Kembali di kamarnya, Melinda meraung.
" Beraninya...beraninya kalian!." Dia menyapu vas bunga di dekatnya. Segera bunyi barang pecah menggema, namun pelayan tak bergeming, semua pura-pura tak mendengar apapun.
Setelah sekian detik, Amelia penanggung jawab pelayanan di sayap kiri mengetuk pintu dan berujar" Nyonya, mohon tahan emosi Anda. Kami bukan orang yang sanggup menanggung biaya dari barang yang anda pecahkan."
" Kamu babu sialan!." Maki Melinda.
Pertama kali dia datang ditempat ini, dia disanjung dan dihormati. Suaminya, Tuan Ferd juga cukup memanjakannya, walaupun sikapnya tidak selembut saat menghadapi Melanie.
Kemudian dia mulai memikirkan beberapa trik untuk memikat Tuan Ferd dan mencoba menjauhkan dari Melanie. Trik itu ada yang berhasil, kebanyakan gagal total karena perasaan tuan Ferd memang milik Melanie.
Begitu Melanie tiba-tiba menghilang, Melinda sangat antusias karena menganggap ini peluang emas yang tak boleh dilewatkan. Namun, siapa yang tahu, kepergian Melanie sangat memberi dampak pada Tuang Ferd. Dia lebih dingin,acuh, dan cepat emosi. Sebagian besar waktunya dihabiskan di tempat kerja.
Belum lagi, sikap Maya anti Pati padanya membuatnya nampak tertekan dan mulai mengurangi interaksi dengan Melinda dan Grace. Meskipun hal itu tidak membuat Maya jadi jinak pada Tuan Ferd. Sikap Tuan Ferd pada Maya juga sangat bias.
Orang yang bijak akan tahu kemana angin berhembus. Mulailah para penjaga dan pelayan bertingkah acuh padanya. Penghormatan mereka sekedar formalitas, tanpa rasa segan sama sekali. Hanya pelayan dan penjaga yang bertugas di sayap kiri yang patuh padanya.
Namun, sejak Maya mendapat hukuman, perilaku pelayan dan penjaga sayap kiri juga mulai longgar.
" Saya harusnya tahu, kalau hukuman Maya hanya jebakan untuk anakku." Melinda menggeram." Lihat saja, bagaimana aku membalas kalian semua. sungguh berani!."
Dia lalu terbahak dibalik tangisan.
Penjaga dan pelayan tergidik mendengar tawa itu yang membawa aura gelap.
***
Di Galeri Melanie.
Melihat pemandangan di depannya, Maya antusias melangkahkan kaki masuk ruangan itu.
"Plapp..." Setelah dia mengambil dua langkah, pintu dibelakang tertutup. Tubuh Maya langsung menegang. Pintu dan dinding ruang lenyap tergantikan pemandangan hutan bunga tanpa ujung kemanapun mata memandang. Langit-langit kamar telah berubah menjadi langit kemerahan dengan sinar matahari kuning keemasan bersinar lembut. Angin sepoi-sepoi membelainya dan segera melemaskan ototnya. Rasa ingin tahun kembali menjalar dibenaknya.
Perlahan ia mulai menjelajahi dunia antah berantah tempatnya berlabuh. sekelompok kupu-kupu merah keemasan mengelilinginya. Lalu, kupu-kupu dengan corak beragam mengikuti mereka. Maya yang terpesona mengulurkan tangan, ingin menyentuh mereka, tapi khawatir tindakannya akan menakuti mereka dan terbang menjauh. Saat ia ingin menarik tangannya yang terulur, satu kupu merah keemasan hingga diujung jarinya. Ada sengatan ringan sekilas terasa. Meski kaget, Maya tidak berani melakukan gerakan. Beberapa detik, kupu-kupu itu terbang berputar sebentar kemudian hinggap di bahunya.
Wheett...whheett...
shheett...sshheeett...
Maya berbalik dengan waspada dan melihat rumpun rumput, bergoyang, detik berikutnya, sebuah kepala kelinci muncul.
" Hai..." Maya tersenyum menyapa.
Satu persatu, binatang lain bermunculan yang membuat Maya agak ngeri.
Tapi, binatang-binatang itu berjalan pergi tanpa peduli padanya.
Dia segera menarik napas lega mengetahui binatang itu tidak menghiraukannya.
Selagi Maya menikmati suasana aneh dalam dunia misteri. Ingky duduk dibawah pohon rindang di jam istirahat.
" Kira-kira, berapa lama ya, Maya akan dihukum?." Tanyanya seolah bicara pada dirinya sendiri.
Mary yang berada disampingnya menyambung dengan wajah yang tidak bahagia.
" Iya,nih, sejak Maya gak datang, nilaiku agak menurun. Biasanya aku menyalin PR darinya dan nilaiku lebih baik daripada menyalin PR darimu. Kalau nilaiku menurun ibu tidak akan memberiku liburan keluar negeri." Mary menoleh setelah mengeluarkan keluhannya dan mendapati Ingky menatap dingin kearahnya.
" Kenapa kamu menatapku?." Tanyanya tanpa rasa bersalah.
" Apa kamu benar-benar seorang teman? kamu memikirkannya hanya karena tidak dapat menyalin PRnya." Ingky membalasanya dengan sarkasme.
" Tentu saja kami teman."
" Cih...!!" Ingky mendengus jijik.
" Ada apa denganmu?."
" Kamu menyebut dirimu teman tapi tidak khawatir tentang keadaannya sama sekali."
" Bukannya dia ditahan di rumahnya? Walaupun dia tidak diijinkan keluar, dia tetap berada di rumahnya, jadi apa yang harus dikhawatirkan? lagian, Maya murid penting di sekolah kita. Akan ada beberapa kompetisi antar sekolah yang akan diikutinya. Pihak sekolah pasti mencarinya juga."
Ingky menghela napas berat, yang dikatakan Mary ada benarnya juga. Mungkin saja, dia yang terlalu banyak berpikir.