Saberio berada diatas angin.
Para Werewolves petarung tampaknya tidak mampu mengalahkannya.
"Aku tidak akan menyerah!"
Suara seekor Werewolves muda berseru dari belakang Saberio.
Saberio terdorong karena tendangan yang cukup kuat dari arah belakang sebelum sempat ia menoleh.
"Ugh... Bayi Werewolves! Beraninya!"
Saberio berdiri dan siap mengayunkan tangan kirinya.
"Tidak! Jangan! Awas Ruichi!"
Seekor Werewolves memanggil Werewolves muda yang menyerang Saberio barusan.
Sepertinya tidak ada harapan lagi. Saberio menghimpun tenaga beberapa detik dan mengayunkan tangan kirinya kearah Ruichi, Werewolves muda barusan.
Terjadi ledakan yang sangat kuat, jauh, dan dahsyat.
"Ckckck... Makhluk lemah hanya bisa menindas makhluk yang lebih lemah."
Sebuah suara muncul dibelakang Saberio.
Saberio menoleh dan terkejut.
Seorang gadis muda bertubuh mungil menggendong Ruichi.
"Cih! Siapa lagi!"
Saberio mengumpat, sepertinya kali ini ia merasa terganggu.
"Sepertinya sama sepertiku, kau adalah Calon Dewa yang dipilih dari Bumi"
Gadis itu menebak latar belakang Saberio.
"Huahaha... sepertinya kau lawan pertama untuk menguji kekuatanku gadis kecil!
JANGAN CEPAT MATI YA!"
Saberio dengan cepat mengayunkan tangan kirinya dan kembali terjadi ledakan dahsyat.
"Kau seperti orang gila yang mengamuk tak jelas. Dasar lemah..."
Gadis itu berhasil memprovokasi Saberio.
Saberio mengamuk dan mengayunkan kedua tangannya bergantian.
Kini ledakan bertubi-tubi terjadi beruntun.
"Hahh... hah... hahh..."
Saberio tampak kelelahan dan kehabisan nafas.
"Bagus, secepat ini aku bisa menemukan kelemahanmu dasar hewan lemah..."
Gadis itu kembali memprovokasi Saberio.
Tak ada satupun serangan Saberio yang berhasil mengenainya.
"Aku mempelajari penggunaan Gulungan Undang-Undang Dasar ini..."
Gadis itu berjalan dengan tenang disekitar Saberio.
"Pada awalnya kita bisa mengendalikan kemampuan yang kita pilih semaunya..."
Ia masih berjalan mengitari Saberio yang berlutut kelelahan. Saberio seolah tak sanggup berdiri dan bergerak sedikitpun.
"Tapi ternyata Konsekuensi yang kita dapat tidak dapat kita pilih dan kendalikan seenaknya...
Dan itu berlaku untukmu juga."
Gadis itu mengangkat dagu Saberio dan memandang matanya dengan tajam dan dingin.
"Kuberi kau kesempatan untuk mengasah 'Pisau Cukurmu'.
Setelah kau memiliki 'Pedang Pembunuh', datanglah kepadaku dan permalukan dirimu lagi dihadapan dunia..."
"Ingat, namaku adalah Rebella, pergilah sebagai Pengecut dan kembalilah nanti menantangku kembali sebagai Pecundang... Makhluk Lemah!"
Rebella, gadis mungil yang mempermainkan Saberio, memalingkan wajah Saberio dengan kasar.
Gadis mungil itu membantu mengangkat tubuh para Werewolves korban serangan Saberio dan memindahkan tubuh mereka ke Balai Desa.
Saberio tergeletak kelelahan. Tak ada satupun Werewolves yang berani menyentuh apalagi mengganggunya.
"Buang sampah itu pada tempatnya. Kalian berhak melakukannya."
Rebella menyeru para Werewolves yang melihat Saberio dari sekitar.
Beberapa mencoba memberanikan diri mendekati Saberio, beberapa mendorong temannya untuk mendekatinya.
Rebella rupanya melihat ketakutan dari para Werewolves dan mendekati Saberio.
Ditendangnya kuat-kuat tubuh besar dan kokoh itu hingga melayang jauh.
Sebelum jatuh ketanah, Rebella sudah berada diposisi kira-kira tubuh Saberio jatuh nantinya, lalu dengan gesit ditendangnya lagi menjauh dengan kuat.
Rebella kembali menolong kerumunan Werewolves yang terluka.
"Baiklah Werewolves! Mulai saat ini aku, Rebella, Calon Dewa...
Berjanji akan melindungi kalian dari Calon Dewa lain yang semena-mena dan menindas Werewolves diseluruh dunia!"
Werewolves bersorak gembira, kagum, dan bangga melihat sosok Rebella.
'Ini adalah langkah awal bagiku, Calon-calon Dewa bodoh tidak menyadari bahwa Politik dan Aliansi sangat mempengaruhi jalannya Kekuasaan & Pemerintahan.'
Rebella bergumam dalam hati sambil menolong para korban.
Beberapa puluh Kilometer dari tempat itu, Hutan dengan Pepohonan tinggi menjulang langit, Hutan Skyscratcher.
"Gila! Apa-apaan sih disana itu?
Benar, pasti terjadi pertarungan hebat disana.
Hebatnya Pohon-pohon disekitar sini kebal dengan ledakan sekuat itu!"
Juan melanjutkan langkahnya dengan berjalan diatas dahan besar di pohon yang sangat tinggi itu.
"ini pohon ketiga yang kulewati. Dan sepertinya aku sudah berjalan beberapa Kilometer.
Pohon-pohon ini besar & kokoh seperti gedung saja."
Juan meneliti pandangannya kearah sumber ledakan.
"Mungkin sekitar empat pohon lagi.
Disana itu pohon yang paling kecil diantara yang lainnya dan setelah itu tidak ada Pohon Raksasa seperti ini lagi."
Juan bergegas mempercepat langkahnya.
Sementara itu disebuah desa yang asri. Rumah-rumah sederhana dari bambu dan jerami tertata rapi.
Terdapat kolam air yang bening dan didalamnya terisi ikan-ikan yang cantik. Kolam air itu mengelilingi desa itu.
"Wah jadi ini desa para Kyuubi ya, nyonya Naruna?"
"Benar, kami para Kyuubi menyukai kedamaian."
Tamasha mengobrol dengan salah satu penghuni di rumah gubuk yang sederhana namun rapi itu.
"Tapi Macha, (panggilan Brunott terhadap Tamasha) kita nggak bisa sepenuhnya percaya dengan para Kyuubi ini.
Ingat di Bumi Kyuubi diindikasikan sebagai makhluk licik dan jahat."
Brunott berbisik kepada Tamasha.
"Sudahlah, aku adalah calon dewa dengan kemampuan yang tak kalah dengan mereka jika memang mereka berniat buruk.
Percayalah padaku!"
Tamasha membalas bisikan Brunott sambil memasang wajah ceria didepan Naruna, Kyuubi tua yang mengobrol dengan Tamasha.
"Ah iya nyonya Naruna, aku memohon kepadamu Informasi mengenai Gulungan Undang-Undang Dasar yang kalian ketahui disekitar sini."
Tamasha memasang wajah memelas.
Wajah yang digunakannya ketika mengaktifkan kemampuan 'Gratification' miliknya
"Gulungan Undang-Undang Dasar yang ada pada Klan kami direbut oleh seorang pria beberapa saat lalu."
Naruna memejamkan mata, mengingat dengan serius.
Tamasha menoleh kearah Brunott dan menatapnya sinis.
"Bukan aku yang melakukannya!"
Brunott mengelak dengan wajah serius.
"Pria itu bertubuh tinggi, berpakaian rapi, dan berhidung mancung..."
Naruna melanjutkan kata-katanya.
Tamasha kembali melirik Brunott dan memicingkan matanya lebih sinis.
"Kubilang bukan aku!!"
Brunott ngotot mengelak.
"Pria itu mencuri Gulungan Undang-Undang Dasar 'Creation' milik kami."
Tamasha yang sebelum-sebelumnya melirik Brunott dengan sinis kini menatapnya dengan lega.
"KAN SUDAH KUBILANG BUKAN AKU!!!"
Brunott ngegas...
"Mencuri Gulungan Undang-Undang semacam itu. Jika digunakan dengan ceroboh akan sangat berbahaya.
Ia bisa menjadi saingan yang sangat sulit!"
Tamasha bergumam, wajahnya menunjukkan kegugupan. Brunott menyikapinya dengan perasaan yang sama.