Hari ini Nenek Shen pun pulang. Orang yang bersuara paling keras menentang hal ini adalah Chu Yunrong.
"Ma, dokter sudah mengatakan tentang kondisi badanmu saat ini, tinggal di rumah sakit lebih aman." Chu Yunrong membujuk dengan sabar. Dia benar-benar mencemaskan keadaan ibu mertuanya.
Tetapi sikap Nenek Shen sangat tegas. Bagaimanapun Chu Yunrong membujuknya, dia tetap tidak berhasil.
"Qinglan, nasihatilah nenekmu. Dengan keadaan fisiknya sekarang, nenekmu tidak bisa sembarangan." Saat Chu Yunrong melihat Shen Qinglan yang sedang duduk di samping sambil mengupas apel untuk Nenek Shen, matanya pun berbinar. Ibu mertuanya paling menyayangi cucunya ini. Dia pasti akan mendengarkan perkataan Qinglan.
Shen Qinglan memotong apel menjadi potongan-potongan yang sama ukurannya, bahkan dia juga menusukkan tusuk gigi dengan hati-hati agar Nenek Shen mudah memakannya.
"Nenek, apel hari ini sangat manis, cobalah."
Nenek Shen menerimanya dengan gembira.
"Qinglan, apakah kamu mendengar perkataan mama?" Shen Qinglan tidak terburu-buru, tetapi Chu Yunrong sangat gelisah.
Shen Qinglan mengambil tisu basah lalu menyeka tangannya sampai bersih. Setelah itu barulah dia memandang ke arah Chu Yunrong, "Ini adalah keputusan nenek, aku menghormatinya." Nenek ingin di hari-hari terakhirnya ada keluarga yang menemaninya. Sebagai generasi di bawahnya, dia tidak seharusnya menentang keinginan kecil seperti itu.
"Qinglan, mengapa kamu ini begitu tidak bijaksana? Apakah kamu tidak tahu bagaimana kondisi nenekmu? Kalau terjadi apa-apa dengan nenek, bagaimana kamu menjelaskannya kepada papamu?" Chu Yunrong menatap putrinya, dia benar-benar marah. Dia memintanya untuk membujuk neneknya, namun putrinya bukan hanya tidak mau melakukannya tapi bahkan mendukung keputusan neneknya. Neneknya benar-benar telah sia-sia menyayanginya. Untuk apa membesarkan putri seperti ini? Memelihara babi bahkan lebih baik daripada membesarkannya.
"Yunrong, cukup." Nenek Shen berseru pelan, "Ini adalah keputusanku sendiri, apa hubungannya dengan Lanlan? Mengapa kamu menyalahkannya?"
"Ma, aku melakukannya demi kebaikanmu." Chu Yunrong merasa teraniaya karena ditegur oleh nenek di depan putrinya.
Nenek Shen menenangkan wajahnya, "Yunrong, aku tahu kamu melakukannya untuk kebaikanku. Tapi tubuh mama sudah tidak bisa lagi. Tinggal di rumah sakit hanyalah menanggung penderitaan selama beberapa hari lagi. Aku sudah tinggal di rumah ini selama puluhan tahun, sudah terbiasa. Di hari-hari terakhirku, aku tetap ingin tinggal di sini."
Kata-katanya itu membuat air mata mengalir memenuhi wajah Chu Yunrong. Dia benar-benar menganggap Nenek Shen sebagai ibu kandungnya sendiri. Mendengar perkataan Nenek Shen itu seketika membuat hatinya terasa sakit.
"Ma, jangan bicara lagi. Aku yang salah." Chu Yunrong menggosok-gosok air mata di sudut matanya, "Ma, mama paling suka makan bakso ikan buatanku. Malam ini aku akan membuatkannya untukmu."
Chu Yunrong meninggalkan ruang tamu. Nenek Shen menatap bagian samping wajah cucunya yang tenang dan menghela napas tanpa suara.
**
"Qinglan, ponselmu berbunyi." Dari luar kamar mandi terdengar suara Yu Xiaoxuan.
"Siapa?"
"Entahlah, nomor tidak dikenal." Yu Xiaoxuan berkata dengan suara keras karena takut Shen Qinglan yang sedang mandi di dalam tidak dapat mendengarnya dengan jelas.
Akhir-akhir ini Shen Qinglan tidak tinggal di sekolah karena Nenek Shen berharap agar dia pulang dan tinggal di rumah. Meskipun Shen Qinglan tidak suka pulang ke kediaman Shen, tetapi dia tidak bisa menolak Nenek Shen yang sangat menyayanginya itu.
Hari ini dia mandi di asrama hanya karena sore harinya ada pelajaran pendidikan jasmani. Setelah menemani Yu Xiaoxuan bermain bulutangkis, seluruh tubuhnya berkeringat. Dia tidak suka perasaan lengket di sekujur tubuhnya.
Begitu mendengar kalau itu nomor tidak dikenal, Shen Qinglan pun tidak memedulikannya dan merapikan dirinya dengan santai. Saat dia keluar, ponselnya sudah tidak berbunyi. Dia melirik panggilan tidak terjawab itu, angka yang asing dan tanpa kesan sedikit pun. Dia pun tidak menghiraukannya.
Ketika dia akan meletakkan ponselnya, layarnya lagi-lagi menyala. Masih nomor yang tadi.
"Halo, aku adalah Shen Qinglan." Suara wanita yang jernih ditransmisikan ke ujung lain melalui telepon.
"Aku Fu Hengyi."
Shen Qinglan melirik ponselnya, dia sepertinya tidak mengerti mengapa Fu Hengyi meneleponnya.
"Sekarang ada di mana?" Terdengar suara Fu Hengyi yang dalam dan enak didengar.
"Di asrama sekolah." Dia menjawab dengan jujur.
"Apakah malam ini ada waktu? Aku ingin mengajakmu makan." Fu Hengyi berkata sambil melirik Kakek Fu yang berdiri di sebelahnya, telinganya hampir menempel di wajahnya.
Shen Qinglan terdiam, tidak mengiyakan juga tidak menolak.
"Anggap saja sebagai ucapan terima kasih." Fu Hengyi berbicara sebelum Shen Qinglan. Khawatir dengan keberadaan Kakek Fu di sana, Fu Hengyi tidak mengatakannya dengan jelas. Tetapi Shen Qinglan mengerti.
Dia yang awalnya akan menolak itu pun menelan kembali perkataan yang sudah sampai di mulutnya, "Baiklah."
Mendengar Shen Qinglan telah menyetujuinya, Kakek Fu pun tersenyum lebar. Dengan tangan di punggungnya, dia pergi sambil bersenandung tanpa sedikit pun memperhatikan tentang ucapan terima kasih yang dikatakan cucunya.
Shen Qinglan tidak suka berhutang budi kepada orang lain. Walaupun pada peristiwa di restoran hari itu dia juga bisa menyelesaikannya tanpa Fu Hengyi turun tangan, tapi bagaimanapun juga Fu Hengyi telah bertindak untuk membantunya. Kalau dengan satu kali makan bisa menyelesaikan hal ini, Shen Qinglan berpikir kalau dirinya tidak seharusnya menolak.
Shen Qinglan tidak membiarkan Fu Hengyi menjemputnya, tetapi dia naik taksi sendiri ke restoran yang disebutkan Fu Hengyi. Keluarga Shen sudah membelikan mobil untuk Shen Qinglan, tapi dia sudah terbiasa hidup sederhana, dia tidak suka mengemudikan mobil ke sekolah.
Fu Hengyi tiba lebih awal dari Shen Qinglan. Dia melihat wanita yang berjalan santai memasuki restoran. Meskipun hanya mengenakan pakaian kasual sederhana dan hanya memakai bedak di wajahnya, tetapi karena wajahnya yang indah serta aura dingin di sekujur tubuhnya, kecantikannya yang dingin dan keeleganannya semakin bertambah, seakan-akan dia adalah bunga di gunung yang tinggi, bisa dilihat namun tidak bisa dijangkau.
Fu Hengyi tanpa sadar mengerutkan keningnya. Bahkan dia sendiri tidak menyadarinya, melihat Shen Qinglan yang sepertinya tidak peduli tentang segalanya ini, hatinya merasa sedikit tidak nyaman.
Shen Qinglan awalnya mengira kalau Fu Hengyi ingin meminta bantuannya. Tapi hasilnya, dari awal hingga akhir Fu Hengyi tetap tidak mengatakan apa-apa. Ini benar-benar murni hanya makan saja.
Melihatnya hampir selesai makan, Shen Qinglan tidak tahan dan melirik Fu Hengyi, lagi dan lagi.
Memangnya siapa Fu Hengyi? Mana mungkin dia tidak menyadari pengamatan Shen Qinglan yang sama sekali tidak ditutupi itu? Hanya saja saat ini dia juga sangat tidak berdaya.
Dia tidak bisa memberitahu Shen Qinglan bahwa dia mengajaknya makan hari ini karena dipaksa oleh kakeknya.
"Kudengar Nenek Shen sudah keluar dari rumah sakit?" Fu Hengyi mencari-cari topik pembicaraan.
Shen Qinglan mengangguk. Nenek Shen sudah keluar dari rumah sakit selama tiga hari. Melihat hubungan keluarga Shen dan keluarga Fu, dia tidak percaya kalau Fu Hengyi tidak mengetahuinya.
Entah bagaimana, dari wajah Fu Hengyi yang tenang itu Shen Qinglan dapat melihat sedikit ketidakberdayaan. Matanya yang indah berkilat aneh.
Kakek Shen menyebut Fu Hengyi 'anak dari keluarga orang lain'. Walaupun setelah kembali ke keluarga Shen Shen Qinglan belum pernah bertemu dengan orang ini lagi karena perubahan situasi, namun Shen Qinglan tahu banyak mengenai pencapaiannya.
Dia tahu bahwa di usia tiga belas tahun Fu Hengyi dikirim ke luar negeri untuk belajar, di umur sembilan belas tahun masuk kemiliteran, kemudian di tahun yang sama terpilih menjadi pasukan khusus. Bahkan di usia tiga puluh dia ditetapkan sebagai mayor jenderal. Dia adalah mayor jenderal termuda di negara mereka, tidak ada yang bisa dibandingkan dengannya.
Keluarga Shen adalah keluarga militer dan politik, tentu saja Shen Qinglan mengerti, kalau ingin dipromosikan menjadi mayor jenderal di usia tiga puluh tahun, mungkin prajurit di depannya ini bukanlah pasukan khusus biasa.