Ketika Shen Qinglan bertemu sekali lagi dengan Fu Hengyi, dia pun takjub.
Fu Hengyi masuk lewat pintu, dia mengenakan baju kasual berwarna abu-abu. Tubuhnya tegap, sinar matahari menerpa punggungnya dan membuatnya tampak seperti dilapisi oleh cahaya keemasan.
Daya tariknya sendiri sudah tinggi. Pemandangan seperti itu semakin menambah kesakralannya. Ini pertama kalinya Shen Qinglan dibuat takjub melihatnya.
Fu Hengyi berjalan ke ruang tamu, matanya bertemu langsung dengan tatapan Shen Qinglan. Dia mengangguk sambil tersenyum, itu bisa dianggap sebagai sapaan.
Shen Qinglan tiba-tiba memalingkan pandangannya seperti seorang anak kecil yang ketahuan sedang mengintip. Dia merasa agak tidak nyaman, ujung telinganya yang tertutup rambut panjang diam-diam memerah.
"Kakek, aku sudah pulang. Kakek Shen, lama tidak berjumpa." Fu Hengyi menyapa dengan suara lembut. Walaupun sudah bertahun-tahun di kemiliteran, tetapi temperamen Fu Hengyi tidak seserius dan sekaku tentara kebanyakan. Setelah melepaskan seragam militernya, dia lebih seperti seorang anak laki-laki dari keluarga aristokrat yang selembut giok.
Melihat cucunya telah kembali, Kakek Fu melambaikan tangannya. Bidak-bidak di atas papan catur yang rapi dan teratur seketika menjadi berantakan, "Sudah, jangan main lagi."
Kakek Shen meliriknya dengan tidak berdaya, "Kamu si tua ini, permainan caturmu terlalu buruk. Setiap kali akan kalah langsung saja berbuat macam-macam."
Kakek Fu sudah lama kebal terhadap kritik, "Siapa yang macam-macam, apa tidak lihat cucuku sudah kembali? Sudah hampir waktunya makan siang."
Setelah itu tanpa menghiraukan Kakek Shen, dia menunjuk Shen Qinglan sambil tersenyum lebar, "Hengyi, ini adalah cucu Kakek Shen, Adik Qinglan-mu. Waktu kecil kalian pernah bermain bersama, ingat tidak?"
Shen Qinglan tidak bisa berkata-kata terhadap perkenalan dari Kakek Fu ini.
Fu Hengyi mengangguk sambil tersenyum lalu mengulurkan tangan kepada Shen Qinglan, "Fu Hengyi, lama tidak bertemu."
Shen Qinglan menatap tangan besar di depannya. Dia lalu mengulurkan tangan dan menjabatnya. Tangan Fu Hengyi sangat besar, juga sangat kasar dengan kapalan di semua pangkal jarinya. Tidak mengganggu tapi sedikit geli.
"Shen Qinglan." Hanya dua kata sederhana, tidak ada lainnya.
Mereka baru bertemu dua hari yang lalu, tetapi saat ini keduanya sama-sama memilih untuk melupakannya.
Kakek Fu sepertinya sangat tidak puas dengan keasingan di antara mereka berdua, "Qinglan bukan prajuritmu, untuk apa seserius itu? Baru sepuluh tahun lebih tidak bertemu, mengapa begitu dingin? Waktu kecil kamu pernah memeluknya, bahkan berkata kepadaku kalau dia adalah adik kecil tercantik yang pernah kamu lihat."
Perkataannya itu membuat wajah dua orang dari empat orang yang berada di sana menjadi kaku.
Fu Hengyi menatap kakeknya dengan wajah tidak berdaya. Rasa panas di telinga Shen Qinglan yang baru saja mereda perlahan-lahan naik lagi.
Kakek Fu tidak peduli bagaimana raut wajah Fu Hengyi sekarang. Bocah busuk ini akhirnya bisa libur dan berada di rumah, kalau kali ini tidak memanfaatkan waktu baik-baik untuk menumbuhkan perasaan di antara mereka berdua, entah kapan dia baru bisa menggendong cicit.
"Adik Qinglan adalah seorang introvert, di Beijing dia juga tidak punya banyak teman. Kamu akhirnya bisa libur, kalian juga sudah tidak bertemu selama lebih dari sepuluh tahun. Selagi sekarang ada waktu, banyak-banyaklah mengajak Adik Qinglan keluar untuk berjalan-jalan. Di ibu kota ada banyak sekali makanan enak dan tempat yang menyenangkan." Kakek Fu memberi ide.
Kakek Shen yang sejak tadi tidak bersuara akhirnya menyadari ada yang tidak beres. Si tua ini ternyata punya maksud lain. Ya, tiba-tiba memintanya datang ke kediaman Fu untuk mengunjunginya, itu karena dia menyukai cucu perempuannya.
Begitu berpikir sampai ke sana, wajah Kakek Shen menjadi kelabu. Matanya yang memandang Kakek Fu hampir menyemburkan api, tetapi dengan adanya generasi muda yang hadir di sana, tidak baik baginya untuk marah-marah. Maka dia pun hanya bisa menahan kekesalannya.
"Lanlan, sudah siang, kita harus pergi." Kakek Shen tidak ingin berada di sana lagi. Kalau tetap berada di sana, mungkin cucunya yang polos itu akan dibawa pergi oleh dua serigala bermuka dua dari keluarga Fu ini.
Di mata Kakek Shen, baik Kakek Fu yang bandel maupun Fu Hengyi yang lembut, semuanya adalah orang-orang licik.
Setelah mengetahui rencana Kakek Fu, Kakek Shen tidak lagi memandang Fu Hengyi dengan tatapan apresiasi terhadap junior yang hebat, tetapi dia seakan-akan melihat seorang maniak.
"Jangan, sudah waktunya makan siang. Setelah makan saja baru pergi. Setelah makan aku akan meminta Hengyi untuk mengantar kalian pulang." Kakek Fu berusaha sekuat tenaga untuk menahan mereka. Dia tidak peduli Kakek Shen mau pergi atau tidak, tapi kalau Shen Qinglan pergi, dengan siapa dia akan menjodohkan cucunya?
Hanya saja Kakek Shen yang menyadari maksudnya itu mana mungkin akan memberinya kesempatan ini. Dia pun mengangkat kakinya dan berjalan sambil menarik Shen Qinglan.
"Bocah busuk, mengapa masih diam saja? Cepat antar Kakek Shen." Melihat punggung sepasang kakek dan cucu keluarga Shen yang pergi dengan langkah cepat, Kakek Fu pun menegur cucunya yang masih berdiri di tempatnya tanpa bergerak itu dengan kecewa.
Sampai sekarang mana mungkin Fu Hengyi tidak mengerti maksud dari kakeknya. Melihat wajah Kakek Shen tadi, mungkin dia juga sudah menyadarinya.
"Kakek." Fu Hengyi memanggilnya dengan tidak berdaya.
Kakek Fu mendengus dingin, "Kakek apa? Masih belum pergi juga?"
"Kakek, tahun ini dia baru dua puluh satu tahun." Cucumu ini bahkan sudah tiga puluh satu tahun, apa tidak takut orang mengatai cucumu ini pecinta daun muda?
Kakek Fu benar-benar tidak takut. Mungkin dia bahkan akan berkata dengan bangga, "Cucuku bisa mendapatkan daun muda, itu karena kemampuan cucuku. Kalau mampu kamu juga lakukan saja dan tunjukkan kepadaku."
"Dua puluh satu tahun memangnya kenapa? Dua puluh satu tahun juga sudah dewasa. Kalau bukan karena kamu yang enggan menikah dan punya anak, apa aku akan secemas ini? Jangan bicara omong kosong, cepat antar Kakek Shen." Kakek Fu melotot.
Fu Hengyi tidak punya pilihan selain mengangkat kakinya dan mengejar mereka.
Untung saja area kompleks itu cukup besar, kediaman Fu dan kediaman Shen juga terpisah. Kakek Shen memang sudah tua, langkahnya tidak cepat. Dengan segera Fu Hengyi pun berhasil menyusulnya.
"Kakek Shen." Fu Hengyi mengejar, "Kakekku temperamennya memang begitu, Anda jangan tersinggung."
Kakek Shen tidak puas dengan gambaran kacau Kakek Fu, tetapi dia telah melihat Fu Hengyi tumbuh dari kecil hingga dewasa, tentu saja dia tahu bagaimana karakternya. Lagi pula dia juga tidak mungkin benar-benar marah kepada rekan seperjuangan lamanya. Sekarang ketika Fu Hengyi berkata begitu, api kemarahan yang tersisa di hatinya pun padam.
"Setelah berteman selama bertahun-tahun, aku sangat paham dengan temperamen si tua itu. Sudah tidak apa-apa, pulanglah."
"Aku akan mengantar Anda pulang dulu."
Kakek Shen melambaikan tangan, "Tidak perlu, jalannya juga tidak jauh. Apa yang bisa terjadi di dalam kompleks ini?"
Pada akhirnya Fu Hengyi tetap mengantarkan Kakek Shen dan Shen Qinglan pulang.
"Kata-kata kakekku jangan kamu masukkan ke dalam hati." Sebelum pergi, Fu Hengyi berbisik di telinga Shen Qinglan.
Suara rendah laki-laki itu menembus gendang telinganya bagaikan suara selo. Shen Qinglan mengguncang pelan pikirannya, tiba-tiba dia teringat dengan sebuah ungkapan yang pernah dikatakan oleh Yu Xiaoxuan, yaitu 'telinga yang mendengar bisa membuat hamil'.
Shen Qinglan menatap punggung tegap pria yang berjalan pergi itu. Bahkan dirinya sendiri tidak menyadari adanya riak yang muncul di matanya yang selama ini selalu terlihat tenang.
Tetapi Shen Xitong yang mendengar Bibi Song berkata bahwa yang mengantarkan Kakek Shen pulang adalah Fu Hengyi itu langsung berlari keluar tanpa sempat merapikan penampilannya. Namun dia kecewa karena sama sekali tidak melihat sosok yang dirindukannya itu.
Shen Xitong memandang jalanan yang kosong tanpa bisa menyembunyikan kekecewaan di matanya. Dia sudah tiga tahun tidak bertemu dengannya.