Satu hal yang tak aku tau adalah kenapa air mataku tak mau berhenti keluar, padahal hanya surprise kecil-kecilan tapi lebayku nggak karuan. Berasa tak pernah merasakannya, ck.
"Jadi nggak bener-bener marah ya Ra?" Tanya Ira terheran-heran.
Aku mengangguk, mengiyakan pertanyaannya. Dari awal aku sudah bilang kan, bahkan sudah ku buktikan sendiri, kak Alan tak akan pernah bisa marah terhadapku.
"Bagus dong. Terus kamu dapet apa Ra, dari Alan?" Ucap Kia.
"Maksud kamu kado?" Kia mengangguk.
"Jam tangan"
"Hanya itu?" Timpal Ira.
Aku menggeleng, "Kalian tau apa yang lebih gila dari surprise nya?"
"Apa?" Jawab mereka kompak.
"Aku mendapatkan coklat satu kantong plastik----"
Mereka memandangku penuh tanya, bukankah kalo beli memang ada kantong plastiknya? Satu di taruh dalam kantong plastik pun jadi coklat sekantong plastik.
".....penuh," sambungku.
Seketika mereka melotot, aku yang melihatnya jadi geli sendiri. Pasti mereka sudah membayangkan berapa banyak yang ku dapat.
Aku saja waktu itu bingung mau menghabiskannya gimana, sampai butuh waktu berhari-hari.
"Gila!!!" Teriak Ira.
Aku hanya tertawa kecil melihat respon Ira. Ya, meskipun Ira tau aku suka dengan coklat, mungkin menurutnya tak harus sebanyak itu kan?.
"Gimana cara kamu habisinnya?" Tanya Kia.
"Ya aku makan lah, tapi nggak langsung sekaligus." Jelasku.
"Nggak kamu bagi-bagi?" Timpal Ira.
"Enggak, mau dibagi ke siapa? Kalo buat satu kelas nggak cukup lah. Sedangkan, Dian sama Vina sudah dikasih kak Alan jatah sendiri, jadi ya gitu.." aku meringis pada Ira, sedangkan dia hanya geleng-geleng melihat kelakuanku.
🍂🍂🍂
Terlepas dari kejadian memalukan saat aku menangis sesenggukan dihadapan kak Alan, baiknya dia tak pernah membahas hal itu.
Aku sendiri kalo mengingatnya serasa pengen ketawa, sudahlah... Itu semua sudah berlalu. Sekarang hubungan ku dengannya memasuki bulan kelima. Tak terasa, aku yang diawal bilang ogah-ogahan buat berhubungan dengan dia, nggak menyangka bisa bertahan selama itu..
"Dek, pulang nanti tungguin ya." Ucapnya buru-buru saat istirahat sedang berlangsung, bahkan dia hanya menyembulkan kepalanya dipintu. Aku hanya mengangguk menanggapi permintaannya.
Bukan suatu hal yang langka, tiap kali ada kesempatan pasti dia selalu menyuruhku untuk menunggu dan pulang bareng.
Aku keluar kelas menuju ke kantin bareng Dian, dan jangan heran karena aku tak pergi dengan kak Alan.
Perlu kalian ketahui, aku tak pernah pergi ke kantin bareng dia, nggak kayak di sinetron-sinetron yang mana si cowok pasti nyamperin ceweknya buat makan bareng, nggak banget! Itu bener-bener bukan tipikal kak Alan, dia lebih suka pergi dengan teman-temannya dibandingkan bareng aku. But, bagiku itu bukan masalah besar, aku menghargainya.
🍂🍂🍂
"Nih, minum dulu," tawar Ira, "ngomong panjang lebar juga butuh minum, biar nggak seret tuh tenggorokan." Sambungnya sambil tertawa.
Ngeledekin nih anak, cih.
Aku menerima minuman dari Ira dengan tatapan sinis, awas aja nanti!.
"Masa iya nggak pernah ke kantin bareng sih Ra," tanya Kia.
Percaya nggak percaya, memang seperti itu kenyataannya. Lagi pula aku juga lebih nyaman kayak gitu, dari pada nanti jadi sorotan temen-temen. Aku paling nggak suka jadi bahan omongan orang-orang, tidak berbuat saja sudah sering diomongin apalagi bener-bener dilakuin, wehh bisa makin banyak yang nyinyirin nanti.
"Enggak pernah Ki, lagian juga aku nggak mau makan bareng dia," ucapku setelah selesai meneguk habis air yang diberikan Ira tadi.
"Lah kok gitu, kenapa?."
"Bikin nggak kenyang." Ceplos ku.
"Makan tinggal makan kali Ra, kenapa bisa nggak kenyang sih." rungut Ira.
"Itu kamu kali Ir, aku mah nggak gitu. Jaga image dong, hahaha." Aku tertawa dengan terbahak-bahak, seketika Kia melempari ku bantal.
"Kia ih.."
"Makanya kalo tertawa itu jangan kek gitu, tadi katanya jaga image, sekarang kok ketawanya mulutnya kebuka lebar."
Nah, diem sudah kalo Kia sudah menceramahi kek gini. Ya bener juga sih, ibuku juga sering melarang ku seperti itu, katanya seorang wanita kalo tertawa nggak boleh terbahak-bahak, selain nggak baik ya bisa membuat hati kita keras.
Dalam suatu hadits juga sudah dijelaskan bahwa, "Janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tawa itu akan mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah." (HR. Bukhari Muslim)
🍂🍂🍂
Bel tanda pulang sudah berbunyi lima menit yang lalu, tapi aku enggan beranjak dari tempat dudukku. Sekalian saja aku nungguin disini, dari pada nunggu diluar kayak dulu-dulu, yang ada malah nggak ketemu. Bisa-bisa jalan kaki lagi nanti.
Selang beberapa menit kemudian dia sudah nongol didepan kelasku. Aku hendak berdiri dan menghampirinya, tapi dia sudah menarikku lebih dulu-
"Sini aja dulu, kakak pengen ngobrol sama kamu," ucapnya.
"Ada apa kak,?" Tanyaku.
"Nggak ada, cuma mau ngobrol aja kok. Pulang nanti ya," aku hanya mengangguk.
Kak Alan bertanya banyak padaku, sedangkan aku hanya menjawab seadanya. Dia seperti bisa mengimbangi ku, karena aku yang cenderung diam jadi dia banyak bicara.
Sampai nggak terasa kami sudah menghabiskan banyak waktu disini, karena ngobrol sama dia, aku juga ikut-ikutan lupa untuk minta pulang.
Bersamaan itu aku melihat kearah jendela, salah satu guru dan murid sedang berjalan kearah kelas yang sedang kutempati ini.
Semakin dekat baru ku ketahui, ternyata murid itu adalah teman sekelas ku dan guru itu... Aku sedikit asing karena tidak pernah melihatnya mengajar dikelas.
Spontan saja aku langsung menyembunyikan diriku dibawah kolong meja, "Dek, kamu ngapain? Kok malah ngumpet,"
Aku melotot kearahnya dan memberi isyarat supaya dia diam. Perasaanku makin nggak karuan karena guru tadi malah masuk kedalam kelas.
"Lan, kamu tau kunci motor bapak tidak?." Tanya guru tadi.
Kak Alan melirikku, "nggak tau pak, memang tadi bapak taruh mana?" Jawabnya.
"Bapak lupa naruh, kalo tau kasih tau bapak ya," pintanya. Kak Alan hanya menanggapinya dengan anggukan.
Ngapain nyari sampe sini? Sedangkan guru itu aja nggak punya jam di kelasku, aneh. Batinku.
Aku sampai nggak sadar kalo guru tadi sudah pergi dari kelasku, sampai tiba-tiba...
"Hahaha..." Tawa kak Alan memecah lamunanku.
Aku melihat kearahnya dengan sengit, "Apa lihat-lihat!!!," Masih berlagak sok cool, nada bicaraku juga aku jutek-jutekin.
"Nggak, nggak ada apa-apa," katanya sambil nahan tawa.
"Nggak ada kok mukanya kek gitu," Kesalku.
"Muka kakak kan emang kek gini," jawabnya dengan membuat ekspresi wajah yang dibuat-buat supaya tidak terlihat kalau sedang ingin menertawakan ku.
Aku masih menatapnya dengan perasaan sebal. "Udah, nggak ada apa-apa kok dek." Ucapnya menenangkan ku.
"Btw, tadi ngapain ngumpet dibawah?." Sambungnya.
"Nggak apa-apa."
"Nggak ada apa-apa kok ngumpet dibawah, hem hem." godanya sambil manaik turunkan alisnya.
"Y-ya, panik aja. Nanti kalo kita dihukum gimana." Cicitku.
Dan, "Bwahahaha..." Tawanya pecah.
Aku memukuli pundaknya tanpa ampun, "dasar nyebelin..!!!."