"Cepetan!", Potongku.
"Aku suka sama kamu"
Deg!
Apa dia bilang tadi? Suka? Ngelindur kali nih anak.
"Apa, apa, bilang apa tadi? Kok tiba-tiba kupingku jadi budek ya?"
"Hm... A-aku sss-su-suka sa-sama ka-kamu" jawabnya, kok jadi gagap?. Ingin ketawa tapi nggak sopan, nggak ketawa tapi pengen ketawa, dosa nggak ngetawain orang yang lebih tua, ck.
"Ch, nggak, nggak usah aneh-aneh deh. Nggak lucu tau bercandanya."
"Loh kok bercanda sih Ra, ini itu serius. Ya kali masalah perasaan aku main-main." Tegasnya.
"Nggak, nggak usah aneh-aneh deh"
"Ya Allah, serius aku ini Ra," Dih, giliran gini kok lancar banget ngomongnya.
Aku masih diam, tak menanggapi omongannya lagi. Sungguh, aku tak ingin terikat dengan siapapun dulu. Apalagi, aku baru berapa bulan sekolah disana. Masa iya, baru bentaran udah dapat cowok aja.
"Ra...? Masih denger kan??. Aku serius Ra sama kamu, aku nggak main-main apalagi bercandain kamu." Ulangnya.
"Keknya enggak deh, aku belum siap. Lagian juga aku belum tau kamu yang sebenarnya itu gimana, kamu juga belum kenal aku banget, main suka-suka aja. Ntar ujung-ujungnya nyesel setelah tau aku kek gimana, ogah ya." Tolakku, masa bodo lah kalo sakit hati sama aku.
"Ya.... Aku tau, ini emang kecepeten sih Ra, tapi aku beneran serius, aku dah yakin sama kamu. Aku kasih waktu kamu deh, buat mikir, ya?." Tawarnya.
Pikir-pikir ya?, Apanya yang mau aku pikirin. Aku kan emang dari awal nggak suka sama dia, apalagi yang perlu dipertimbangin? kali aja tiba-tiba aku berubah pikiran, gitu? Nggak mungkin!. Udah mantap pokoknya...
"Hmm, yaudah." Eh, kok mulutku nggak konsisten sih. Wah, lain dihati beda di mulut nih, kacau.
"Beneran Ra, mau dipikirin dulu kan?", Tanyanya lagi.
"Sekali lagi tanya, aku berubah pikiran," tegasku. Kudengar teriakan bahagia dari seberang sana. Sebegitunya kah?
"Eehh, ya jangan dong. Yaudah, aku tutup dulu ya Ra, pokoknya aku tunggu jawaban kamu. Selamat istirahat, Meira."
Dia mengakhiri telepon, aku malah melamun. Kenapa mulutku nggak konsisten banget sama pikiranku sihh, sekarang gimana coba. Nanti kalo aku beneran suka? Hah! Nggak, nggak mungkin. Big NO!
๐
Ira melempar bantal ke arahku dan tepat sasaran sekali bisa mengenai wajahku, hih. "Apa sih Ira, main lempar-lempar. Sakit tau nggak?"
"Nggak tau! Abis siapa suruh ngalamun wae, aku tau, dari awal sebenarnya kamu itu udah ada rasa kan sama Alan? Cuma ya gitu, gengsi, nggak mau ngakuin." Ucap Ira.
"Hmm, nggak tau juga sih, cuma emang agak beda kalo deket sama dia. Kalian tau, deg-deg serr gimana gitu, iih."
"Terus kenapa sok-sok an jual mahal gitu sama dia, bilang enggak, ujung-ujungnya mau juga" cibir Kia.
"Oiya jelas harus itu, masa iya kita jadi cewek mau-maunya jual murah. Aku sih ogah ya,"
"Lagian ya Ra, seingetku dulu kamu kan udah pernah pacaran. Sama siapa itu, aku lupa. Jadi nggak ada masalah dong sama Alan ngapain pake acara dilama-lamain buat nerima Alan," komentar Ira.
"Nah, kamu kan temen aku dari orok nih, ya. Tau dong dulu waktu masih sekolah sama kalian itu cuma main-main doang, mana ada kata serius. Cinta monyet itu mah, dah ah lewat".
Lagian itu hanya sebuah kata saja, masa-masa masih jadi bocah. Cuma dikasih surat aja dikira pacaran, lain kali dikasih permen juga dibilang pacaran kali ya, ck.
๐
Seharian absen nggak masuk rasanya rindu sama suasana sekolah, ya meskipun disekolah gini-gini aja sih. Tapi ini justru lebih menyenangkan daripada berdiam diri di rumah.
Terlepas dari kejadian telepon kemarin, aku sendiri belum tau mau bagaimana, memikirkannya pun tidak. Entahlah, mungkin bagiku itu nggak penting dan hanya angin lalu saja.
Apalagi, Alan juga tidak ada tanda-tanda ingin mengganggu. Sepertinya dia benar-benar memberiku waktu.
Waktu apanya? Memikirkannya saja tidak! Hah!.
Tapi entah kenapa, ternyata seharian tanpa gangguan darinya terasa begitu hampa, rasanya ada yang berbeda. Meskipun aku belum menyukainya, tapi kehadirannya cukup menghiburku.
Baiklah, sekarang sudah waktunya untuk pulang. Stop! Mikir yang penting,
Kling!
1 message unread
Nah, kan. Pucuk dicinta, kenapa tiba-tiba...
Si rese : "Hai Meira, sudah mau pulang?"
Me : "Iya." Balasku cepat.
Si rese : "Mau bareng?." Tawarnya.
Me : "Nggak usah, makasih. Aku pulang sendiri aja."
Si rese : "Ya udah, hati-hati dijalan. Oh ya, gimana jawabannya?"Tanyanya.
Aku mengerutkan kening. Jawaban? Bukannya dia bilang mau ngasih waktu ya. Kok sekarang tiba-tiba malah nagih jawaban, ini aja belum terhitung 24 jam loh dari tragedi dia nelepon kemarin.
Me : "Jawaban apa? Kalo jawaban masalah kemarin bukannya kamu sendiri bilang bakal ngasih aku waktu?, Kok udah nagih sekarang."
Si rese : "Hehe, iya sih Ra. Tapi aku udah penasaran, sekarang aja ya."
Me : "Sekarang banget? Harus gitu."
Si rese : "Ya, harus Ra, daripada aku mati penasaran."
Me : "Mati aja gih sana"
Si rese : "Nggak baik loh Ra, do'ain orang yang jelek-jelek"
Me : "Iya, deh iya sor-ry"
Si rese : "Terus gimana?"
Aku mengernyit heran,
Me : "gimana apanya?"
Si rese : "Jawaban kamu Meira."
Lah?
Ini mau kasih jawaban apa?. Aku sendiri saja belum kepikiran apa-apa. Jawab apa dong? Ih, ottoke?
Adakah yang punya jawaban untuk segala pertanyaan hatiku?, duh, ini gimana sih. Bilangnya ngasih waktu kok malah jadi gini, mana aku santai-santai nggak pikirin apapun kemarin.
Uncle Google... Apakah kau punya jawaban untuk yang satu ini? Arrrghh, aku frustasi.
๐
"Biar aku tebak, pasti kamu asal iyain aja saat dia minta jawaban. Ngaku kamu". Hebat banget daahhh, bisa nebak isi pikiran ku, kek dukun wae temenku ini. Hihihi
Aku nyengir mendengar tebakan Kia, "Yaaa.. begitulah, mau bagaimana lagi. Nggak ada salahnya juga kan dicoba". Jawabku santai.
"Tanpa ada rasa suka main terima aja. Udah gila nih anak". Sungut Ira.
"Dih, ngatain temen kok gitu amat. Pedes banget Bu mulutnya, kek rawit ijo." Kesalku.
"Lagian sih kamu, kalo nggak suka itu nggak usah terima. Sok-sokan nerima, ujung-ujungnya alasannya pasti karena nggak tega. Iya kan, ngaku kamu!."
Rasanya aku ingin tertawa melihat ekspresi Ira, luar dalam tau banget tentang aku. Ya, Ira benar. Aku tidak ada rasa dengan Alan, hmm atau lebih enaknya belum ada rasa kali ya.
Tapi tanpa mereka sadari, ada sedikit perasaan yang mengganggu tentang dia, aku sendiri nggak tau menamainya apa, meskipun ini hanya secuil, tapi bener-bener mengganggu hatiku.
๐
Si rese : "Jadi sekarang kita jadian ya Ra."
Me : "Iya." Balasku singkat.
Si rese : "Yaudah, makasih ya. Beneran nggak mau dianterin pulang?."Tawarnya lagi.
Me : "Nggak perlu."
Si rese : "Oh, iya, ada yang lupa."
Me : "Apa?!"
Si rese : "Jangan cuek-cuek lagi dong, sayangโค๏ธ."
Sayang? Aku nggak salah baca ini?, Kok rasanya ada yang menggelitik diperut, kok jadi geli-geli sendiri bacanya, kok aku senyum sih, kok seneng bacanya sampe di ulang-ulang, kok-
Eh, apaan sih Meira. Aku menepuk jidatku sendiri, bener-bener mulai gila aku nih.
๐
Semoga aku tak salah menjatuhkan pilihan, dan semoga dia tak mengecewakan. Karena aku takut terluka.
Note: Aku tuh nggak tau gimana cara nulis disini kalo buat obrolan via chat... masih bingung, jadi aku buat kek gitu, anggap aja itu sedang chatan. wkwkwk.
maapkeun ya hehehe ^^