Chapter 4 - Shen Xitong

Ketika Shen Qinglan baru saja sampai di depan pintu rumah, dari ruang tamu terdengar suara renyah seorang wanita, juga tawa lepas ibunya, Chu Yunrong. Langkah kakinya agak terhenti, wajahnya yang dingin tidak berekspresi.

"Kenapa berdiri di depan pintu?" Dari belakangnya tiba-tiba terdengar suara lembut seorang pria.

Shen Qinglan membalikkan tubuhnya, dia mendapati kakaknya, Shen Junyu yang sedang menatapnya sambil tersenyum. Dia maju lalu mengulurkan tangan dan membelai-belai rambut Shen Qinglan, "Apakah karena mengetahui kalau kakak sudah akan sampai rumah, jadi kamu sengaja menungguku di sini?"

Sudut bibir Shen Qinglan berkedut ringan, sedikit kehangatan muncul di matanya.

Shen Junyu merangkul bahu adiknya lalu berjalan masuk.

"Ma, kami sudah pulang."

Di dalam ruang tamu, ibu dan putrinya yang sedang bercanda tawa itu pun berhenti.

"Junyu dan Qinglan sudah pulang. Kalian tidak tahu betapa lucunya lelucon yang diceritakan Tongtong tadi, membuatku tertawa sampai sakit perut." Ada senyuman di wajah Chu Yunrong.

Shen Qinglan memandang wanita yang sedang menatap mereka sambil tersenyum itu, rambut panjangnya yang berwarna coklat agak bergelombang, wajah ovalnya dihiasi dengan riasan yang halus. Dia mengenakan gaun panjang berwarna hijau, anggun, cantik, dan alami. Dialah putri angkat keluarga Shen, Shen Xitong.

Shen Junyu tersenyum, "Lelucon apa yang begitu lucu? Ceritakan kepadaku juga."

Shen Xitong menyeringai, "Mananya yang lucu, mama hanya menyanjung saja. Kak, Qinglan, aku pulang dengan membawa hadiah untuk kalian. Nanti setelah makan akan kuambilkan untuk kalian."

Shen Junyu mengangguk-anggukkan kepalanya dengan sikap tidak terlalu peduli, sedangkan Shen Qinglan mengucapkan terima kasih dengan datar.

Sikap dingin dua kakak beradik itu membuat Shen Xitong agak canggung. Seberkas kesedihan muncul di matanya, namun dia tidak mengatakan apa-apa. Tetapi Chu Yunrong tidak tahan lagi.

"Junyu, Qinglan, ada apa dengan kalian? Tongtong pulang jauh-jauh dan masih ingat untuk membawakan kalian hadiah, tapi begini sikap kalian?"

"Ma." Shen Xitong menarik-narik lengan baju Chu Yunrong dan menggeleng pelan.

Shen Junyu melirik Shen Qinglan di sampingnya. Melihat wajahnya yang tanpa perubahan emosi sama sekali, dia pun menepuk-nepuk pundak adiknya itu dengan sikap menghibur.

Shen Qinglan agak tidak berdaya. Apakah dia kelihatan begitu lemah?

"Aku naik dulu untuk menjenguk kakek." Shen Qinglan tidak menghiraukan perkataan Chu Yunrong. Setelah selesai berbicara dia langsung naik ke lantai atas.

Melihat punggung dingin putrinya, Chu Yunrong menggerak-gerakkan mulutnya, tapi pada akhirnya dia tidak mengatakan apa-apa.

Shen Qinglan langsung pergi ke ruang baca. Benar saja, dia menemukan Kakek Shen yang sedang berlatih menulis kaligrafi di sana.

"Kakek, sedang berlatih menulis kaligrafi?"

Melihat orang yang masuk, senyuman merekah di wajah Kakek Shen. Dia meletakkan penanya dan mengayun-ayunkan tangan, "Sini, sini, lihat huruf yang kakek tulis."

Shen Qinglan menghampirnya. Di atas meja ada serangkaian kaligrafi yang baru ditulis Kakek Shen yang berarti 'ketenangan'. Goresannya terlihat indah dan gagah.

"Tulisan kaligrafi kakek semakin bagus." Shen Qinglan memuji.

Keluarga Shen adalah keluarga militer dan politik yang turun-temurun. Sejak Dinasti Qing, putra dari keluarga tersebut telah mempunyai posisi dalam militer. Walaupun tidak setiap generasinya bergabung ke militer, tetapi selama bertahun-tahun ini, pengaruhnya dalam kemiliteran secara umum dapat terlihat.

Di usia mudanya, Kakek Shen telah mewarisi warisan leluhurnya dan bergabung ke militer. Dia menghabiskan seumur hidupnya di kemiliteran. Kemudian setelah lanjut usia dia pun pensiun dan menjalani hari-harinya di rumah. Dia paling suka berlatih kaligrafi dan menanam bunga. Menurut perkataannya, setelah bertahun-tahun berada dalam kemiliteran, temperamennya pun menjadi meledak-ledak. Menulis kaligrafi dan menanam bunga bagus untuk merawat tubuh dan memelihara mentalnya.

"Kata-katamu memang manis." Kakek Shen tersenyum. Setiap kali melihat cucunya yang cantik namun dingin ini, suasana hatinya pun menjadi sangat baik.

"Hari ini kamu sudah ke rumah sakit menjenguk nenekmu?"

"Iya, aku menemani nenek mengobrol sebentar."

"Kakek, mama bilang sudah bisa makan." Ketika kakek dan cucunya sedang berbicara, dari depan pintu terdengar suara Shen Xitong.

"Iya." Kakek Shen menjawab singkat. Suara langkah kaki di depan pintu perlahan-lahan menjauh.

Shen Qinglan maju dan memegangi tangan Kakek Shen, "Kakek masih belum setua itu sampai tidak bisa berjalan. Tidak usah dipapah."

Walaupun Kakek Shen berkata begitu, namun matanya membawa senyuman. Walaupun tidak membutuhkannya, namun dia tetap tidak rela menolak kebaikan hati cucunya.

Di bawah, Shen Xitong sedang membantu Chu Yunrong menyajikan makanan. Sesekali dia berbicara dengan Chu Yunrong, bercanda dengan Chu Yunrong sampai senyuman memenuhi wajahnya. Mereka terlihat seperti sepasang ibu dan anak kandung yang hubungannya sangat dekat.

"Kakek, silakan duduk." Melihat Kakek Shen yang turun, Shen Xitong bergegas menarik kursi dan mempersilakannya duduk.

Seluruh anggota keluarga pun duduk. Chu Yunrong mengambilkan semangkuk sup untuk Shen Xitong, "Tongtong, minum sup dulu. Ini khusus mama buatkan untukmu, sudah direbus selama beberapa jam."

Shen Xitong menerimanya, "Terima kasih, Mama. Mama masih tetap yang paling menyayangiku." Satu kalimat itu membuat hati Chu Yunrong berbunga-bunga. Dia mengangkat sumpit dan mengambilkan Shen Xitong setumpuk besar lauk yang disukainya.

"Di luar negeri pasti tidak makan dengan teratur. Lihat kamu jadi kurus. Hari ini harus makan lebih banyak, semuanya makanan yang kamu sukai."

"Sudah, Xitong juga bukannya tidak punya tangan sendiri. Dia bisa mengambil sendiri apa pun yang ingin dimakannya." Kakek Shen berbicara dengan alis berkerut.

Tangan Chu Yunrong yang memegang sumpit menjadi kaku, wajahnya terlihat malu, "Benar kata kakekmu. Ambillah sendiri apa pun yang ingin kamu makan."

Shen Xitong menatap lauk yang menumpuk bagaikan gunung di mangkuknya, lalu menatap mangkuk Shen Qinglan yang kosong. Mau tidak mau dia pun merasa agak canggung.

Chu Yunrong jelas menyadari hal ini juga. Dia pun mengambilkan terong untuk Shen Qinglan, "Qinglan, terong ini rasanya enak, cicipilah."

"Terima kasih, Mama." Shen Qinglan berterima kasih, namun tidak menyentuhnya. Dia bukan orang yang pilih-pilih makanan, tetapi terong adalah salah satu dari sedikit makanan yang dibencinya. Semua orang di rumah mengetahui hal ini, kecuali Chu Yunrong.

Shen Junyu mengulurkan sumpit dan mengambil terong itu dari mangkuk Shen Qinglan lalu langsung memakannya, "Ma, mama pilih kasih, ya. Mengambilkan lauk untuk dua adik tapi tidak untukku."

Chu Yunrong menatap putranya sekilas sambil tersenyum, "Kalau ingin makan langsung bilang saja, masa merebut makanan dari mangkuk adikmu. Kamu masih merasa sebagai kakak atau tidak?"

Walaupun berkata demikian, namun Chu Yurong tetap mengambilkan putranya lauk yang disukainya.

"Kakek, daging iga babi malam ini direbus sampai sangat empuk. Cicipilah." Merasakan tatapan Kakek Shen yang tertuju kepadanya, Shen Qinglan mengambilkan sepotong iga babi untuknya sambil berkata pelan.

Wajah Kakek Shen tersenyum, namun matanya dipenuhi dengan simpati.

"Tongtong, apakah kali ini kamu mengajukan cuti ke sekolah untuk pulang?" Shen Xitong sedang sekolah piano di Wina, dia belajar di Akademi Musik Wina yang terkenal.

Pada saat itu Shen Xitong pun tersenyum. Meskipun suaranya lembut, tetapi mengandung kebanggaan yang tidak bisa disembunyikan, "Kali ini orkestra kami akan mengikuti tur dunia. Tujuan berikutnya adalah Beijing, kali ini aku akan menjadi pemain piano."

Shen Xitong memiliki bakat bermain piano yang sangat hebat. Chu Yunrong yang mengajarinya bermain piano. Agar Shen Xitong bisa belajar dengan lebih baik, Chu Yunrong bahkan memanggil banyak guru-guru terkenal untuk membimbingnya.

"Benarkah? Itu benar-benar bagus sekali, putriku memang hebat!" Chu Yunrong memang sangat gembira. Dia telah menghabiskan banyak usaha untuk putrinya ini. Prestasi Shen Xitong adalah hal yang paling membanggakannya.

"Siapa suruh aku mempunyai mama yang begitu hebat?" Shen Xitong bermulut manis.

Chu Yunrong sendiri juga adalah seorang pianis terkenal. Karena itu dia sangat menyayangi Shen Xitong yang telah mewarisi nama besarnya.