"Woah, hampir saja. Hei, ke mana kau mau menembak? Tadi itu hampir merusak wajah kelinci manis ini, lho~"
Dalam sepersekian detik, ia membelah dua salah satu peluru yang hampir saja mengenai mata kanannya menggunakan pedang pendeknya.
Perkataannya yang terdengar santai serta pose yang dilakukannya membuatku bertanya-tanya apakah aku ini cuma salah paham saja.
"Yah, apa pun yang kautembak tadi, kita lupakan saja. Omong-omong, aku agak lapar. Apa kaubisa memasak sesuatu dari kadal berkaki dua ini?"
Apa-apaan …. Seketika, aku membuang nafas. Habisnya, ternyata aku memang cuma salah paham dengan perkataan gadis kelinci itu.
"Hmm? Apa ada yang salah hingga membuatmu menghela nafas? Tidak bisa masak, ya?"
"Bukan, bukan itu. Hanya saja …."
Mahluk ini memang bisa dimakan? Aku tidak ingin beruban cuma gara-gara memakan daging monster. Apalagi jika tidak mendapat kekuatan yang luar biasa setelahnya.
"Kalau masalah bahaya atau tidaknya, tenang saja. Kemarin, aku melihat ada yang memakannya secara langsung."
"Dan itu adalah monster lainnya?"
"Iya, sih."
… Jangan bandingkan monster dengan orang. Antibodi mereka jelas berbeda. Dan jika kau aman setelah memakannya, aku yang manusia biasa dan bukan Kontraktor ini belum tentu begitu juga.
"Tenang saja. Jika kau mati, akan kukuburkan kau dengan layak. Dan jika aku mati juga, setidaknya kita mati bersama."
"Dikubur baik-baik atau mati bersama itu tidak akan membuatnya menjadi lebih baik, Nona …."
Melihatnya mengatakan itu sambil memberikanku jempol yang diacungkan, mau tidak mau aku mendesah panjang.
"Tapi aku lapar~! Sudah dua hari aku tersesat di hutan ini dan hanya memakan buah-buahan."
"Kalau begitu, makan saja buah-buahan itu. Aku juga sudah lama tersesat di sini, bahkan sudah lebih dari seminggu berjalan tanpa arah."
Meski berkata begitu, sebenarnya berjalan tanpa arah itu memang sengaja kulakukan karena alasan tertentu.
Hmm, kalau dipikir-pikir, aku hampir hapal semua rute di sekitaran hutan ini. Yah, sesat yang berujung ke hafal jalan sekitar.
"Eh~ Aku sudah bosan dengan buah-buahan~ Beri makan aku dengan yang lain. Seperti daging mungkin? Benar, benar. Daging~!"
Berisik sekali rengekannya itu. Seseorang yang ada di suatu tempat berbeda, bisakah kauberikan aku lakban untuk menyumpal mulutnya?
"Ya sudah, akan kubuatkan sesuatu untukmu dari mahluk di bawah kakimu itu karena sudah menolongku. Jadi diamlah."
Mendesah panjang, aku pun berkata demikian. Yang kemudian kembali teringat tentang ia yang saat ini masih berlumuran darah monster tersebut. Uh~ Mual ….
"Kalau begitu, aku akan membersihkan diri dulu sambil menunggumu untuk membuat mahluk ini jadi makanan yang layak."
Setelah mengatakan itu, gadis kelinci itu melompat turun dan berjalan ke arah yang kalau tidak salah ingat di sana terdapat sungai.
Sekarang jadi lebih tenang. Dan sekarang yang harus kulakukan adalah …. Tunggu.
"Kalau dipikir-pikir lagi … bukankah ini mustahil untuk menyelesaikannya sebelum dia selesai mandi?"
Memasak monster kadal berkaki dua yang bisa disebut naga tanah kecil—meskipun kusebut kecil, ukurunnya seperti gedung dua lantai—akan memerlukan waktu dan tenaga yang sangat banyak.
Oh, begutu bisa, ya. Masak seperlunya dan simpan sisanya. Yah, tidak mungkin ada yang bisa memakan makanan yang cukup sekampung untuk dirinya sendiri.
***
Meski hari sudah menjelang malam, ke mana ia pergi? Aku sampai hampir selesai memasak monster tadi, padahal sempat berpikir mustahil untuk menyelesaikannya sebelum ia kembali.
"Apa mungkin … dia diserang!? Tidak, tidak. Monster mengerikan apa yang menghancurkan monster lainnya yang bisa dengan mudahnya mengakhiri hidup kadal yang sedang kumasak ini?"
Namun … tetap saja aku agak khawatir sesuatu sedang mengganggunya hingga ia tidak kembali meski sudah selama ini.
"Tapi ada kemungkinan lain, sih …."
Bisa saja ia pergi meninggalkanku. Eh? Atau mungkin ia lupa arah untuk kembali ke tempat ini?
Dari ekspresi wajah maupun karakternya, yang kedua itu lebih cocok dari yang lain. Dan kupikir, itulah yang sedang terjadi saat ini. Ia tersesat.
Ketika berpikir begitu, aku mendengar sebuah suara di belakang. Suara langkah? Sepertinya Kelinci itu berhasil menemukan jalan ke sini.
"Maaf lama~ Hehe, aku lupa jalan."
Aku berbalik dan menemukan Kelinci itu dalam keadaan cukup kotor. Apakah ia sempat bertarung atau jatuh ke jurang? Yah, bukan urusanku sih.
"Istirahatlah. Sebentar lagi ini akan selesai."
Hanya itulah yang bisa kukatakan sambil membolak-balik daging yang sedang kubakar pada gadis kelinci itu yang mana ia kini terbaring di tanah.
Padahal ia bilangnya mau membersihkan diri tetapi dari tadi yang kulihat hanya kekotoran pakaian maupun kulit putihnya itu.
***
"Tambah!"
"Enggak ada tambah-tambah. Aku hanya memasak segitu. Jika kauingin makan lagi, besok saja."
"Eh~"
Mendengar ucapanku yang menjadi pengakhir dari makan malam ini, ia merosotkan bahunya kecewa kemudian mengarahkan tatapan hampa ke api unggun.
Makannya lumayan banyak juga. Seperti …. Eh, siapa, ya? Rasanya aku melupakan nama dari seorang laki-laki yang menyebut dirinya 'Master Cinta'.
"—Tapi, bukankah dagingnya masih ada? Kenapa cuma segini saja yang kaumasak? Ayolah, masak lagi!"
"Besok saja, kubilang. Aku sudah terlalu lelah untuk memasak lagi malam ini. Tadi juga aku belum sempat membersihkan diri."
Seraya mengatakan itu, kulihat pakaianku yang agak kotor. Yah, aku tadi sempat beberapa kali jatuh saat dikejar monster yang barusan kami makan ini.
Emm, untuk pergi ke sana yang perlu kubawa adalah handuk, sabun, pakaian; senter, dan …. Oh, kupikir ini sudah cukup.
"Ke mana kau akan pergi?"
Melihatku yang berdiri dan mulai berjalan menuju kegelapan di hutan, gadis kelinci tadi bertanya dengan sedikit rasa khawatir.
"Cuma untuk mandi, aku akan segera kembali, tidak sepertimu yang tersesat. Oh, ya. Jangan sekali-sekali kau menyentuh barang-barangku!"
Seketika, ia menyunggingkan senyum. Mungkin semacam persaaan lega karena pikiran buruk yang terlintas di hatinya ternyata salah.
"Oi! Silau!"
"Maaf, maaf."
Aku pun mengalihkan cahaya senter yang tadinya mengarah ke wajah Elina menuju ke kegelapan hutan di malam hari.
Memang, mungkin ini terdengar berbahaya. Namun, hutan ini—bernama Hutan Argang—lumayan aman meski kau tersesat di sana. Lagi pula, sudah seminggu lebih aku di sini. Tidak ada lagi yang bisa menakutiku.
Yah, beda cerita kalau aku dikejar lagi ….
"Ada seorang wanita berpakaian putih yang menempel di belakangmu, lho."
"T-Tolong jangan menakut-nakutiku dengan hal-hal semacam itu!"
Sial, nyaliku mendadak hilang tak bersisa gara-gara ucapan gadis itu. Akan kumintai tanggung jawab ia nanti jika aku tidak bisa pergi ke danau
***
Selesai mandi aku pun mencoba untuk tidur.
"Anu, dia masih ada."
"Enggak dengar!"
Tolong jangan menakut-nakutiku lagi. Bisa-bisa, aku tidak bisa tidur karena terpikir tentang bisa saja aku bermimpi bisa semua hal …. Eh?
Seperti yang diketahui, aku sekarang berbaring di dalam tenda. Seperti diriku, gadis kelinci itu berada di tendanya.
Oh, ya. Aku baru ingat.
"Hei, aku baru ingat sekarang jadi … siapa namamu?"
Terdengar suara tersedak di tenda sebelah. Sepertinya ia lupa kalau kami masih belum berkenalan.
"Namaku Elina. Tolong diingat, jangan pernah dilupakan. Meskipun nanti …. Tidak lupakan saja alasannya. Yang pasti, aku Elina."
Kata-katanya itu terdengar aneh. Perasaan kecewa? Kurasa. Entah kenapa, aku merasa kalau ia pernah memperkenalkan dirinya. Tetapi … itu tidak pernah terjadi, 'kan?
Lupakan saja itu. Yang perlu kufokuskan sekarang adalah tujuan utamaku. Mencari Roh yang dapat kukontrak.