Chereads / ujung penantian / Chapter 10 - Kolong meja (2)

Chapter 10 - Kolong meja (2)

Aku masih memukulinya tanpa henti, meluapkan rasa kesalku karena dia terus-terusan meledekku. Rasain!.

"Udah dong dek, kakak tuntut kamu nanti loh, dengan kasus K-D-R-T." Ucapnya dengan mengeja kata yang terakhir.

"KDRT apa? Sembarangan kalo ngomong," rungutku kesal.

"Lah, ini kan termasuk KDRT."

"Enak aja!, emang situ siapa?."

"Loh, loh, gitu ya sama kakak. Emang nggak mau jadi istri kakak, hem hem." Godanya.

"Nggak!."

"Beneran nih?." Dia masih saja menggodaku.

"Nggak! Dah ah, males. Mau pulang." aku memilih berdiri dan berjalan keluar duluan, meninggalkannya sendiri.

Dia mengikuti di belakang, sambil sesekali masih saja menggodaku pasal kebodohan ku ngumpet tadi. Menyebalkan, kenapa bisa malah buat malu diri sendiri sih.

Dia mempercepat langkahnya mengimbangi, tepat saat berada disamping, kak Alan menarik tanganku "Udah ngambeknya, ayo aku antar pulang."

🍂🍂🍂

"Apa!! Kalo mau ketawa, ketawa aja. Nggak usah ditahan-tahan," ucapku sebal pada kedua sahabat ku. Lihat saja, ekspresinya sama-sama menyebalkan seperti kak Alan waktu itu.

"Hehe, nggak jadi deh." Jawab Kia sembari membuat ekspresi wajahnya sebiasa mungkin.

"Lagian nih ya Ra, kamu ngapain pake acara ngumpet dikolong meja?." Tanya Ira.

"Gini ya Ira cantik, aku saat itu panik nggak bisa berfikir jernih. Dan yang aku pikirkan dikepala ku adalah bagaimana caranya supaya tidak ketahuan sama guru tadi. Masa iya aku lari? Kan nggak mungkin." Jelasku panjang lebar.

"Iya, sangking nggak mungkinnya jadi buat malu diri sendiri dihadapan pacar. Hahahaha," ucap Ira dengan nada mengolok-olok ku.

"Masa bodoh deh." Putusku.

Sejak saat itu, aku bener-bener kapok. Karena nggak ingin mengulang kejadian yang sama, tiap kali kak Alan ngajakin pulang bareng pasti aku langsung nungguin diparkiran.

Nggak banget ya kalo harus malu-maluin diri sendiri sampai dua kali, cukup yang kemarin aja. Itu aja udah bikin aku malu setengah mati, apalagi kalo harus terulang. Bisa-bisa aku nggak mau ketemu lagi sama kak Alan, saking malunya.

"Oh iya Ra, guru sama siswi yang kamu maksud tadi itu siapa?," Tanya Kia.

"Siswi itu temen sekelas ku, namanya Arum. Kalo guru itu, dari yang kak Alan kasih tau sih, pengampu dikelas dia. Dan guru itu kakaknya temenku Arum." Jawabku.

"Lalu besoknya Arum nggak nanyain kamu?," Tanya Ira.

Aku menggeleng, "nggak ada tanya sih, kayaknya emang nggak tau. Jadi aman deh." jawabku dengan sedikit bangga karena berhasil menyembunyikan diriku.

"Iya aman, dan malu-maluin, hahahaha." Ledek Ira.

Nih temen satu bener-bener minta disleding kali ya.

🍂🍂🍂

"Ra..." Panggil Ira.

Aku melihat kearahnya, "kenapa Ir?." Tanyaku.

"Sejauh itu hubungan kalian sepertinya baik-baik saja."

Aku tersenyum simpul, "memang masih baik-baik saja." Jawabku.

"Lalu? Apa yang membuatmu bisa bertahan dengannya." Tanya Ira lagi.

"Ya...hanya berusaha percaya saja sama dia." Jawabku.

"Tunggu dulu..." Kia merasa seperti tersadar akan sesuatu, "tadi kamu bilang 'masih baik-baik saja'?" Aku hanya mengangguk menanggapinya.

"Memang setelah itu hubungan kalian nggak baik-baik saja?" Tanya Kia.

Melihat tingkah Kia, aku jadi ingin ketawa. Dia seperti seorang detektif yang sedang memecahkan sebuah misteri lewat teka-teki yang kuberikan.

Aku sepertinya mengingat terlalu jauh masa laluku, sampai nggak sadar kalau mataku sudah mengeluarkan air. Kenapa semenyakitkan ini rasanya?.

Aku mencoba menghembuskan nafas pelan, berusaha agar rasa sesak yang ada di hatiku bisa sedikit berkurang. Tapi bodohnya air mataku nggak mau berhenti.

"Ra..? Kalo kamu nggak kuat, jangan dilanjutin." Ucap Ira.

Aku mengusap pelan pipiku yang sudah sangat basah. Tidak! Aku tidak selemah ini. Ucapku dalam hati.

"Nggak usah di lanjutin ya, udahan aja deh." Kia ikut menimpali.

"Udah, aku nggak apa-apa kok," jawabku dengan sedikit memaksakan senyum.

"Masih mau lanjutin?." Tanya Ira. Aku hanya mengangguk.

🍂🍂🍂

"Kalian tau..."

"Enggak," Kia seenaknya menyela pembicaraan ku. Aku melihatnya dengan sengit dan yang dilihat cuma cengengesan.

"Meskipun saat kejadian kolong meja itu aku aman, tapi tetep saja aku kena hukuman." Sambungku.

"Bagaimana bisa?, Emang kamu ketahuan ngapain lagi bisa kena hukum," tanya Ira.

"Hehe, ketahuan sama guru waktu ke warnet bareng doi." Jawabku santai.

"Aduhh Meira... Memang kamu nggak bisa kerjain tugas dirumah, ngapain pake ke warnet segala, dirumah kan ada laptop." Cerocos Ira tanpa memberi jeda.

"Yaelah Ir, kan aku cuma nemenin dia main doang. Lagian juga ngga ngapa-ngapain, emang dasar gurunya tuh yang nyari perkara, mana pake acara aku dipanggil ke kantor lagi."

"Mampus kamu." Ucapnya mengataiku.

"Et...et... Bukan Meira dong namanya kalo langsung iyain panggilannya," sombong ku.

"Lalu?" Tanya Kia.

"Aku pura-pura sakit sampai 3 hari, hahahaha." Jawabku.

"Yeee.... Nih anak, sakit beneran baru tau rasa." Timpal Ira.

Aku memang beralasan sakit untuk tidak masuk ke sekolah, yang ada dipikiran ku adalah bagaimana caranya supaya aku tidak bertemu dengan guru itu.

Ternyata bolos 3 hari belum cukup, bahkan guru itu pun masih kekeuh nyuruh aku ke kantor. Hingga akhirnya aku mengalah dan datang menghadap.

Sungguh, diluar dugaan. Ku kira bakal ada acara skorsing atau surat panggilan buat orang tuaku, ternyata tidak! Jadi aku aman pemirsa, hahaha.

"Masa kamu di panggil aman-aman aja Ra." Kesal Kia.

"Lah kok kamu ngomongnya gitu Ki, kamu ngarepnya apa? Aku dihukum berat gitu?." Ucapku tak kalah kesal dengan Kia.

"Disuruh lari kek, nyapu halaman, atau apa gitu. Masa iya di bebasin gitu aja." Usulnya.

"Eh, eh enak banget itu mulut kalo ngomong," Kesalku " meskipun aku tidak dihukum, tapi asal kalian tau. Kak Alan ternyata juga dipanggil dan disuruh putusin aku, kalo nggak bakalan ada surat panggilan buat orang tua, gila nggak tuh!." Sambungku.

Mereka kompak berteriak, "Hah! Putus?!"

"Tapi ya, kita nggak beneran putus. Cuma pura-pura doang, ya kali gara-gara gitu doang langsung putus." Jelasku.

Kita panggil saja guru yang menghukum ku tadi pak Hadi, biar lebih enak dengernya.

Pak Hadi ternyata tak sampai disitu saja buat cari cara untuk menghukum ku. Pada saat pelajarannya pun aku sering disuruh maju kedepan buat mengerjakan.

Ini bukan hanya asal mengerjakan saja, yang perlu kalian ketahui adalah tantangannya dalam mengerjakan. "Jika kalian tidak bisa mengerjakan dengan benar, kalian akan berdiri diluar kelas." Ucapnya waktu itu.

Tanpa diduga saat salah satu temanku salah mengerjakan dan mendapatkan hukuman, ternyata dia disuruh berdiri bukan diluar kelas kami....

"Loh Ra, tadi katanya kan diluar kelas." Tanya Kia.

"Memang, tapi hanya siswa beruntung saja yang bisa berdiri diluar kelas kami." Jawabku.

"Terus?,"

"Kami disuruh berdiri diluar kelas lain. Dan kalian tau itu artinya apa...."

".... kemungkinan besar kalo aku salah akan dihukum tepat diluar kelas kak Alan."

"Woaahh, gokil banget tuh guru kamu pak Hadi." Ucap Ira sambil cekikikan.

"Kamu kena hukum juga?." Tanya Kia.

"Jangan salah, biarpun otakku standar tapi aku berhasil lolos loh," jawabku dengan bangga.

"Masa sih." Ucap Ira tak percaya.

"Asal kalian tau, nggak cuma sekali pak Hadi menyuruhku untuk mengerjakan, yang lain mah enak cuma sekali doang. Lah aku?," Jelasku.

"Emang berapa?." Tanya mereka kompak.

"Lima kali." Jawabku enteng.

"Hah!." Okey, makin melotot lagi mata mereka bener-bener bisa copot mungkin.