Grace dengan santai berjalan memasuki kelas A. Saat ini jam pelajaran mandiri. Bagi kelas F, berkeliaran di jam mandiri sudah biasa, tapi itu berbeda bagi kelas A. Bagi mereka yang terobsesi belajar seperti murid kelas A, jangankan jam pelajaran, jam istirahat atau bahkan saat berada di kantin pun mereka selalu melekat dengan buku, apalagi jam pelajaran meskipun cuma pelajaran mandiri mereka akan meninjau materi dengan serius.
Jelas kehadiran Grace menyita perhatian.
" Apa yang kau lakukan disini?." seorang siswa yang berada dibarisan depan menatap sarkartik.
" Meminjam laptop kakakku."
" Lakukan nanti saja,ini masih jam pelajaran." Yang lain menyela.
" Kan, ada laptop umum yang bisa kamu pinjam."
" Siswa tidak bisa meminjamkan laptopnya dengan santai."
suara-suara protes terdengar.
"Kakakku saja tidak membantah kenapa kalian ikut campur."
" Aku tidak meminjamkan. pergilah." Begitu ucapan Maya jatuh, Ingky bergegas menghadang Grace.
" Dia tidak meminjamkan. cepat keluar. jangan mengganggu kami disini."
" Maya...Kamu begitu berhati dingin.Kita masih..."
" Kamu begitu mengganggu!!." Bentak JoVin Bill, idola sekolah yang juga dikagumi Grace. "Panggil keamanan sekolah!." Melihat idolanya berkeras mengusirnya, dia terpaksa keluar dengan suka rela. Kalau yang menghadangnya cuma Ingky itu tidak jadi masalah. Walaupun dia menjadi ketua kelas selama dua tahun tak tergantikan pertanda pihak sekolah dan siswa lain menghargainya, Ingky tetap siswa beasiswa tanpa pendukung. Hanya saja,ada rumor mengatakan, Renata selalu membela Ingky dari tekanan orang lain. Keluarga Renata memiliki latar belakang yang kuat sebagai petinggi militer. Kakeknya Jendral, ayahnya komandan pasukan khusus dan ibunya pengusaha. Ingky dan Maya dikenal dekat.
Grace sedikit masam mengetahui JoVin bersuara untuk Maya. bagaimanapun ia dikenal cowok yang dingin. Keluarganya juga tidak mudah. Kakeknya konglomerat. ayahnya pengacara dan ibunya dokter terkenal. Paman keduanya seorang aktor, JoVin sendiri sesekali menerima Job Model atau bintang iklan. selain tampan dan tajir, JoVin juga dikenal jenius, dia termasuk lima besar dikelas A. JoVin dan Maya satu team dalam kelompok karya tulis.
Grace semakin gelisah. Maya cukup beruntung memiliki orang-orang besar disekitarnya.
Esok harinya saat sarapan. Grace mengadu pada ayahnya, Tuan Ferd, kalau Maya tidak ingin meminjamkannya laptop dan membiarkan teman-temannya mengejeknya.
Tuan Ferd menatap Maya sejenak, meminta konfirmasi tentang ucapan Grace. Maya dengan dingin mengatakan dia tidak akan meminjamkan laptopnya kepada siapa pun. lalu meninggalkan meja makan dan pergi sekolah.
Tuan Ferd hanya diam ketika Melinda mengoceh tentang sikap Maya yang tidak memiliki sopan santun. Tuan Ferd juga menyadari hubungannya dengan Maya semakin renggang sejak Melanie menghilang. Tuan Ferd berfikir dia harus memenangkan hati Maya lagi. meskipun Maya hanya anak angkat tapi dia memiliki prospek masa depan yang sangat baik Melanie juga sangat menyayanginya. Karena itulah Tuan Ferd juga memanjakan Maya.
Tuan Ferd meminta Grace tidak mengganggu Maya lagi. dia akan memberikan kan laptop pada Grace seperti laptop yang diberikan pada Maya.
Maya segera bangga dan membual di depan teman-temannya.
" Akhirnya kamu bisa memenangkan hati ayahmu." puji Nova.
" Tentu saja. Saat ini, ayah sangat memanjakan ibuku."
" Barang-barang Maya, barang terbaik kelas atas. Hanya beberapa siswa dari kelas A yang hampir menyamainya."
" Bahkan kalau kamu mampu membeli barang itu, kamu belum tentu mendapat izin menggunakannya. Maya memiliki hak istimewa."
" Oh..benar, dengan prestasimu bagaimana mungkin kamu bisa menggunakan barang-barang diluar dari standarisasi pelajar?."
" Tentu saja ayah akan mengurusnya untukku."
" Aihhh.... benar-benar membuat iri."
" Diskusi riuh disela jam mandiri segera sunyi ketika seorang kurir diantar keamanan sekolah mencapai kelas F dan mengantar paket pada Grace yang sumringah.
murid kelas F berkerumun disekitar meja Grace, menyaksikan kotak itu dibuka. Tidak ada yang berani bersuara, seolah membuka kotak itu ritual penting.
Dagu mereka terjatuh seketika melihat isi kotak itu.Butuh beberapa detik sebelum ada gerakan dan suara. Kerumunan bubar disertai bisik-bisik dan suara cekikikan.
" Sudah kukatakan,tidak mungkin bisa menyamai Maya."
" Hanya laptop standar siswa, bahkan merk-nya tidak sama dengan merk laptop Maya."
" Kita harusnya tidak percaya. menyia-nyiakan waktu saja."
" Jadi apa...?!.ha..ha..ha.." Bahkan murid pria ikut bergosip dan terbahak.
Wajah Grace memerah menahan malu. Untung saat ini jam pelajaran mandiri. Grace bergegas keluar menelpon Sekretaris Kim.
" Halo nona Grace, paket laptopnya sudah sampai?."
" Sudah." Tukas Grace cepat. " Paman Kim, apa kamu tidak keliru mengirim paket?."
" Kurasa tidak."
" Tapi bukan laptop itu yang kuinginkan."
" Maaf, Tuan mengatakan memberimu laptop yang sama persis yang diberikan tuan pada Nona Maya. laptop yang dibeli nona Maya itu,sama persis dengan laptop yang saya kirim ke anda."
" Bohong! Laptop Maya saat ini, tipe terbaru dari merk terkenal."
" Laptop itu hadiah Nona Maya dari kompetisi internasional yang diikuti. Karena itu departemen pendidikan mengijinkan menggunakan tipe terbaru dari merk yang mensponsori acara tersebut. Bukan dari tuan."
" Aku menginginkan laptop yang sama dengan Maya." Grace ngotot.
" Maaf nona, saya sudah menjalankan tugasku. selamat tinggal.'
" Ha...ha...ha.." Satu suara menyentak Grace yang berdiri di samping kelasnya yang berdampingan dengan ruang olahraga.
" Mary, kamu pernah mendengar Pipit yang ingin menjadi merak." Itu Renata dan Mary yang baru saja keluar mengambil jadwal latihan jenis olahraga kelas A. Keduanya ketua tim dan perwakilan kelas A.
Mary yang polos menggeleng.
" Si Pipit ini mau memiliki bulu yang cantik seperti merak. Bisa nggak?."
" Tentu saja tidak, mereka bukan dari jenis yang sama."
" Sekarang, banyak orang yang tidak tahu malu seperti si Pipit itu."
Keduanya mengobrol sambil berjalan disekitar Grace. Jelas Renata menyindirnya, tapi dia tidak berani menyinggungnya.
Siswa kelas A riuh usai jam istirahat. Meja Maya berantakan bahkan laptopnya patah.
Maya dengan tenang mengambil ponselnya dan berjalan keluar.
Para siswa berdiskusi menebak. Ingky yang paling tertekan. Dia dekat dengan Maya juga ketua kelas.
" Sejak kapan Maya punya musuh?."
" Kenapa cuma Laptop Maya yang Rusak?."
" Hari ini, aku juga sempat mendengar orang menyebut laptop Maya."
Mendengar celetukan Mary, Renata seketika tercerahkan. " Ini pasti si Pipit itu."
Ingky mendelik. " Siapa si Pipit?." Mary menceritakan yang didengarnya disamping gedung olahraga.
" Tanpa bukti, kita tidak bisa menuntutnya." Sahut lainnya.
" Di kelas tidak ada Cctv tapi di koridor dan trotoar ada. Kita hanya perlu ke ruang keamanan."
Setelah mendesak bagian keamanan dan kedisiplinan sekolah, pihak Ingky berhasil mendapatkan bukti untuk menghukum Grace.
Tidak ada yang pernah mengacau kelas A, terutama bintang kelas mereka.
" Beraninya kamu menyentuh barangmu." Ekspresi Maya tidak berubah ketika menemukan Grace di kelasnya.
" Tentu saja." Grace mengangkat wajahnya." Aku mengajarimu untuk tidak sombong dan...
plak!
satu tamparan mendarat di pipi Grace memaksa siswa lain mundur.
" Kau..."
Plak!!
" Ma..Maya.."
Plak!plak!
"Egghh..
" Plak...plak ...plak...plak...!!
Murid kelas A yang dipimpin Ingky terkesima melihat pertunjukan di depannya. Sedang, murid kelas F sebagian besar mundur teratur.
" Kami tidak ada hubungannya dengan ini." terpampang jelas diwajah mereka.
" Apa yang ka..kalian lihat! bantu aku memukulnya."Teriak Grace menahan rasa sakitnya.
" Berani?!." Ingky dan Mary maju bersama.
" Kalian... !!" Teman-teman dekat Grace menatap keduanya. Mary dan Ingky adalah teman satu SMP mereka yang bernasib baik tinggal di kelas A. Dimasa itu, Ingky dan Mary merebut popularitas mereka dengan prestasi membuat Grace dan ganknya tidak dipandang para idola sekolah.
" Kami akan menghajarmu." Tanpa menunggu perintah Grace lagi, mereka segera mengamuk kearah murid kelas A.
Tuan Ferd baru saja menyelesaikan rapat ketika mendapat panggilan dari sekolah.
Sebelum memasuki gerbang sekolah, sekretaris Kim sudah menjelaskan situasinya.
Disana, Melinda sudah ada, ia melolong dan memaki Maya yang tetap tenang.
" Nyonya, anda harus tenang. Anak anda yang memulai masalah ini, kalau anda ingin menyalahkan orang lain itu harus dimulai dari anak anda juga." Guru Song tidak tahan dengan rutukan Ibu Grace.
" Anak saya yang terluka."
" Dia bukan satu-satunya."
" Semua ini karena..
" Diam!." Tuan Ferd bergegas datang. mengamati Maya lalu beralih pada teman-temannya.
Matanya tertanam pada sosok Grace yang wajahnya bengkak.
" Suami! Lihat bagaimana Maya membuat Grace seperti ini." Melinda menyongsong Tuan Ferd secepatnya.
" Ayah...." Grace mengerang memelas.
Tuan Ferd memicingkan matanya." Maya, apa kamu ada pembelaan untuk tindakanmu ini?."
" Tidak ada." Sahut Maya cepat.
" Kamu tahu, ada konsekuensi dari perbuatanmu ini."
" Saya siap menerima hukuman."
" Baik. Ayah memberimu hukuman rumah."
" Baik."
Maya pamit dengan sopan dan keluar dari ruang disiplinan sekolah.
" Maaf tuan Ferd, bukankah Anda berlebihan? Anda menghukumnya tanpa menanyakan masalahnya terlebih dahulu."
Ingky tidak tahan dengan sikap Tuan Ferd yang dinilai tidak adil.
" Wajah Grace sudah membuktikan, dia juga tidak memiliki pembelaan." Ucap Tuan Ferd acuh.
" Tentu saja itu sudah adil. hanya tahanan rumah." Ujar Melinda cepat, takut suaminya berubah pikiran.
" Bawa Grace berobat dulu." Kata Tuan Ferd pada Melinda yang senang hati membawa Grace ke rumah sakit.
" Tuan Ferd, anda tahu kalau Grace bukan satu-satunya yang dirugikan disini. Maya juga menderita kerugian. Laptopnya rusak." Itu JoVin Bill yang segera bergegas mengetahui Maya mendapat hukuman.
" Dalam laptop itu, tim karya tulis kami juga punya data penting disana. Maka, kami akan menuntut Grace dalam pengrusakan itu."
" Grace melanggar aturan sekolah. Harusnya mendapat hukuman juga." Protes Mary. Memandang Pak Lei, ketua kedisiplinan sekolah.
" Aku sudah mengatakan ini dengan sekretaris anda tuan Ferd. Anda harus tahu keputusan yang anda pilih, kan?." Pak Lei menghadap Tuan Ferd.
" Masalah Maya dan Grace masalah keluarga, jadi saya memberinya hukuman secara pribadi." Kata Tuan Ferd tenang. " Soal pelanggaran aturan sekolah dan lainnya itu permasalahan dalam lingkup sekolah, tentu saja hukumannya diselesaikan pihak sekolah. Saya tidak akan ikut campur."
" Tidak ada lagi pembelaan pada Grace." Tegas Pak Lei.
" Tentu."
" Itu adil!."
****