise Castle mendadak mati satu persatu.
Para Moderator terkejut dan berdebat satu dengan lainnya sementara Juan mengamati sambil memperhatikan Monitor-monitor yang perlahan mati satu persatu.
Zahal tak menoleh ke belakang sedikitpun.
Zahal : "Orang ini keras kepala sekali... Hah.. hah.."
"Jika aku sampai kehilangan ketenanganku, Energiku akan sangat cepat terkuras.
Kemampuan 'Intimidation' bisa mengacaukan konsentrasi dan otomatis mengganggu pola serang lawan."
"Benar-benar kemampuan yang cocok untuk berhadapan dengan kemampuan tipe Psikologi dan Manipulasi yang mengandalkan Intelektual dan Konsentrasi sepertiku..."
Zahal berusaha mengatur nafasnya dan mengendalikan diri.
"Mau lari kemana, Bocah...?"
Suara Masriz yang lirih, dingin dan menusuk hati muncul dari arah belakang.
Rupanya tak sekedar suara, tangan kiri Masriz menembus dada kiri Zahal.
Zahal tak sempat terkejut, darah mengalir dari mulutnya : "Ugh..."
Masriz dengan tatapan dingin melihat Zahal : "Kombinasi kemampuan yang unik dari Gulungan yang kau kumpulkan. Membuatku berhasil membunuhmu, namun kau tetap hidup lagi ditempat lain.
Tempat dimana kau 'Simpan Posisi' sebelumnya."
Tubuh Zahal tergeletak dipelukan Masriz. Dalam wajah Zahal yang tergeletak, tersimpul senyum.
Masriz : "Sudahlah berhenti bermain-main dasar bocah."
Kembali ketempat terakhir Zahal melakukan 'Option', & 'Repetition'.
Zahal : "Untunglah aku sempat mendapatkan Reincarnation sebelum berhadapan dengan pak tua itu.
Benar-benar cocok sebagai ajang menguji kemampuan."
Zahal tersenyum dan bergerak menjauh dari posisi Masriz sekarang. Posisi ia berhasil membunuh Zahal sebelumnya.
Zahal : "Baiklah pak tua, sepertinya aku masih harus banyak melatih daya tahanku terhadap Intimidasimu...
Jika kita memaksa diri bertempur sekarang dan mati karena pertarungan yang hasilnya sudah bisa ditebak, itu membuat kita terlihat sebagai Calon Dewa yang konyol bukan?
Zahal melesat menjauh dari Padang Salju itu.
Zahal : "Secara Psikologis. Intimidasi itu menimbulkan dan memunculkan rasa takut kepermukaan hati.
Membuat otak dan hati secara refleks mensugesti seluruh tubuh untuk tidak bergerak & bertindak sembrono.
Lalu setelah Intimidasi berakhir. Akan ada efek jera yang membuat Object yang terkena efek tersebut lebih berhati-hati dalam bertindak setelahnya."
Zahal bergerak makin jauh. Disaat yang sama di Louise Castle, Monitor-monitor yang mati di ruang pengawasan kini kembali normal.
Juan : "Setelah kembali normal, didaerah bersalju itu tampak bekas pertarungan skala menengah... Calon Dewa seperti mereka benar-benar berbahaya untuk dihadapi."
Juan mengamati lebih jelas, sementara para Moderator memperhatikan perkembangan daerah lain dalam monitor tersebut.
Zahal : "Salah satu tujuanku menemuinya, si Pak tua Masriz itu, adalah menguji seluruh kemampuan yang kudapat dari Gulungan Undang-undang yang kumiliki.
Jika aku berhasil mengalahkannya, aku akan mendapatkan kemampuan yang luar biasa. Hahaha."
"Sayangnya, ternyata untuk melawannya aku perlu mendapatkan setidaknya tiga sampai empat Kemampuan dari Gulungan Undang-undang Dasar lagi selain yang sudah kumiliki sekarang..."
Zahal melayang rendah ke daratan yang lebih hangat. Tubuhnya gemetar dengan sendirinya.
Zahal : "Melawannya ditempat yang dingin, benar-benar skenario terburuk... Haha... Aku... Sial, efek Intimidasinya benar-benar buruk untuk Psikologis."
"Jika orang biasa terpapar Intimidasi sekuat itu pasti akan gila."
Zahal bersandar di pohon. Tubuhnya merinding, pandangannya nyaris kosong. Sesekali ia memejamkan mata agar bisa mempertahankan konsentrasinya.
Zahal : "Benar-benar butuh persiapan melawan pak tua itu."
Masriz membersihkan pakaiannya ditempat ia membunuh Zahal sebelumnya.
Masriz : "Pemuda yang hebat. Orang biasa kalau nggak mati ketakutan, pasti sudah gila terkena Intimidasi setingkat itu."
Masriz melanjutkan langkahnya dengan santai dan tenang.
Masriz : "Sudah lama sekali sejak terakhir kali merasakan pertarungan nyata. Ckckck, bajuku jadi kotor."
V02 Monopoly District, Kota Metropolitan yang suram dan dipehuni gedung-gedung dan bangunan tinggi, Escalator Horizontal dan Vertikal. Tempat Yoke berada.
Yoke : "Jadi aku harus bersama satu Grup dengan 'NPC' untuk menyelesaikan 'Quest' ini ya."
Dihadapannya ada kira-kira dua orang Dwarves, sedangkan seorang lagi dibelakangnya.
Yoke : "Verne, sekuat apa 'Boss' yang akan kita hadapi nantinya?"
Salah seorang Dwarves dengan zirah berduri dan sabuk berwarna Merah dihadapannya menoleh, langkah kecilnya yang cepat namun pendek membuat Yoke berhenti melangkah untuk mengimbanginya bergerak.
Verne : "Sangat kuat, yah para Dwarves pandai menciptakan senjata, namun tak mahir menggunakannya, huahahaha..."
Yoke : "Dwarves disini murah senyum ya, berbeda dari Mytologi ataupun Game dan Movie di Bumi."
Seorang Dwarves di sebelah Verne dengan sabuk berwarna Biru ikut menanggapi ucapan Yoke : "Ada juga yang seperti itu Yoke. Biasanya Dwarves tingkat 'Mentri' di V01 punya watak yang keras dan kaku, huihihihihi..."
Yoke : "Begitu ya Wicke, ada berapa keseluruhan 'District' di 'Negeri' ini?"
Dwarves lain yang berjalan dibelakang Yoke dengan sabuk berwarna Hijau langsung menyerobot pembicaraan : "ada 13 Distrik Yoke, dan yang terkuat adalah Distrik 13! Distrik Militer! Huehehehehe."
Wicke : "Hey Gimme, dia bertanya padaku, kau ini tidak sopan sekali, Huihihihihi."
Gimme : "Huehehehehehe...."
Yoke tersenyum hangat melihat tingkah mereka bertiga.
Stalactr Gleytser Area. Bongkahan es yang membatu berabad-abad membentuk rangkaian Pegunungan Es yang mengelilingi sebuah Danau Es. Disekitar Danau Es tersebut terdapat Hutan Cemara yang lebat dan dipenuhi Pohon yang tinggi.
Dari sudut pandang Masriz, didalam hutan terlihat beberapa titik cahaya tanda kehidupan.
Masriz : "Makin kesini hawa yang terbentuk semakin dingin dan ekstrim. Didalam Rangkaian Pegunungan Es itu terlihat Badai Salju yang cukup tebal."
Masriz melihat sekeliling : "Dalam cuaca seperti ini, tak ada tempat beristirahat, terlalu berbahaya untuk maju, dan terlalu jauh untuk kembali... Haduh-haduh..."
Kembali ke Aoryu Akagakure.
Waktu menunjukkan lewat tengah hari. Para Calon Dewa beristirahat, Soraya beristirahat disebuah kamar didalam bangunan milik Werewolves, dari luar terlihat bangunan itu adalah bangunan paling mewah di Aoryu Akagakure.
Rebella : "Bebek itu jago bernegosiasi, perasaan aku sampai didesa ini lebih dulu, eh malah dia yang enak-enakan tidur di Rumah Petinggi Desa!"
Rebella menggerutu di dalam kamar yang kondisinya berbeda jauh dari kamar yang ditempati Soraya untuk istirahat. Hanya ada tumpukan Jerami diatas dipan bambu. Sama seperti yang ditempati Calon Dewa lainnya, baik Naraka, Samarinda, maupun Bayi.
Bayi : "Pak tua berbadan kekar itu dikurung didalam kurungan, dan diikat oleh rantai yang juga hasil kreasi Soraya. Apa akan berhasil?"
Samarinda : "Entahlah Bocil, ini waktunya istirahat, berhentilah memikirkan hal tidak penting dan jangan ganggu aku!"
Bayi : "Nggak asyik ah!"
Bayi beranjak dari ranjangnya dan pergi keluar kamar. Sebelum keluar ia melihat Naraka memejamkan mata sambil menyandarkan tubuhnya didinding bambu didalam kamar yang sama dengannya dan Samarinda.
Bayi : "Om-om ini juga gampang banget kelelahan, Cepet tua sana om!"
Bayi keluar dengan cepat seolah menggoda Naraka yang sebetulnya terlelap kelelahan.
Bayi melihat Ruichi dan teman-temannya mengobrol, sepertinya ia tertarik dan mendekati mereka : "Hei Ruichi, lagi ngobrolin apa?"
Ruichi : "Kami lagi asyik-asyiknya ngobrolin kalian para Calon Dewa, Bayi!"
Bayi : "Wah, apa yang kalian bicarakan? Jangan-jangan kekuatan kami ya?! Hihihihi!"
Hoichi : "Aku ingin punya kekuatan seperti Soraya! Hebat sekali bisa mengendalikan apapun!"
Kenichi : "Saberio kuat juga, kalo dia nggak jahat pasti keren sekali kekuatannya!"
Bayi : "Kenapa nggak ada yang memperhatikanku!?"
Ruichi : "Kamu juga hebat Bayi! Aku ingin jadi sepertimu, walaupun masih kecil tapi berani dan kuat menahan Saberio!"
Bayi tertawa puas. Sepertinya pertempuran sengit hari ini sudah berakhir.