Langit mulai menggelap. Segala sesuatu yang menyimpan diri di balik kegelapan mulai bersiap menunjukkan taring mereka keluar.
Terdapat sebuah bangunan di tepi hutan. Pada jalan setapak yang melewati bangunan itu, berjalanlah seorang gadis yang memiliki tinggi di atas rata-rata.
Seragam akademi yang dikenakannya nampak kotor. Tas di punggungnya yang penuh isi pun juga memiliki nasib sama.
Ia masuk ke dalam bangunan itu, kemudian mengeluarkan berbagai perlengkapan yang biasa dipakai untuk berkemah.
Setelah semua ia siapkan, gadis bernama Selestina itu pun menyandarkan kepala ke tiang penyangga lantai dua pada bangunan yang ditinggalkan pembangunannya itu.
"Luna …."
Nama itu ia gumamkan sebelum menutup mata. Tangannya merayap, lalu meremas sebuah lambang tertentu yang ada di dada blazernya. Rupa lambang itu adalah sayap elang serta kepala singa.
"—Apa ini adalah jalan terbaik bagiku?"
Pertanyaan yang tersimpan dalam benaknya, ia keluarkan melalui mulut dalam bentuk bisikan untuk diri sendiri.
Matanya sedikit terbuka, mengintip sekitar.
Sebuah tempat tidak terurus yang ia lihat membuatnya sedikit teringat kenangan di masa-masa terdahulu, bersama seorang rekan.
****
Waktu itu, tepatnya saat ia duduk di kelas satu, rambut peraknya sangat panjang dan terlihat liar tidak terurus. Kacamata bulat ia kenakan. Begitu pula rok panjang yang mendekati kaki.
Setiap berjalan di lorong sambil memeluk buku, ia mendengar beberapa bisikan soal suramnya yang mereka lewati.
Selain penampilan yang dianggap cukup buruk itu, tinggi badan di atas rata-ratanya membuat ia kadang disinggung oleh orang-orang sekitar.
Tidak ada teman bagi Selestina. Sampai empat bulan berlalu pun, ia tetap sendirian. Hanya kehampaan yang dilalui olehnya pada Akademi Roh Emerald.
Kelas ia berada adalah Kelas Dog. Baginya, berada di sana tidak ada hal berarti selain kewajiban yang harus dikerjakan sebagai seorang siswi dan Kontraktor.
Ketika kewajiban datang ke kelas sudah tidak ada lagi karena tak adanya materi yang dapat dipelajari, Selestina hanya ke tempat-tempat pelatihan tambahan atau ke perpustakaan untuk mengulangi pelajaran.
Dan pada banyaknya hari-hari yang ia jalani, tibalah hari datangnya seorang penyelamat dari kehampaan yang ia lalui.
"—Apa yang kamu lakukan di sini?"
Suara yang mendadak ia dengar itu itu membuat Selestina hampir menyobek salah satu halaman buku milik perpustakaan akibat saking terkejutnya.
Asal pertanyaan tersebut adalah arah belakangnya. Berdiri di sana, seorang gadis bertelinga lancip panjang karena berasal dari Esrad Elf mendekatkan wajah kepada Selestina.
Melihat tanggapan Selestina sebelumnya, gadis berambut hijau muda panjang dengan kulit yang sangat putih bersih itu memberikan senyuman ramah.
Selestina berpikir, harus ada yang ia ucapan untuk membalas gadis Elf itu. Tetapi ….
"A–"
Kata-kata berhenti keluar dari mulutnya setelah satu huruf. Ia sedikit kerepotan untuk menyusun perkataan di dalam benak karena selama empat bulan, ia hampir tidak pernah berbicara dengan orang satu kali pun.
"A?"
"… Lupakan."
Usai menjawab gadis Elf yang memiringkan kepalanya itu, Selestina meninggalkan buku di atas meja, lalu segera berlari menuju jalan keluar.
Ia berniat meninggalkan perpustakaan—atau lebih tepatnya meninggalkan Elf itu.
Namun, Selestina gagal mencapai pintu keluar. Tangan kanannya lebih dahulu diraih oleh gadis berambut hijau muda itu sebelum dirinya sampai ke sana.
"Duh~ kamu ini. Aku sudah memberanikan diri untuk berbicara denganmu, tetapi kamu malah mencoba kabur dariku."
Pipi gadis tersebut mengembung saat menatap Selestina dengan sepasang mata biru jernihnya.
"A–"
"A?"
Lagi-lagi, Selestina gagal mengeluarkan kata-kata yang ingin diucapkannya. Gadis Elf itu hanya bisa memiringkan kepala serta senyum yang dipaksakan tersungging di wajah.
"Aku ingin berteman? Begitukah? Ya! Aku juga!"
Dan keputusan sepihak pun dilakukan oleh gadis Elf itu kepada gadis Vampire yang sebelumnya tidak memiliki satu pun teman di akademi.
***
Di dalam tenda, Selestina berulang kali mengedipkan sepasang mata merahnya dengan pandangan dibiarkan tetap terarah ke atas tenda.
Perlahan, Selestina bangkit dan menyingkirkan kain cukup tipis yang ia jadikan sebagai selimut.
"—Luna …, sudah lama sekali sejak aku tidak bermimpi tentangmu."
Pandangan Selestina terarah pada telapak tangan. Ia ingat, tangannya itu diraih oleh gadis Elf tersebut karena sempat mencoba melarikan diri.
Selestina memejamkan mata untuk melupakan masalah itu sebentar lalu membukanya kembali dan memasang ekspresi serius di wajah.
Telapak tangannya lalu menyentuh tenguk, tempat Segel Roh-nya berada. Itu memiliki bentuk seperti tato singa berwarna merah gelap yang dikelilingi oleh api.
"~Taring yang tajam, raungan yang merusak gendang telinga, serta api neraka di sekeliling tubuh. Engkau kupanggil ke dunia ini, untuk menjaga kehormatan ini."
Kedua telapak tangan hingga pergelangan Selestina dikelilingi api hitam yang mengerikan. Kemudian, api hitam itu berubah menjadi sarung tinju dengan bentuk wajah singa.
Selestina membuka-tutup kedua telapak tangan dan mengangguk. Setelahnya, ia berguling keluar tenda lalu melayangkan pukulan ke udara kosong.
Kobaran api hitam berjalan cepat di udara, lalu berakhir dengan menghantam keras sesuatu yang memiliki wujud tubuh gelap layaknya bayangan.
"Ternyata memang mereka, ya, Alfred."
Gadis Vampire itu memasang kuda-kuda, menghadap beberapa mahluk berupa bayangan lainnya dengan senyum kecut.
… Bukan tanpa alasan Selestina terbangun di waktu yang belum saatnya. Roh Kontrak-nya—yang bernama Alfred—memberi tahu dirinya tentang sesuatu sedang mendekati tenda.
"Shadow, ya? Jumlahnya …. Tergantung tipenya, aku bisa saja gagal menghadapi ini sendirian."
Usai melihat mahluk berbeda-beda rupa tetapi memiliki kesamaan tubuh bayangan dan mata merah, Selestina menggigit bagian bawah bibirnya.
Mendadak, penglihatannya agak mengabur, menunjukkan pemandangan yang berbeda untuk sesaat kemudian kembali seperti semula.
"Perlukah kubantu?"
"Kau diam saja. Tidak ada yang bisa kaulakukan."
Menanggapi suara yang ada di belakang, Selestina mendecakkan lidah tanpa mengalihkan pandangan dari apa yang ada di depan.
"Mau sampai kapan kau datang dan mengganggu kehidupanku, Luna? Harusnya, kau sudah tidak ada di dunia ini."
Mendengar itu, gadis Elf bernama Luna yang sekarang berada di belakang Selestina tertawa kecil.
"Kamu ini bicara apa? Sampai kapan? Tentu saja selamanya. Dan kamu bilang aku sudah tidak ada di dunia ini lagi? Kenapa bisa begitu? Aku 'kan~ selalu ada di sisimu."
Mendengarnya, Selestina mendecakkan lidah lagi. Meski tidak melihat langsung gadis Elf melayang yang ada di belakang, ia tahu kalau gadis itu sedang tersenyum seakan-akan mengejeknya.
Tiba-tiba, Selestina mendapati pandangan matanya mengabur lagi. Dan beberapa saat kemudian, pandangannya kembali seperti semula.
Dan lebih dari itu, Luna yang melayang di belakang kini menghilang dari tempatnya. Tidak menyisakan apa pun di sana, seperti sebuah ilusi yang menghilang.
"Baguslah kalau dia sudah pergi sekarang. Aku jadi tidak perlu menghadapi celotehan-celotehannya yang cerewet itu."
Selestina menyunggingkan senyum, menunjukkan keempat giginya yang berupa taring.
"Kalau tidak salah … ada beberapa jenis Shadow yang tidak akan bergerak selama tidak mengalihkan pandangan dari mereka atau berkedip. Sepertinya, inilah yang dimaksud. Kalau begini, aku mungkin bisa menghadapinya."
Usai bergumam, Selestina mengepalkan kedua tangan yang diselimuti sarung tinju berbentuk wajah singa dengan api gelap di sekitarnya.
Berualang kali, gadis Vampire itu menarik dan membuang nafasnya. Beberapa kali melakukan itu, ia pun mengambil posisi dengan kuda-kuda, lalu menerjang ke arah Shadow yang ada di depan.