Chereads / ujung penantian / Chapter 2 - Awal pertemuan

Chapter 2 - Awal pertemuan

Aku melerai pelukan mereka, dan memandangi mereka satu-persatu.

"Okey, aku akan ceritain. Tapi, sebelumnya aku akan ceritain awal mula semuanya. Supaya apa? Kalian tak hanya menilainya sebagai orang jahat yang tega nyakitin perasaanku. Agar kalian tau bagaimana dia yang sebenarnya, dan betapa baiknya dia terhadapku." Mereka kompak mengangguk.

🍂🍂🍂

9 tahun yang lalu...

Hari ini semester awal akan dimulai, aku terus berjalan lurus menuju ruangan yang akan aku tempati, karena pada tiap semester ruangan akan diacak oleh guru. Jadi aku berjalan beda arah, tak seperti biasanya.

Katanya sih, mengacak tempat duduk mencegah terjadinya acara contek-menyontek. Padahal, bukankah itu jauh lebih menguntungkan bagi adik kelas?, duduk dengan kakak kelas membuka peluang mereka buat minta diajarin.

Aku melihat kembali kartu yang kupegang, mencocokkan dengan nomor ruangan yang ada di hadapanku.

Ruang 1.

Yup, nggak salah lagi. Bener ini ruangannya. Padahal kalo dilihat-lihat awalan namaku itu termasuk huruf tengah, entah kenapa aku bisa dapat ruang 1. Kenapa nggak 2 atau 3 gitu, makin jauh saja kan sama teman dekatku. Udah nggak seruangan, jauh pula. Menyebalkan.

Aku melihat ke dalam kelas, ternyata sudah cukup ramai. Berjalan masuk kedalam dan mencari tempat dudukku dengan perasaan kikuk, merasa nggak enak karena datang terlambat.

Berjalan pelan sambil berdo'a semoga saja aku nggak duduk dengan orang yang berisik. Aku paling benci itu. Mengedarkan pandangan ke sekeliling, terlihat masih ada dua tempat yang kosong. Pasti salah satunya. Pikirku.

Aku berjalan mendekat kearah tempat duduk yang berada didepan, karena posisiku berdiri tak jauh dari tempat duduk itu. Sebenarnya aku ingin dapat duduk paling belakang saja, biar tidak kelihatan mencolok. Tapi sekarang yang kudapat malah nomor tiga dari depan.

Entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar adanya, sebelum duduk aku merasa ada yang memperhatikan gerak-gerik ku.

Aku menoleh ke belakang, mengedarkan pandangan. Dan ya, aku mendapati satu laki-laki yang juga sedang melihat kearah ku. Kenapa dia ngeliatin terus atau ini hanya perasaanku saja ya. Bodoh amat lah.

🍂🍂🍂

"Aku tebak pasti itu cowok kamu, iya kan Ra." Ucap Kia memotong cerita.

Aku mendengus sebal, "Kalo dipotong aku nggak jadi cerita ah." Ira menyikut lengan Kia, sebagai isyarat supaya dia diam tak menyela.

Aku terkikik, "Bercanda kok, iya emang cowok itu dia." Aku tersenyum kearah mereka berdua.

"Woaahhh... Cinta pandangan pertama dong." Cetus Ira yang terlihat takjub dengan ceritaku barusan.

Pandangan pertama apanya?, aku malah ngira dia itu orang aneh. Batinku.

"Kurang lebihnya bisa di bilang begitu sih, tapi kan aku nggak tau apa yang sedang dipikirkannya." Terangku.

"Keknya sih emang suka sama kamu Meira, baru masuk kelas aja udah dilihatin terus menerus. Hihi."

Aku hanya tersenyum, "Mau lanjutin nggak?." Tanyaku dan mereka kompak mengangguk dengan semangat, aku hanya geleng-geleng melihat tingkah mereka.

🍂🍂🍂

Sehari...

Dua hari...

Tiga hari...

Semua berjalan lancar-lancar saja. Entah kenapa, pada hari keempat saat aku baru memasuki ruangan, tiba-tiba..

Dia?. Seseorang yang kukatai aneh di awal pertemuan, dengan seenak jidatnya duduk disebelah kanan samping tempat dudukku?.

Aku berjalan mendekat dan duduk disebelahnya dengan perasaan yang tak bisa ku ungkapkan.

Aku menoleh ke sebelah kiri dan sedikit kebelakang, mendapati teman dudukku yang biasanya sudah tenang duduk di belakang.

Kenapa tuker tempat sih, ada apa coba?.

Sebelum sempat mengajukan protesku dengan orang disampingku, tiba-tiba saja guru sudah masuk kedalam ruangan dan siap membagi soal. Duh, apes banget sih. Kesalku.

Satu jam di awal semua tenang-tenang saja, bahkan aku sendiri sudah hampir selesai mengerjakan. Nggak tau kenapa rasa ngantuk tiba-tiba menyerang. Niat hati cuma menempelkan kepala pada meja, nggak taunya..

"Dek, kok tidur. Cepetan kerjain keburu bel nanti." Tegur orang di sampingku.

Arrrghh... Bener-bener ganggu deh. Ku angkat kepala dan melihat ke samping. Aku menatapnya dengan pandangan horor.

Dan kalian tau, dia malah tersenyum sok manis di hadapanku. Bener-bener pengen muntah lihatnya, nggak banget tau!.

Mendapatinya masih dengan posisi tersenyum padaku. Dih, dikira ganteng apa senyum kek gitu. Batinku.

"Apa!" Bentakku. Bodo amatlah sama sopan santun yang sering kuterapkan pada semua orang, apalagi sama yang lebih tua.

"Nggak apa-apa, sudah selesai ya?" Tanyanya. Ngajak basa-basi ya ini ceritanya? Aku cuma bergumam. Males banget ngeladenin dia, bahkan aku kembali merebahkan kepalaku diatas meja.

"Nama kamu siapa?", Tanyanya lagi.

Aku kembali bangun malah celingak-celinguk lihat sekeliling dan melihatnya lagi. "Siapa? Saya? Anda tanya sama saya?", Dia mengangguk.

"Meira", jawabku cepat.

"Aku Alan." Katanya, yang cuma kujawabi dengan anggukan. Aku yakin sedikit saja aku mengeluarkan suara pasti dia akan bertanya lagi, jadi.. lebih baik aku diam saja.

Kulirik kembali dia yang terlihat sedikit gusar. Aku tau, pasti dia ingin bertanya lagi. Tapi karena melihatku terus diam jadi dia mengurungkan niatnya.

Gitu amat ya kalo nggak direspon sama cewek? Dasar. Batinku mencibir.

🍂🍂🍂

"Apa setelah itu kalian duduk berdua terus sampai semester selesai?." Pertanyaan Ira menyadarkan ku dari dunia khayal.

Aku menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaannya, "hanya hari itu saja, hari selanjutnya dia kembali ke tempatnya semula, bangku belakang."

"Selanjutnya apa yang terjadi? Bagaimana bisa dekat. Sedangkan perkenalan awal kalian saja, kamu cuek banget sama dia." Kali ini pertanyaan Kia membuatku tertawa keras.

Ya, aku akui emang aku cuek sekali dengannya bahkan terkesan galak. Bukan maksud hati ingin terlihat galak atau bagaimana, aku hanya tidak tau harus bersikap bagaimana kepada seorang laki-laki, apalagi dia terlihat asing bagiku.

🍂🍂🍂

Tanpa terasa semester sudah berakhir, semua kembali seperti semula. Aku juga dapat bertemu kembali dengan teman-temanku.

Seminggu tak duduk di samping Ussy rasanya rindu juga, apalagi selama semester aku tak pernah mendengar suara cemprengnya. Karena sangking sibuknya, jadi tak sempat ngobrol apalagi bertegur sapa dengannya.

Lihatlah, baru ketemu saja dia sudah berisik sekali. Padahal cuma seminggu, apalagi kalo setahun. Bisa pecah gendang telingaku mendengar celotehannya yang nggak jelas.

Aku hanya tersenyum dan mengangguk menanggapi ceritanya, menjadi pendengar yang baik bagi Ussy. Panas nggak panas sih rasanya dikuping, tapi ini hiburan tersendiri bagiku.

Entah kenapa, kok perasaan ku nggak enak ya. Aku merasa ada yang aneh, seperti ada yang sedang mengawasi ku terus-terusan.

Mengalihkan pandanganku dari Ussy, aku melihat ke arah luar kelas. Tunggu dulu, aku mendapati seseorang tengah tersenyum ke arahku.

Bentar deh, aku lagi nggak salah lihat kan?. Masa iya senyum sama aku, siapa?.

Aku kembali melihat ke arah luar untuk memastikannya lagi. Seketika aku tersadar..

Aku melotot, Dia?.