Chereads / How To Be a God / Chapter 9 - Zahal Sang Manipulator

Chapter 9 - Zahal Sang Manipulator

Tamasha : "Ada yang tidak beres dengan salah satu diantara Calon Dewa yang dipanggil oleh Doppelganger."

Brunott : "Apa maksudmu Macha?"

Tamasha : "Doppelganger memanggil 16 Calon Dewa.

Entah karena alasan apa, tapi ada salah satu Calon Dewa yang tidak ada disitu.

Kemungkinannya :

1. Doppelganger adalah salah satu dari Calon Dewa yang tidak ada disana

2. Doppelganger bekerjasama dengan salah satu Calon Dewa yang tidak ada disana

Terlalu awal untuk menyimpulkan segala sesuatunya sebelum kita berhasil mengetahui kemampuan masing-masing Calon Dewa."

Brunott : "Tidak rugi ikut denganmu Macha. Kau berpikir sejauh itu dalam permainan ini.

Calon Dewa yang sembrono dan asal bertarung bisa dengan mudah jatuh dan kalah jika berurusan dengan Calon Dewa yang mengandalkan Strategi."

Tamasha : "Tidak ada kesempatan untuk mundur jika ingin kembali ke Bumi. Dan untuk itu kita tidak bisa setengah-setengah dalam permainan ini."

Brunott : "Tapi dengan kemampuanmu bukankah bisa saja kau merebut seluruh Gulungan Undang-Undang Dasar milik mereka?

Sama seperti yang kau lakukan terhadapku?"

Tamasha : "Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi secara sempurna untuk melakukan hal itu. Dan aku tidak bisa menerangkannya kepadamu Brunott!"

Brunott mengangguk. Ia sadar bagaimanapun menjaga privasi dari kemampuan adalah salah satu strategi bertahan hidup dalam permainan ini.

Ditempat lain. Sebuah Istana diatas langit.

Zahal duduk diatas Singgasana ditengah ruangan mewah. Dihadapannya berdiri seorang Remaja cowok berpakaian kemeja putih formal lengkap dengan dasi panjang berwarna hitam dan celana hitam plus sabuk yang mengikat pinggang.

Zahal : "Aku sudah bisa mengumpulkan mereka semua, walaupun belum mengetahui dengan pasti masing-masing kemampuan mereka, Louise."

Moderator dengan pakaian rapi bernama Louise itu menjawab dengan ekspresi datar : "Tapi berkat kemampuan anda, anda bahkan memanipulasi sebuah Negara menjadi pulau dengan 7 unsur alam didalamnya. Sekaligus kemampuan CCTV, scan temperatur, dan penyadap suara."

Zahal : "Dari Gulungan Undang-Undang Dasar, aku bisa menebak seorang Calon Dewa yang tidak bisa kupanggil ketika aku Doppelganger muncul dihadapan mereka.

Ketika aku menggunakan Gulungan Undang-Undang Dasar untuk memanggil Calon Dewa pemilik kemampuannya dengan cepat, pemilik kemampuan 'Transparation' tidak bisa dideteksi dan tidak terpanggil untuk berkumpul sedikitpun."

Louise : "Tapi sepak terjang anda yang baru beberapa saat disini bisa membuat saya yakin bahwa tak lama lagi anda akan menyelesaikan semuanya, Tuan Zahal."

Zahal : "Belum, ini baru dimulai Louise.

Mereka belum mengenal lawan mereka sehingga mereka lengah.

Sekarang perlahan-lahan mereka akan mengetahui bahwa permainan ini bukan permainan asal-asalan dan setelah ini mereka akan lebih hati-hati dalam menggunakan kemampuan mereka."

Louise : "Anda benar tuan."

Zahal mengangguk mengisyaratkan Louise untuk pergi meninggalkannya.

Di desa para Werewolves Juan masih berkeliling dan mengamati para Werewolves membangun desa dan membantu teman mereka yang membutuhkan pertolongan medis.

"Satu-satunya manusia yang mungkin adalah Calon Dewa barusan tiba-tiba menghilang.

Jika aku tidak segera menemukan Calon Dewa lain, bisa-bisa aku terlambat mengamati kemampuan mereka dan sulit mencari saat lengah mereka."

Juan bingung memutuskan untuk tetap disitu atau berkeliling.

"Ah biarlah. Aku akan tinggal disini sementara waktu.

Makan, Tidur, pokoknya hidup disini beberapa saat."

Juan menghempaskan tubuhnya kearah dipan bambu buatan tangan milik para Werewolves.

Kembali ke keributan di suatu pulau terpencil. Para Calon Dewa bertemu dengan lawan-lawan tangguh dengan berbagai kemampuan yang merepotkan mereka.

"Akhirnya bisa ketemu disini, Yoke!"

Seorang Calon Dewa dengan pakaian Sporty serba hitam berdiri didepan Naraka. Ia seolah mengabaikan kehadiran Naraka.

"Aku bosan bertemu kamu, Masriz..."

Calon Dewa yang berpakaian sporty ternyata bernama Masriz, sedangkan Calon Dewa yang dimaksud bernama Yoke adalah pria dengan pakaian religi serba putih dengan Sarung dan berdiri beberapa puluh meter dihadapan Masriz.

Naraka : "Hey-hey... aku masih disini!"

Masriz mendadak terdiam, suasana dan tekanan udara disekitar daerah tersebut menjadi sangat pekat dan penuh tekanan.

Masriz : "Pergi dan jangan ganggu kami!"

Dengan wajah dingin dan tatapan penuh ambisi Masriz mengeluarkan aura meluap-luap yang menguatkan kesan mengerikan didaerah tersebut.

Naraka terpaku, terkejut, gugup, tak mampu menjawab apalagi melawan.

Ia berlutut tanpa sadar dengan wajah pucat pasi seperti melihat Malaikat Maut, Tatapan Mata Masriz masih menyerangnya dan memberikan dampak signifikan terhadap mentalnya.

Naraka berkeringat, bergetar, sebisa mungkin mencoba untuk segera mundur sejauh-jauhnya.

Yoke : "Sudahlah... berhenti ketakutan dan tinggalkan dia. Dia memang menyebalkan."

Suara Calon Dewa bernama Yoke itu melenyapkan ketakutan Naraka dan memperbaiki kondisi hatinya. Seketika rasa ngeri membuat Naraka berdiri dan bergerak menjauh secepat mungkin.

Naraka : 'Gila! Apa-apaan barusan itu?!

Aku merasa seolah pria yang dipanggil Masriz tadi benar-benar mengerikan, sangat kuat, dan tak mungkin dikalahkan!

Sebaliknya, pria dihadapannya yang bernama Yoke terkesan satu-satunya pria yang bisa mengalahkannya!

Calon Dewa disini benar-benar tak bisa diremehkan!'

Naraka bergerak sangat cepat hingga akhirnya terlalu jauh menghilang dari pandangan.

Masriz : "Akhirnya kita berdua disini."

Yoke : "..."

Masriz : "Aku nggak tahu apa kemampuanmu, tapi apapun itu aku percaya bahwa kamu adalah lawan terkuatku disini."

Yoke : "Buang-buang waktu..."

Masriz : "Sudah lama sekali Yok."

Yoke : "Hentikan basa-basi ini, aku akan pergi..."

Yoke berpaling, sebelum beranjak ternyata Masriz menarik tangannya dan mencegahnya untuk pergi.

Kembali ke tepi pantai dimana Saberio berhasil merusak dan menghancurkan area yang sangat luas dengan daya hancur yang luar biasa.

Saberio : "jadi kau yang bertahan disini kakek tua!"

Kakek tua bertubuh tegap dengan baju dinas militer itu memasang raut wajah tegas dan kaku.

"Jaga bicaramu Bocah! Namaku Surya dan seranganmu tidak terasa bagiku yang memiliki kemampuan 'Reduction'!"

Kakek tua bertubuh tegap dan kokoh bernama Surya itu benar-benar tidak tergores dan bergeming sedikitpun.

Saberio : "Omong kosong!"

Saberio melesat dengan cepat.

Tangannya mengepal kuat, seluruh ototnya mengeras melebihi batas. Diayunkan lengan, bahu, dan pinggulnya sekuat tenaga.

'Buak!'

Kepalan tangan kanan Saberio yang cepat dan kuat ditahan oleh jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri Surya.

Surya : "Apa yang kau lakukan bocah?"

Saberio melongo, tak sanggup berkata-kata.

Dibalik wajah dan penampilan garangnya, serangan lemah barusan membuat raut wajahnya melemah.

Surya : "Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku bocah? kau tuli atau bisu hah?

Gahahahahahaha!"

Kakek tua bertubuh kekar yang memegang kepalan tangan kanan Saberio dengan tangan kirinya itu melempar Saberio dengan kuat.

Membuatnya terlempar kearah gunung ditengah pulau itu.

"Kau sepertinya sangat tangguh tuan..."

Seorang pria dengan suara yang rendah mengejutkan Surya.

Surya : "Siapa kau bocah?"

Di belakang Surya. Sosok pria bertubuh tinggi, besar, kokoh, berbulu lebat, berkulit hitam legam. Matanya besar dan fokus, alisnya tebal dengan bulu mata yang lentik, bibirnya tebal kemerahan.

"Namaku Mamba, sepertinya ini adalah akhir dari hidupmu pak..."

Mamba menjabat tangan Surya.

Seketika tubuh Surya bergetar, pandangannya perlahan kabur, ia tak sanggup mengumpulkan kekuatannya sedikitpun. Kesadarannya perlahan hilang.