Pada saat Biru sampai di asrama kebetulan sudah tiba saatnya makan malam, karena perutnya sudah menyatakan protes, tanpa sedikitpun menunda gadis itu segera pergi ke ruang makan.
Biru memilih duduk di kursi paling sudut, setelah mengambil makanannya gadis itu mulai makan. Di lihat dari cara makannya gadis itu terlihat sangat rakus, seperti orang yang sudah tidak makan selama berhari-hari. Baru saja dia memasukkan nasi ke dalam mulutnya dan belum sempat menelannya tapi dia sudah memasukkan makanan yang berikutnya.
Seandainya saat ini ada seseorang yang mengatakan bahwa Biru adalah seorang gadis, pasti orang yang mendengarnya hanya akan tertawa dan tidak percaya, karena sama sekali tidak terlihat ke anggunan dari cara Biru makan saat ini. Dari sudut pandang orang lain, cara gadis itu makan saat ini lebih mirip seperti preman pasar.
Tidak ada seorang pun yang tahu kalau selama bertahun-tahun sejak Biru mengenal Pangeran ke dua, gadis itu tidak pernah berani makan terlalu banyak. Biru bahkan tidak pernah merasakan makan dengan kenyang, alasannya adalah karena dia takut akan menjadi gemuk. Gadis itu takut kalau pangeran akan jijik dan tidak mau melihatnya lagi karena dia berubah jadi gemuk.
Karena itu saat ini Biru ingin makan sekenyang mungkin, seolah ingin mengganti kekurangan makannya selama waktu itu. Itu memang benar tapi alasan selanjutnya adalah karena dia sangat merindukan rasa masakan di sini.
Semua makanan yang di sajikan di istana memang lezat dan juga mewah, tapi hanya seperti itu saja. Sama sekali tidak ada rasa kekeluargaan di dalam makanan itu, membuatnya merasa selalu ada yang kurang di dalam hatinya.
Saat ini dia merasa masakan yang di sajikan di asrama adalah yang terlezat, dia bahkan tidak perduli meskipun dia akan berubah jadi sebesar gajah baginya tidak akan jadi masalah, paling-paling dia hanya akan merasa tubuhnya jadi semakin berat saja. Biru tidak merasa hawatir sama sekali karena saat ini dia sudah tidak lagi berharap akan di cintai oleh pangeran kedua lagi, dia malah sebisa mungkin ingin menghindar dari bertemu dengannya.
Biru sudah tidak membenci pria itu, dia juga tidak ingin membalas dendam. Gadis itu tidak ingin terlalu terjebak dengan masa lalunya sehingga mengacaukan kehidupan masa kininya. Untuk sekarang gadis itu hanya ingin menjalani hidupnya dengan tenang bersama guru dan saudaranya di perguruan ini.
Biru sadar sejak saat dirinya mulai makan, dia sudah di kelilingi dengan tatapan dari teman-temannya. Ada yang melihatnya dengan heran, ada yang melihatnya dengan jijik, tapi ada juga yang melihatnya sambil tertawa karena berpikir kalau cara makannya sangat lucu.
Biru tidak perduli dengan semua jenis tatapan yang di terimanya, dia bahkan bersikap seolah tidak melihat dan tidak tahu ada yang memperhatikannya, dengan santai dia melanjutkan makannya dengan tenang hingga perutnya terisi penuh.
Makanan di piringnya sudah hampir habis tapi saat ini dia baru ingat kalau dia belum mengambil minuman. Makanan yang baru saja di kunyahnya masih tersangkut di tenggorokan dan dia kesulitan menelannya.
Tiba-tiba ada seseorang yang menjulurkan gelas berisi penuh air di hadapannya, dia sangat bersukur akan hal itu dan diam-diam berterima kasih pada dermawannya di dalam hati. Tanpa melihat siapa orang yang memberikan air itu Biru langsung menenggak air di dalam gelas sampai habis.
"Terima kasih" ucapnya sambil mengangkat kepalanya. Tapi begitu dia melihat siapa orang yang memberikan minuman itu tiba-tiba saja dia tersedak oleh air yang belum sepenuhnya dia telan.
Orang yang memberikan air itu adalah Guru Yon. Saat ini pria di hadapannya masih mengenakan pakaian hitam seperti yang dia lihat tadi pagi, tapi tatapan tajamnya membuat Biru merasa seperti kembali menjadi anak kecil yang sedang di marahi.
"Uhuk.. uhuk, Guru... selamat malam Guru. Apa Guru sudah makan malam"
Tiba-tiba Biru merasa bahwa dia baru saja mengatakan sesuatu yang bodoh. Semua orang tahu Guru Yon adalah seseorang yang sangat disiplin, baik untuk makan maupun untuk pekerjaan yang lain dia selalu melakukannya menurut jadwal yang ada. Tapi kata-kata itu sudah terlanjur di ucapkan, membuat Biru bingung harus mengatakan apa lagi.
Gadis itu menoleh pada Rudd yang berdiri di belakang guru untuk meminta pertolongan, tapi saat ini pemuda itu sedang menutup wajahnya dengan satu tangan seolah menyesali pertanyaan bodoh yang baru saja di ucapkan gadis di depannya.
Melihat tak ada gunanya memohon pada saudaranya, Biru kembali melihat gurunya yang masih me melototinya dengan diam. Gadis itu menebak-nebak apa yang akan di katakan oleh gurunya, dia bahkan juga menebak kalau gurunya akan memberinya hukuman saat ini juga, tapi apa yang keluar dari mulut gurunya sangat berbeda dengan apa yang di pikirkannya.
"Besok saat ujian kau tidak boleh terlambat" lalu Guru Yon berbalik dan pergi dari ruang makan para murid, di ikuti oleh Rudd putranya.
Guru mengatakan dia tidak boleh terlambat di hari ujian besok. Sekilas kata-kata Guru Yon terdengar seperti perkataan biasa kepada muridnya, tapi Biru tahu kalau ini bukan hanya perintah tapi ini juga merupakan peringatan. Kalau dia berani membolos dan tidak datang saat ujian besok, entah hukuman jenis apa yang akan di berikan padanya, yang jelas dia pasti akan menyesalinya.
Gadis itu menghela nafas tanpa daya.
Setelah kembali ke kamarnya, Biru segera mengganti pakaiannya. Gadis itu melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur dan berbaring terlentang. Dia sedang memikirkan perkataan gurunya.
Guru sudah memberikannya perintah sudah pasti dia harus datang. Walau pun sejak awal Biru memang berniat untuk hadir dan mengikuti ujian tahunan besok, tapi saat ini di benar-benar takkan bisa menghindar lagi.
Gadis itu sedang mengingat-ingat lagi kehidupannya dulu. Pada waktu itu apa yang dia lakukan?, apakah dia datang ke ujian atau tidak?. Setelah dia berpikir beberapa menit Biru akhirnya menyerah, dia tidak bisa ingat dengan jelas apa yang terjadi pada waktu itu.
Ternyata dia tidak bisa mengingat semua hal yang terjadi di masa lalunya, mungkin karena itu hanya kejadian kecil dan tidak penting, tapi mungkin juga karena kesalahan otaknya.