Pagi ke esokan harinya, matahari baru saja terbit saat Biru bangun dengan segar.
Karena pekerjaannya sebagai prajurit di masa lalu gadis itu sudah terbiasa bangun pagi-pagi sekali, bahkan saat itu sering kali dia harus rela tidak tidur sepanjang malam, demi menjalankan tugas.
Mungkin karena sudah menemukan solusi yang tepat tentang masalah keuangannya, dia jadi lebih bersemangat menjalani hari ini.
Gadis itu sudah tidak sabar ingin segera pergi ke pertambangan untuk mengambil batu permata itu, tapi dia sadar dia tidak boleh terburu-buru, kalau tidak pasti akan ada orang yang curiga kepadanya. Kalau sampai ketahuan maka semua yang telah dia rencanakan akan berantakan.
Hal yang lebih dia takutkan adalah jika sampai ada yang tahu tentang permata yang ada di sana, maka perang saudara akan kembali terjadi hanya untuk memperebutkan tambang permata itu.
Masih ada tiga jam sebelum ujian di mulai, Biru bingung harus melakukan apa untuk menghabiskan waktu. Akhirnya Biru memutuskan untuk pergi ke hutan terdekat untuk berlatih sebentar.
Biru mengganti pakaian tidurnya dengan baju latihan, lalu dia mengikat rambut panjangnya ke atas seperti biasa. Gadis itu kemudian keluar dari asrama dan berlari menuju hutan yang tidak jauh dari asrama tempat dia tinggal.
Setelah terlahir kembali Biru tidak tahu bagaimana keadaan fisik dan kemampuannya saat ini. Kalau sama seperti di masa lalu, pada saat ini Biru baru saja berhasil menghafal dan mempraktekkan "pukulan seribu bentuk" yang di ajarkan oleh gurunya dengan sempurna.
Tapi karena pikirannya yang bodoh pada saat itu, Biru sudah menganggap bahwa kemampuannya sangat luar biasa. Padahal menghafalkan gerakan adalah kemampuan dasar, masih butuh waktu bertahun lamanya untuk melatih semua gerakan bela dirinya agar mencapai kekuatan yang maksimal.
Udara pagi hari begitu segar, sangat sesuai untuk berolahraga dan berlatih. Biru terus berlari sambil mendengarkan kicauan burung di hutan.
Gadis itu berhenti di depan sebuah pohon sebesar dua kali orang dewasa, pohon itu sangat tinggi dan daunnya sangat rindang. Dia sengaja mencari tempat yang paling jarang di datangi oleh penduduk sebagai tempat latihan, agar tidak mengganggu siapa pun. Dia mengamati pohon besar di hadapannya itu sebentar sambil merenung.
Kalau kemampuannya masih sama seperti sebelum dia mati, maka dia sanggup untuk membuat pohon besar ini berlubang atau hancur hanya dengan satu kali pukulan.
Biru penasaran apa yang akan terjadi pada pohon ini, jika dia memukulnya sekuat tenaga dengan tubuhnya yang sekarang. Meskipun gadis itu sudah bisa menebaknya, tapi dia tidak dapat menghentikan rasa penasarannya.
Setelah itu dia melayangkan pukulannya ke batang pohon yang ada di depannya. Di amatinya perubahan yang terjadi batang yang tadi di pukulnya.Tidak ada yang terjadi, pohon itu hanya bergetar sedikit dan menjatuhkan beberapa daunnya saja.
Biru tertawa pelan "Memang apa yang aku harapkan?" gadis itu berbalik ingin pergi, tapi sesaat kemudian dia kembali untuk melayangkan pukulan dan juga tendangan pada batang pohon itu beberapa kali.
Dengan nafas terengah-engah dia berkata "Sepertinya aku harus mencari pohon yang lebih kecil".
Biru berbalik untuk mencari sasaran yang lain, saat tiba-tiba dia mendengar suara keras benda terjatuh di belakangnya. Gadis itu mencari kearah asal dari suara tersebut.
Matanya terbelalak dan mulutnya terbuka, begitu dia melihat dari mana suara keras itu berasal. Ternyata pohon yang dia pukuli dan tendang tadi patah menjadi dua. Tepat di batang yang dia tendang dan pukul terdapat beberapa bekas, batang itu menjadi sangat rapuh seperti baru saja di tumbuk berulang kali dengan palu berukuran besar.
Sesaat kemudian dia tertawa senang dan melompat seperti anak kecil "Aku berhasil, aku berhasil... "
Dengan kedua tangan seketika Biru menutupi mulutnya. Dengan cemas dia celingukan melihat ke sekitarnya.
"Tidak ada orang yang lihat kan?"
Gadis itu takut ada yang melihat apa yang baru saja dia lakukan, bisa gawat kalau sampai ada yang mencurigainya. Karena tidak mungkin bagi seorang murid kelas dua bisa menghancurkan pohon sebesar itu hanya dengan beberapa pukulan. Dia pasti juga akan kesulitan untuk menjelaskannya, apa bila ada yang bertanya nanti.
Gadis itu kemudian berlari menjauh dari tempat itu, dia harus segera pergi sebelum ada yang datang ke sana karena penasaran mendengar suara keras yang tadi di timbulkannya.
Sambil berlari menuju asrama, Biru tak lupa meraih buah-buahan liar yang dia temukan di sepanjang jalan untuk mengisi perutnya. Dia tidak tahu entah karena dia terlalu bersemangat, atau karena tenaganya terkuras untuk menghajar batang pohon tadi, tiba-tiba saja perutnya terasa sangat lapar.
Saat sedang berlari mata gadis itu menangkap buah apel liar di sisi kanannya, di banding buah yang lain buah yang ini memiliki ukuran yang besar dan sedikit berwarna kemerahan. Gadis itu menelan ludahnya. Dia hampir ngiler karena melihat buah yang menggoda itu, sayang sekali apel itu terletak di puncak pohon yang paling tinggi.
Biru merasa malas untuk memanjat. Dia sudah hampir menyerah dan pergi meninggalkan pohon apel, tapi begitu dia melihat batu kecil di bawah pohon, dia memutuskan untuk mencoba mengambil buah apel menggunakan cara yang dia ingat pada kehidupan sebelumnya.
Di ambilnya batu kecil itu lalu menempatkannya di antara ibu jari dan jari telunjuknya, dia berkonsentrasi sebentar lalu menyentil batu itu keatas. Batu itu tepat mengenai gagang buah, sesaat kemudian apel itu meluncur ke bawah tanpa gangguan.
Melihat apel yang ranum di telapak tangannya Biru tersenyum lebar. Ternyata kemampuannya masih ada, meskipun saat ini dia masih lebih lemah dari pada sebelumnya, tapi dia percaya masalah ini bisa dia atasi dengan terus melatihnya setiap hari.
Setelah memakan lima buah apel dan merasa kenyang, gadis itu kembali berlari. Beberapa saat kemudian Biru sudah sampai di pintu asrama. Pada saat itu beberapa murid sudah mulai beraktifitas, ada beberapa yang melakukan pemanasan, dan beberapa hanya mengobrol sesama mereka sendiri.