Chereads / KISS NOTE : WINNER (Indonesian Version) / Chapter 12 - BAB 10 (Bagian Pertama)

Chapter 12 - BAB 10 (Bagian Pertama)

Yoon Eunsoo

Aku tengah senyum-senyum sendiri saat ini, hembusan angin pelan yang menyapu wajahku dengan halus membuat senyumku semakin mengembang. Sepertinya. Kenapa aku bisa seperti ini? Karena aku sedang mengingat dan mengulang kejadian yang terjadi di Raja Ampat, Indonesia beberapa waktu lalu dalam ingatanku. Aku tidak menyangka saran yang diberikan psikiater Lee sangat berguna.

Sikap Kwon Taehyun sangat berbeda setelah aku menggunakan saran psikiater Lee jika dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya. Seperti orang yang memiliki kepribadian ganda. Semakin mengenalnya aku semakin penasaran. Psikiater Lee memang hebat, dia sangat mengerti kelebihan dan kekurangan sahabatnya sendiri. Mungkinkah aku telah jatuh cinta?

Ini adalah hari ke sepuluh aku berada di kediaman keluarga Kwon. Sang kepala keluarga tidak mengizinkanku pulang kerumah sekembalinya dari Raja Ampat. Beliau ingin aku mulai belajar menjadi menantu keluarga ini. Sekali lagi aku tidak mengerti kenapa aku merasa senang dan malu dalam waktu bersamaan ketika Presdir Kwon mengutarakan keinginannya itu.

Rumah ini cukup nyaman padahal sebelumnya aku ketakutan saat melangkah masuk ke dalam. Namun, sekarang perasaan yang kutangkap tentang rumah ini berbeda, semua karena Shinhye eommoni. Beliau memiliki hati yang baik, memperlakukan seperti putrinya sendiri.

Setiap hari aku berada di dapur bersama dengan Shinhye eommoni. Pagi hari kami menyiapkan sarapan, siang hari memasak makan siang dan malam hari memasak menu makan malam untuk anggota keluarga. Tidak seperti presdir Kwon yang hanya akan berada di meja makan saat sarapan dan makan malam, Taehyun akan berada di meja makan setiap waktu makan karena ia selalu di rumah. Maksudku, ia tidak berangkat ke kantor karena Taehyun memiliki sebuah ruangan khusus yang ia jadikan kantor, lengkap dengan beberapa staff bekerja langsung bersamanya di rumah.

Tunggu! Saat ini aku tidak menemukan Shinhye eommoni  di dapur. Kemana beliau?

Aku berjalan ke rumah kaca dengan taman kecil di dalamnya, tempat biasanya Shinhye eommoni menghabiskan hampir separuh waktu yang ia miliki untuk merawat tanaman hiasnya tapi tidak ada. Kembali ke dalam rumah, aku berjalan menyusuri lorong yang sedikit asing karena langkahku tak pernah sampai di sini. Sebuah pigura besar menarik perhatianku, pigura yang berada di dalam ruangan membuat langkahku tertuju ke sana. Tanpa kusadari, aku sudah berada di dalam ruangan dan telah berdiri tepat di depan pigura yang menarik perhatianku daritadi. Betapa terkejutnya melihat wajah yang terpampang di sana, beberapa saat aku seperti sedang berkaca di cermin yang sangat besar. Sebelum sadar siapa yang ada di sana.

"Seolma! Bibi Eunhye?!" bisikku.

"Eunsoo?" panggil seseorang dari belakang.

Aku  berbalik dan menemukan Shinhye eommoni dengan bathrobe, "Eommoni… cwesonghaeyo." Ucapku yang terkejut tak menyadari kelancanganku.

"Ada apa? Kau mencariku?" Beliau berjalan menuju meja rias dan mulai duduk.

Aku sedikit menunduk mencoba menyembunyikan kegugupanku yang telah lancang memasuki kamarnya. Sesekali kulirik gambar besar dalam pigura yang terpaku di dinding kamarnya, "Saya ingin izin pulang ke rumah. Sudah sepuluh hari sejak saya pamit untuk pergi berlibur pada ayah dan ibu, saya takut mereka terlalu khawatir."

"Benar. Setidaknya kau harus bertemu orang tuamu karena mereka pasti merindukanmu."

Aku terkejut mendengar tanggapan Shinhye eommoni, seterkejut aku yang lancar mencari-cari alasan untuk lolos dari situasi ini.

* * *

Apa yang kulihat di ruangan itu sangat mengganggu pikiranku selama perjalanan menuju rumah. Aku tahu presdir Kwon cukup gila dan nekat tapi aku tidak menyangka beliau akan segila dan senekat ini, memajang foto mantan kekasih yang sudah meninggal di kamar utama, tempat dimana seharusnya itu menjadi singgasana sang istri. Ditambah ukurannya yang sangat besar.

Tidak bisa kubayangkan kesulitan apa saja yang dilalui Shinhye eommoni sepanjang pernikahannya dengan presdir Kwon. Rasa cemburu, marah, iri dan mungkin kejengkelan yang tertahan di dada. Bagaimana bisa Shinhye eommoni menelannya mentah-mentah, seolah tidak pernah ada foto itu di sana.

Apakah pigura itu telah terpajang di sana sejak mereka menikah? Sepanjang usia Taehyun? Bagaimana aku bisa menjadi menantunya sedang ia tersiksa karena wanita yang mirip denganku?

"Eomma… Eomma… Eomma!" panggilku saat tiba di rumah namun tak menemukan sosok ibu di ruang keluarga, "Eomma… Eoddiseoyo?"

"Eunsoo? Kaukah itu? Kenapa kau pulang? Apa terjadi sesuatu?" Ibuku keluar dari kamarnya. Wajahnya terlihat heran melihatku berada di rumah.

"Yoon Eunhye imo." Ucapku yang membuat ibuku tertegun. Beliau berjalan menuju meja makan dan duduk di salah satu kursinya. Aku mengekorinya, mengambil tempat duduk tepat di depannya.

"Eomma, apa yang harus kulakukan? Keberadaanku justru akan membuat Shinhye eommoni semakin tersiksa." Suaraku bergetar hingga akhirnya tangisku pecah selagi membayangkan kesedihan yang akan diterima Shinhye eommoni setiap kali melihatku.

"Kenapa? Ya! Yoon Eunsoo, ada apa? Hentikan dulu tangisanmu. Apakah ibunya Taehyun melakukan sesuatu yang buruk padamu?" Ibu  mengusap punggung tanganku cukup keras dan cepat karena kepanikan melihatku menangis.

"Presdir Kwon memajang foto Eunhye imo di kamar utama. Kamar dimana dirinya dan Shinhye eommoni tidur. Seperti tak memedulikan perasaan istrinya presdir Kwon memajangnya dalam ukuran sangat besar hingga memenuhi satu dinding di kamar tersebut. Pantas saja Taehyun sangat membenciku, presdir Kwon menyakiti ibunya dengan sangat keterlaluan. Kenapa aku bisa semirip itu dengan imo, eomma?" tangis senggukanku belum berhenti dan ibu masih terus mengusap punggung tanganku meski usapannya melembut. Isakan ibu mulai terdengar bersama dengan tangisanku.

Selamanya aku akan menjadi duri dalam keluarga itu, seolah Eunhye imo hidup kembali dan berkeliaran di dalam rumah. Hal itu akan menyakiti Shinhye eommoni pastinya. Kini aku paham maksud Taehyun melarangku memulai semua kisah diantara kami.

* * *

Sudah hampir seminggu aku berada di rumah. Aku menolak berhubungan dengan keluarga Taehyun untuk sementara waktu. Aku tidak tahu harus menghadapi keadaan seperti apa.

Karena sikapku ini, dua hari yang lalu presdir Kwon datang sendiri untuk menjemputku tapi aku meminta Ayah dan Ibu untuk memintanya pergi dan memberiku waktu untuk memikirkan hubunganku dengan Taehyun ke depannya.

Kupikir ini sudah waktunya aku mengambil keputusan. Ayah, Ibu dan aku sudah duduk bersama di ruang keluarga. Mereka menatapku dengan lekat, mencari keraguan yang susah payah kusembunyikan.

"Apa kau yakin?" tanya Ayah.

Aku mengangguk, "Aku tidak ingin menyakiti Shinhye eommoni dengan berkeliaran di rumahnya seolah tidak tahu tentang kemiripan wajahku dengan imo."

Ibu kembali terisak. Ibu mengerti bagaimana perasaanku yang sebenarnya. Meski aku tidak ingin mengakhiri semua tapi demi mengurangi kepedihan Shinhye eommoni, aku harus melakukannya.

"Baiklah. Ayah akan menghubungi presdir Kwon untuk membatalkan pertunangan kalian." Ucap Ayah lembut.

Mungkin suatu hari nanti aku akan menyesali keputusanku, atau sebenarnya aku sudah menyesalinya.

Aku meringkuk di kamar. Menyembunyikan tangisanku di bawah selimut dengan menariknya hingga melewati puncak kepalaku. Aku larut dalam kesedihanku.

Entah sudah berapa lama aku menangis, suara pintu kamarku terbuka membuat tangisku terjeda. Seseorang telah masuk dan menutup pintunya kembali. Seseorang itu telah menarik kursi terdekat ke arah ranjangku.

"Eunsoo-ah…" panggilnya lembut.

Aku mengenali suara itu tapi tak berani menurunkan selimut untuk memastikan dugaanku.

"Tidakkah kau merindukan Taehyun dan dapur rumah dimana kita bisa berbincang panjang tentang dua laki-laki di rumah?" tanyanya sambil menyentuh selimut yang menutupiku.

Tangisku kembali pecah. Kugigit bibir bawahku menahan suara tangis yang keluar. Sebenarnya aku merindukan semuanya tapi aku tak ingin menyakitinya terus menerus dengan menunjukkan wajah yang memiliki kemiripan dengan Eunhye imo.

"Bisakah kau menunjukkan wajahmu, sayang? Ibu rindu dengan wajah ceria calon menantu keluarga Kwon." Shinhye eommoni mencoba menarik selimut agar bisa melihat wajahku tapi aku sedikit menahannya.

Tarikan napasnya terdengar dalam setelah melepas pegangannya pada selimutku, "kau melihatnya ya? Kau melihatnya kan? Foto yang ada di kamar utama."

"Aku dan Ayah Taehyun mengawali hubungan kami dengan perjodohan. Saat dijodohkan, ayah Taehyun tengah berpacaran dengan bibimu. Sangat mengesalkan saat pertama mengetahuinya, wanita mana yang tidak kesal melihat pria yang dijodohkan ternyata memiliki wanita lain. Aku penasaran hingga akhirnya aku tahu wanita seperti apa yang dicintai ayah Taehyun,"

"Mendiang Yoon Eunhye adalah wanita yang sempurna, bahkan aku tidak bisa menandinginya. Tidak heran jika ayah Taehyun sangat mencintainya dan mampu memberikan semua yang tidak ia berikan padaku. Hal itu membuat rasa cemburuku mencapai titik kebutaan melihat senyum ayah Taehyun yang merekah sempurna saat mereka bersama hingga aku tak segan berdoa agar Tuhan segera mengambilnya dari sisi ayah Taehyun agar aku bisa memiliki ayah Taehyun seutuhnya," suaranya jelas sekali terdengar bergetar. Mendengar itu, aku mulai menurunkan selimutku dan mengubah posisiku menjadi duduk menghadapnya sambil menatap wajah Shinhye eommoni yang menunduk. Aku bisa melihat jelas, Shinhye eommoni meremas punggung tangannya.

"Kematian tak terelakkan, bibimu meninggal. Apakah saat itu aku bersyukur? Iya. Aku sempat mensyukuri kepergiannya, geundae… hari dimana bibimu pergi untuk selamanya menjadi hari dimana langit dan dunia ayah Taehyun runtuh. Bahkan kehadiran Taehyun tak mampu membuatku menciptakan dunia baru dimana ada aku dan Taehyun di sana."

Isak tangisnya pecah bersamaan dengan aku yang mulai memeluknya. Sosoknya yang tegar dan kuat tak terlihat saat ini, yang kulihat hanya sosok wanita rapuh yang sangat merindukan orang yang dicintainya. Aku tak mengucapkan sepatah katapun, aku ingin Shinhye eommoni melepaskan semua beban yang ia pikul selama ini.

"Aku mulai mengerti keadaan. Bibimu adalah cinta pertama ayah Taehyun. Walau waktu berjalan sejauh apapun, tidak mudah untuk melupakan cinta pertama. Meski tak ada cinta yang tersisa untukku, aku akan mengerti, karena ayah Taehyun juga adalah cinta pertamaku." Sambungnya di tengah isakan tangis yang masih terdengar berat.

Pelukanku kian erat, aku sudah menangis bersamanya sekarang karena perlahan aku larut dalam perasaannya. Shinhye eommoni membalas pelukanku dengan erat.

"Saat kita mulai mencintai seseorang, saat itu juga kita memutuskan untuk tulus melakukan apapun demi orang yang kita cinta, tanpa pamrih. Karena kebahagiaan orang tersebut telah menjadi prioritas kita dan hal itu menjadi dasar aku tak protes saat ayah Taehyun mulai memajang foto bibimu dalam ukuran yang sangat besar di kamar kami sejak menikah dan memiliki Taehyun."

Suaranya masih bergetar tapi tangisnya mulai terdengar ringan. Aku melepaskan pelukanku dan menatap wajahnya yang berubah sendu karena menangis. Kugenggam kedua tangannya, "Cwesonghaeyo eommoni… cwesonghaeyo."

Shinhye eommoni menggeleng pelan, ada senyum tipis yang ia berikan padaku dan itu membuat hatiku tersentak. Bagaimana beliau sekuat itu?

"Eunsoo-ah… bolehkah aku meminta sesuatu padamu?" tanyanya lembut padaku, "Bertahanlah. Aku yakin, Taehyun akan segera berbalik menyukai dan mencintaimu. Hubungan ayah dan anak itu renggang dan tak akur karena aku berada di antara mereka. Satu diantara mereka tak mencintaiku, yang lainnya memperjuangkanku untuk dicintai. Jika kehadiranmu mampu membuat hubungan ayah dan anak itu menjadi hangat, aku akan tetap bersikap seperti sebelumnya. Mengobrol denganmu, tersenyum seolah tak terjadi apa-apa dan menatap wajahmu hingga akhir hidupku."

Isak tangisku kembali pecah mendengar permintaan Shinhye eommoni. Terbuat dari apa hatinya? Bagaimana bisa ia merelakan dirinya terluka kembali demi suami dan anaknya? Apakah aku sanggup hidup bersamanya dan terus menyakitinya karena wajahku ini?

Airmataku semakin deras saat aku mengingat bagaimana Taehyun begitu membenciku saat pertama kali kami bertemu, kini aku mengerti alasannya, karena wajahku ini.

"Mianhabnida…jeongmal mianhabnida."

Kulihat ibuku masuk dengan mata yang sudah basah karena air mata. Shinhye eommoni berbalik untuk berdiri menyambut kehadiran ibuku sambil menghapus air mata dari wajahnya yang sudah basah.

Tiba-tiba ibu menekuk lututnya dan duduk melipat lutut sebagai tumpuan tubuhnya, kedua tangannya mengepal di atas paha. Ibu menunduk sambil menangis, "karena kakakku… karena Eunhye eonni, anda harus menderita begitu lama. Jeongmal mianhabnida....hiks.."

* * *

Makna cinta adalah mencintai. Dengan mencintai, kamu akan mengerti makna cinta itu sendiri.

Mencintai tak harus memiliki, karena cinta takkan pernah menuntun seseorang menjadi egois dengan memaksa untuk memiliki. Keserakahanlah yang memaksa diri untuk harus memiliki dan aku tak ingin menjadi serakah. Aku ingin mencintainya meski artinya aku tak bisa memiliki.

– Park Shinhye –

Bersambung.....