"Bolehkah aku masuk?" Sang ratu bertanya, hampir memaksa, mulai mengintip kiri dan kanan berusaha melihat isi rumah seakan mengharapkan ada sesuatu yang unik di dalamnya.
George menatap sang ratu heran, "Tentu ...?" Menjawabnya dengan sedikit ragu akan keperluan Athelina datang mengunjungi mereka, "Silakan." Namun akhirnya tetap membuka pintu itu lebar untuk mengizinkan Athelina masuk ke dalam.
Wanita itu berlari kecil masuk ke ruang tamu dan duduk di salah satu kursi di sana, diikuti oleh pelayan pribadinya yang mengambil langkah untuk berdiri di belakang sang ratu.
George dan putrinya langsung mengikuti, tidak membuang waktu mereka untuk memanggil Quinn yang sudah melihat kedatangan sang ratu dari kamarnya sejak beberapa waktu lalu, kini berlari turun sembari memanggil Robin yang baru saja tertidur.
"Apa ...?"
"Kau mengantuk atau tuli?" Quinn mengejek, "Sudah aku bilang, sang ratu datang mengunjungi kita!"
"Ratu ... Ah!"
"Benar sekali! Si pirang bodoh kemarin!"
"Jangan panggil dia bodoh!"
"Aku akan memanggil dia apa saja yang aku mau!" Quinn membantah dengan senyuman, "Lagi pula, mereka tidak bisa mendengar kita."
Quinn salah.
Mereka semua bisa mendengar keduanya kecuali mungkin Athelina yang terlalu sibuk terserap ke dalam tubuh George yang penuh luka, berusaha membayangkan kisah heroik yang terdapat di setiap luka itu.
Fokus luar biasa yang ditemani imajinasi itu hanya pecah saat George berbicara, "Dan di sinilah mereka." Memperkenalkan dua orang lain dalam grup besarnya yang ditunggu oleh mereka bertiga sedari tadi untuk memulai pembicaraan.
"Ah!" Athelina bertepuk tangan bahagia sekali, "Akhirnya!" Menatap Robin dan Quinn bergantian dengan senyuman yang agak lebar.
"Jadi?" George mengangkat alisnya, "Atas dasar apa kau ke sini?" Memajukan tubuhnya sedikit untuk menunjukkan ketertarikan dan ancaman yang bisa dibaca semua di ruangan.
"Ahaha!" Athelina tertawa, "Aku tidak di sini untuk urusan kerajaan, Tuan Mayn." Menjelaskan dirinya sendiri kepada sang raksasa dan semua temannya.
George rileks, "Kalau begitu ... apa?" Menyandarkan diri ke kursi tapi masih penasaran dengan tujuan sang ratu mendatangi mereka.
"Aku di sini karena ketertarikanku sendiri." Dan jawaban Athelina tidak membantu George dan grupnya untuk menebak alasan itu lebih jauh.
Oleh karena itulah, "Pada apa?" George melanjutkan interogasinya.
"Pada Anda." Dan cepat mendapatkan jawaban yang memuaskan dirinya dari Athelina.
Senyum George melebar, "Kalau begitu." Egonya dielus dan dibesarkan, "Silakan." Membuat dia mengizinkan.
"Terima kasih." Athelina menurunkan kepala sedikit, "Bagaimana kalau kita mulai dengan pertanyaan mudah semacam ...." Lalu mulai bertanya, "Ke mana saja perjalanan Anda sudah membawa Anda?"
George menjawab cepat, "Ke seluruh benua."
Memancing Athelina untuk memastikan, "Ja ... jadi Anda benar-benar sudah mengelilingi seluruh benua!?"
"Tentu saja!" Memberikan kesempatan bagi George untuk menyombongkan diri lebih jauh dengan sang putri di pangkuan dan dua orang di kiri dan kanannya yang mulai merasa bahwa keberadaan mereka tidak diperlukan.
Hingga akhirnya, "Ah, maafkan aku." Pembahasan Athelina dan George berhenti mengenai seluruh dunia, "Berpindah ke topik yang sedikit lebih personal kalau boleh." Membuat si wanita meminta izin sekali lagi kepada George yang mengangguk.
Melihat hal itu, Athelina melemparkan pertanyaan kepada dua orang yang sedari tadi hanya menonton, "Kalau boleh tahu, siapa di antara kalian yang merupakan madamnya?"
Mendengarkan hal itu, tidak ada yang berbicara.
Mereka semua sibuk di dalam pikiran masing-masing, membuka kesempatan bagi Quinn untuk berbisik pada George, "Dia sedang bertanya siapa sosok ibu Lucy." Dan membingungkan semua orang.
Sebab George melemparkan jawabannya, "Robin." Tanpa keraguan.
Dia yang disebut namanya terdiam, begitu pula pelayan pribadi sang ratu di belakang. Sisanya tersenyum karena hal yang berbeda-beda, kecuali Lucy yang sibuk menatap Robin dengan benci yang tidak kentara.
"Ah! Jadi benar Anda!" sahut Athelina yang memang sudah menebak hal yang sama sejak pertemuan pertama mereka di ruang takhta.
Robin yang sedang melihat sekeliling untuk mencari bantuan dikejutkan, "Mungkin ...?" Membuat dia menjawab dengan sedikit ragu dalam usaha untuk meyakinkan mereka bahwa ada salah paham.
"Begitukah .... Tentu saja." Akan tetapi, "Kalau boleh tahu." Athelina kembali menyerang dirinya, "Apa alasan Anda mengikuti tuan Mayn?" Tidak memberikan kesempatan bagi Robin untuk mengoreksi kesalahpahaman sebelumnya.
Dipaksa berpikir lagi di bawah tekanan, "Dia maskulin dan bisa melatihku ...?" Jawabannya ragu seperti sebelumnya, tapi sang ratu seakan tidak bisa mendengarkan semua ragu di sana.
Karena, "Ah! Jadi Anda suka pria maskulin, huh?" Si wanita kembali bertanya.
"Ti ...."
"Tentu saja!" Athelina menyahut, "Dan latihan ini adalah ...?" Melanjutkan topik mereka sebelum Robin bisa memberikan jawaban yang jelas.
"Ah, ya ...." Sudah terhanyut arus, "Dia sedang melatihku untuk menjadi lebih baik." Semua yang Robin bisa lakukan adalah pasrah, "Meski kadang dia terlalu kasar. Seperti kemarin ...." Berharap bahwa semua kesalahpahaman yang dia kira ada itu tidak benar-benar nyata.
Robin salah, "Tu ... Tunggu! Tunggu! Tunggu!" Athelina sudah jelas sekali salah paham dengan maksud kalimat terakhirnya, "Tidak pantas untuk membahas hal semacam itu di depan anak-anak!"
"... Eh?" Robin memiringkan kepalanya bingung, "Kenapa?"
"Ke ... kenapa!?" Athelina mulai meragukan pantas atau tidaknya Robin menjadi seorang ibu dengan pertanyaan semacam itu, "Mereka masih terlalu muda untuk melakukan itu!" Memaksa Athelina untuk menjelaskan hal yang terlalu jelas.
Itu ...? Robin diam sejenak, "Aku setuju, tapi ...." Sependapat dengan Athelina bahwa anak-anak tidak seharusnya melihat kekerasan dalam usia semuda Lucy.
Masih merah pipinya karena malu, "Tapi apa!?" Athelina sekarang khawatir dengan kelanjutan dari kata 'tapi' yang dikeluarkan Robin.
Dibuat heran oleh reaksi Athelina, "... tapi Lucy sudah terlanjur menonton ...." Robin melanjutkan dengan penuh bisikan yang tidak cukup kecil untuk tidak didengar.
"Lucy menonton ...?" Athelina bersandar kalah ke kursinya, menatap si anak gadis di pangkuan George yang mengangguk pelan, "Apakah Quinn juga ...?" Lalu mengalihkan matanya ke Quinn.
Wanita pendek itu tersenyum lebar, "Tentu saja!" Dan menjawab dengan lantang mengetahui dan menertawakan semua kesalahpahaman yang terjadi sedari tadi, "Anda sesekali harus datang dan melihatnya sendiri!" Memperdalam kesalahpahaman lebih jauh, "George sangat ganas, Yang Mulia. Dia akan terus menyerang hingga Robin terjatuh lemah, tidak bisa lagi menggerakkan satu pun ototnya."
Mendengarkan tawaran Quinn, "Aku boleh menonton ...?" Athelina menatap George dan Robin bergantian.
Memperhatikan mereka bertukar tatapan sebelum akhirnya George memberikan jawaban, "Tentu saja." Yang dilanjutkan oleh Robin, "Sesi latihan kami rasanya terbuka untuk umum yang hanya ingin menonton ...."
Tidak mampu lagi mengeluarkan sepatah kata, "He ...." Sang ratu hanya mengeluarkan napas panjang dan senyum canggung, tidak pernah menduga pahlawannya merupakan seseorang yang begitu tidak punya malu soal hubungan intimnya.
Berusaha lari dari pikiran semacam itu, Athelina menatap keluar jendela, menemukan merah senja yang perlahan memadamkan merah tomat di pipinya.
Setelah berhasil tenang, "Tidak terasa kita sudah berbicara cukup lama." Athelina memperbaiki posturnya, "Sayang karena aku harus pamit sekarang." Memasang senyum hangat biasanya dan berdiri dari kursinya.
"Ah! Tidak apa, tidak apa!" Quinn berdiri pertama, diikuti oleh Robin, dan George yang sekarang menggendong anaknya.
Sang ratu menunduk kecil, "Terima kasih atas kehangatan kalian hari ini." Dibalas oleh mereka semua kecuali George dan anaknya.
Pelanggaran yang sang ratu tidak pedulikan, hanya tersenyum dan melanjutkan perjalanannya ke pintu depan diantarkan oleh mereka berempat.
"Aku akan menunggu kemenangan kalian di istana." Athelina berbicara saat dirinya sudah berada di luar, "Hingga saat itu tiba, sampai jumpa." Melambaikan tangan.
Gerakan kecil yang dibalas oleh Robin dan kawan-kawan yang kini kembali ke dalam, bersiap tidur untuk pertempuran hari esok yang mungkin saja tiba.