Di saat beberapa orang tertawa, beberapa orang yang lain memandang Biru dengan rasa kasihan. Mereka menganggap apa yang telah di lakukan Torin dan anak buahnya itu sudah keterlaluan, ada begitu banyak bangku di sekitar mereka, kenapa mereka harus merebut bahkan memukul seorang anak kecil?.
Mereka memang suka menggertak murid yang lebih lemah, selama ini kelakuan mereka sudah seperti preman di perguruan Elang Putih. Apa lagi saat ini Bos mereka berhasil memenangkan pertandingan. Setelah ini para pengacau itu pasti akan semakin merajalela.
Biru yang sedang menundukkan kepalanya tiba-tiba mengeluarkan hawa dingin yang mencekam. Membuat suasana musim panas seketika berubah seperti musim dingin, beberapa orang bahkan menggigil.
Secara perlahan tubuh Biru yang tadinya miring karena tamparan kembali lurus ke posisi duduknya yang semula. Kepalanya terangkat tinggi melihat lurus ke arah Torin, sehingga terlihat pipi kiri yang semula sudah bengkak menjadi lebih merah dan berbekas jari. Di sudut mulut gadis itu bahkan mengeluarkan sedikit darah.
Sorot matanya yang tajam dan dingin membuat pemuda kekar itu terkejut. Tidak ada rasa takut yang terlihat di dalam matanya. Biru bangkit dari kursi dan berdiri berhadapan dengan Torin, ukuran tubuh dan tinggi badan yang terlalu jauh berbeda membuatnya terlihat seperti anak kecil.
Torin membuka mulutnya untuk mengatakan kata kasar berikutnya, tapi belum sempat dia mengucapkan apa pun Biru sudah melayangkan pukulan tangan kirinya tepat ke pipi Torin.
Pukulan yang kuat dan mendadak ini membuat tubuh besar Torin terpental hingga beberapa meter. Sebelum berhenti mencium tanah, tubuhnya sempat menghantam beberapa kursi di sepanjang jalur. Beberapa orang di sekitarnya nyaris tertabrak saat dia terpental, tapi untungnya mereka berhasil menghindar tepat waktu.
Pemuda kekar itu pingsan dengan tubuh tertelungkup dan tertutup beberapa patahan kursi. Tanpa mengubah ekspresinya Biru berjalan menjauh dari tempat kejadian, meninggalkan kekacauan di belakangnya.
Setelah beberapa lama gadis itu pergi meninggalkan tempat, suasana di aula pertandingan masih belum kembali seperti sedia kala. Semua orang terdiam dalam kebingungan melihat kejadian di hadapan mereka saat ini.
Mereka ragu apa yang baru saja mereka saksikan adalah nyata dan bukanlah ilusi. Kalau tidak, bagaimana caranya menjelaskan kejadian ini?. Bagaimana mungkin juara pertandingan kali ini yang terkenal dengan kekuatannya bisa di terbangkan seperti layangan hanya dalam sekali pukul. Apakah otot-ototnya itu hanya untuk pajangan?.
"Ehm.. apa yang sudah terjadi ini?" seorang pemuda dengan rambut di kuncir kuda memecahkan kesunyian. Pemuda itu menoleh ke teman di sekitarnya tapi temannya itu masih diam saja.
"Apa ini mimpi?, biar aku cubit"
"Awww.. kalau mau cubit, cubit kulitmu sendiri"
"Hei diamlah, kenapa kalian begitu berisik?"
"Tak adakah yang bisa menjelaskan?"
"Mung_kin Kakak Torin masih kelelahan setelah pertarungan sebelumnya. Karena itu dia mudah terpeleset dan jatuh" kata si gundul.
"Haha, ku rasa juga begitu" temannya membela.
"....."
Meskipun tidak ada yang membantah perkataan anak buah Torin, orang-orang yang hadir merasa ragu dengan alasan yang dikemukakan mereka. Pada saat si kekar turun dari panggung, dia dalam keadaan yang sehat dan bugar. Dia tidak kelihatan sedang kelelahan. Apalagi kekuatan Torin sudah terkenal di perguruan, meskipun benar kalau dia kelelahan tetap tidak mungkin dia bisa di kalahkan semudah ini.
Tapi yang membuat mereka lebih bingung adalah orang yang telah berhasil mengalahkan si kekar saat ini. Dia adalah si lemah yang sudah di kalahkan tiga kali di panggung oleh murid-murid yang tak se level dengan Torin. Pada saat pertandingan tadi, remaja bertubuh kecil itu bahkan tidak bisa melawan sedikitpun. Lalu apa yang terjadi sekarang?, kenapa tangan kecilnya sanggup melemparkan tubuh besar Torin yang bahkan tidak sanggup mereka kalahkan? sebenarnya siapa yang lemah dan siapa yang kuat? mereka bingung.
Di dalam hati mereka sebenarnya merasa senang melihat si kekar mendapatkan kemalangan. Mereka sudah lama merasa kesal dengan semua kelakuan para preman itu, hanya saja mereka terlalu malas untuk meladeninya.
Seorang pemuda berambut panjang maju dari kerumunan.
"Apakah hal itu penting sekarang?, bukannya seharusnya sekarang kalian berlima membawa Bos kalian ke klinik?"
Seolah seperti tersadarkan para pemuda itu bergegas menghampiri Torin yang masih pingsan di tempat yang sama.
Apa yang terjadi di ruang tunggu, tidak luput dari pengawasan orang-orang yang duduk di paviliun. Mereka menyaksikan dari awal sampai akhir kejadian yang mengejutkan ini, karena pada saat itu mereka sedang membicarakan dan juga memperhatikan sang pemenang yang baru saja turun dari panggung.
Suasana di paviliun sangat canggung. Para guru merasa malu, karena hal itu terjadi di depan tamu penting dan terhormat seperti Guru Go, yang adalah seorang guru kerajaan.
"Hahahahaha" Guru Go tertawa sopan, sambil menyentuh jenggotnya dia coba mencairkan suasana "Sudah ku duga murid-murid Elang Putih memang sangat menarik"
"Ehem, ehem. Maaf karena telah memperlihatkan kejadian yang sangat memalukan tadi" kata Guru Yon.
"Tidak masalah, tidak masalah. Sebenarnya aku malah merasa terhibur" kata Guru Go menggerak-gerakkan tangannya.
"Pertandingan hari ini sungguh menarik, bukankah begitu anak muda?" Guru Go melirik ke belakang. Pemuda berbaju putih dan bertopeng yang di tanya Guru Go masih berdiri lurus, dan tidak menjawab.
Sementara itu, Biru yang sudah membuat suasana jadi kacau saat ini ada di dalam kamarnya. Di depan cermin dia sedang mengoleskan salep di atas luka dan memar di wajahnya.
Biru mengumpat beberapa kali saat dia merasakan sakit di wajah dan tubuhnya. Pertandingan sudah selesai tapi mengapa dia masih juga menerima pukulan?.
Yang terjadi di ruang tunggu di luar rencananya. Tadinya dia berencana mengalah dan menyerahkan kursi yang di pakainya, siapa yang menyangka kalau dia akan di pukul sebelum itu.
Penyebap kenapa dia membalas tamparan Torin adalah, karena saat di tampar Biru tanpa sengaja membangkitkan kenangan yang mati-matian ingin di lupakannya.
Dalam kehidupannya sebelumnya dia pernah menerima undangan pesta dari sebuah keluarga bangsawan. Karena undangan itu di berikan oleh orang yang di kenalnya, Biru bersedia datang. Dia tidak tahu kalau ternyata itu adalah jebakan yang di persiapkan oleh Marlin, orang yang menjadi saingan cintanya.
Di depan seluruh tamu undangan yang hadir, Biru di tampar dan dipermalukan oleh orang-orangnya Marlin. Sejak saat itu Biru jadi trauma dan merasa takut menghadiri pesta lagi.
Itu sebabnya Biru tidak bisa mengendalikan dirinya saat di tampar Torin. Untungnya di saat-saat terakhir Biru masih bisa mendapatkan sedikit kesadaran, sehingga dia merubah pukulannya menjadi pukulan tangan kiri. Kalau hari ini dia memukul si kekar dengan tangan kanannya mungkin pemuda itu bukan hanya akan pingsan.