Semoga aku tak salah menjatuhkan pilihan, dan semoga dia tak mengecewakan. Karena aku takut terluka.
๐๐๐
Cinta tak pernah bisa melihat. Maka dari itulah, cinta tak pernah memilih untuk menghampiri siapa dan kapan. Seperti kini, cinta yang ada di hatiku secara perlahan telah tumbuh.
Aku sendiri tak tau, kapan tepatnya perasaan ini ada untuknya. Meski di awal pertemuan aku sangat menolak kehadirannya, kini justru sebaliknya. Aku telah jatuh hati padanya.
"Ra, bukannya dalam Islam pacaran itu di larang ya?" Tanya Kia.
Aku mengangguk, "Aku tau Kia, itu kan 9 tahun yang lalu. Aku masih minus tentang agama, masih belum tau apa-apa. Pokoknya yang aku suka, ya aku lakuin."
"Lalu sekarang? Bukankah kemarin-kemarin sebelum putus juga pacaran Ra?" Ucap Ira.
"Sabar dong, nanti juga kejawab semuanya. Satu persatu, okay."
๐๐๐
Drrttt....Drrrtttt
1 message unread
Ini ngapain pake getar saat jam pelajaran sih, didepan aja guru masih sibuk menerangkan. ini kok sembarangan main hp, mana iseng ngirimin pesan ke aku lagi. Duh, liat bentar nggak apa-apa kali ya, jangan nengok ke sini dulu ya Bu, batinku.
Aku pura-pura menyandarkan tubuhku dan duduk sedikit kebelakang agar nggak ketahuan kalo aku lagi main. Okey, keknya aman, celingukan sana sini, bagus pada fokus.
Kak Alan
+628937856xxx
Nanti pulang bareng ya :)
Ih, kirain dari orang penting siapa, ternyata. Aku menepuk jidatku, bukannya dia juga penting ya Meira, ck.
Tak berniat membalas pesannya, aku melihat keluar, mendapatinya sedang melihat kearah ku. Ku anggukkan kepala sebagai jawaban ajakannya. Baiklah, sekarang fokus pelajaran, nggak usah senyum-senyum nggak jelas terus.
Bel pulang sudah berbunyi dari setengah jam yang lalu, dan disinilah aku, berdiri dipinggir jalan menunggu sesuatu yang tak pasti.
"Sebenernya niat ngajak pulang bareng nggak sih, lama banget sampe jamuran nungguin," dumelku.
Okey, Kelamaan, aku bisa pulang sendiri. Yah, mau nggak mau akhirnya aku jalan kaki kearah terminal, sial banget sih.
Terus berjalan sepanjang jalan, sendirian. Tau gini kan tadi aku bareng sama Dian saja, ngenes banget sih nasibku, hiks, jadi pengen mewek kan.
Tiitt... Tiitt...
Sudah setengah perjalanan hampir sampai ke terminal, tiba-tiba ada sebuah motor memotong jalanku. Siapa sih?.
Loh? Kok boncengan sama cewek lain?
"Kok ninggalin aku sih Ra," ucapnya membuyarkan lamunanku.
"Kakak lama, jadi aku putusin jalan kaki aja."
"Maaf, lupa nggak bilang tadi. Ya udah, ayo!"
"Ayo kemana kak?"
"Ya pulang sayang,"
Aku menunduk, duh, malu banget. Ngapain sih pake panggil sayang segala. "Terus Elsa gimana kak? Kak tadi bareng kakak,"
"Nggak apa-apa Meira, aku bisa turun sini kok,"
Aku kebingungan, loh? "Eh, jangan dong, kok turun sini sih. Kita bonceng bertiga aja ya kak? Nggak apa-apa kan?," Pintaku, Alan hanya mengangguk menyetujui usulku.
Elsa turun dari boncengan dan menyuruhku untuk duduk di tengah, tapi..
"Kamu aja deh El yang duduk tengah, aku di belakang aja ya," pintaku.
"Kok gitu Ra, kan Alan cowok kamu, masa iya aku yang duduk ditengah?" Tolaknya.
"Nggak apa-apa kok, kamu aja yang ditengah, buruan naik,"
Bukan tanpa alasan aku ingin duduk dibelakang, hanya saja aku merasa sedikit risih kalo harus duduk berhimpitan. beda lagi kalo duduk berdua, udah pasti longgar.
"Ra, ada pasar malam tuh, mau mampir nggak?" Tawarnya.
Aku terkekeh, "Ini siang bolong kak, mana ada pasar malam. Ada-ada saja,"
"Tapi siang-siang begini udah buka kok Ra, tapi nggak seramai kalo malem, mau nggak?"
Kupikir-pikir nggak ada salahnya, "Boleh deh kak, Elsa mau ikut?" Tanyaku pada Elsa yang sedari tadi hanya diam saja.
"Nggak ganggu kalian?"
"Enggak kok, santai aja. Kan makin asyik kalo rame-rame," Elsa hanya mengangguk.
๐๐๐
"Weeehhh... Ngedate kok ada orang ketiganya Ra, jadi obat nyamuk dong itu, temen kamu." ledek Ira.
Aku menimpuknya pakai bantal, "Heh! Sembarangan, ya kali aku nyuruh kak Alan buat nurunin dia di jalan. Aku nggak sejahat itu kali," Kesalku.
"Ya deh iya, yang kelewat baik. Udah capek nungguin, berujung jalan kaki, eh nggak taunya di datengin malah keadaan boncengan sama cewek lain. Apa kabar hati kamu?"
Kan, kan, mulai deh nyinyir nya.
"Hati aku baik-baik aja lah, lagian itu kan masih awal, aku belum sepenuhnya ada rasa sama dia, wleeeekkk." Aku balik meledek Ira.
"Udah, udah, kalian apa-apaan sih. Kek anak kecil tau nggak," Kia melerai perdebatan antara aku dengan Ira.
๐๐๐
"Udah sampe, ayo turun,"
Aku melihatnya dengan takjub, bilangnya pasar malam, tapi siang-siang begini udah rame banget.
"Woaahhh, rame banget kak. Padahal belum malem loh, apalagi nanti malem ya, penuh mungkin."
"Udah tutup itu mulutnya, nanti ada lalat masuk loh," guraunya. Spontan saja aku langsung menutup rapat mulutku dan memukul bahunya, "enak aja!," Dia malah tertawa kencang, karena berhasil mengerjai ku.
Bukan karena katrok ya ini, tolong di garis bawahi dan di tebelin kata-katanya, aku nggak katrok!. Aku pernah kok ketempat beginian, ya, hanya saja, itu terjadi waktu aku masih kecil. Jadi udah lupa deh, hehe.
"Udah ah, ayo!. Malah berdiri dipintu masuk terus, mau gantiin jaga tiket emang?"
"Enak aja!," Rungutku kesal.
Aku berjalan tepat di samping kak Alan, sedangkan Elsa memilih berjalan di belakang. Katanya sih, mau sambil lihat-lihat.
Entah perasaan apa ini, yang jelas, aku merasa bahagia. Mungkin karena sudah lama tidak pergi ketempat seperti ini kali ya, sampe-sampe rasa bahagianya tak dapat terlukiskan dan--
Loh, eh? Apa ini?
Aku melihat tangan kananku yang sudah berada digenggaman nya.
"Kok di gandeng sih kak?," Aku mencoba melepas pegangannya.
"Loh, kok di lepas sih Ra,"
"Nggak mau, nggak boleh pegang-pegang," Tolakku saat dia mencoba menarik tanganku kembali.
"Udah sini," Alan menarik tanganku lagi, "Nanti kamu malah ilang," sambungnya.
Dih, emang aku anak kecil apa?.
Dengan terpaksa, dan berat hati, aku membiarkannya. Tenaganya jauh lebih besar, sekarang aja rasanya makin erat genggamannya, ck.
"Ra?," Panggilnya.
Aku menoleh kearahnya, "kenapa kak?"
"Kamu tau, kenapa tangan kita diciptakan berbentuk seperti ini," dia melepaskan pegangannya, dan menunjukkan sela-sela jari tangannya.
Aku hanya menggeleng, sebagai jawaban bahwa aku tidak tau. Dia kembali memegang tangan ku, dan menunjukkannya padaku-
"Untuk ini Ra," jelasnya, dan aku tersenyum melihatnya.
๐๐๐
"Emang sela-sela jari tangan untuk apa Ra?," Tanya Kia.
Aku tertawa kecil menanggapi pertanyaan Kia, "coba kamu praktekin sendiri sana, pegangan sama Ira," usulku.
Kia menyuruh Ira untuk mendekat ke arahnya, dan kalian tau sendirilah yang terjadi. Yup, mereka bener-bener pegangan tangan, aku malah tertawa melihat tingkah mereka berdua yang kebingungan sambil menggoyang-goyangkan tangan mereka-
"Mau nyebrang Bu? Kok pake gandengan tangan segala," celetukku.
Sedetik kemudian, mereka sadar dan kompak melempar bantal ke arahku.
"Asem banget kamu ya Ra, ngerjain kita," aku makin kencang menertawai mereka.