Buku tebal, jam meja, pensil, tempat pensil, bahkan air. Semuanya menggantung tanpa gantungan, melayang dan berputar-putar. Bagaimanapun, Joon terlalu banyak terkena serangan. Dia duduk bersandar pada kaki ranjang. Kakinya kejang, tangannya menekan jantung yang berontak ingin melompat keluar. Gadis itu tersenyum seram menurut penglihatan Joon.
'Perkenalkan. Aku TF.704-BD.L2.'
Joon menelan napas yang tersisa. Dia masih belum bisa mengedipkan mata. "I-itu ... sebuah nama?" tanyanya, gagap.
L2 hanya tersenyum. Kedipan matanya tak alami. Ada yang aneh di sana, semacam rasa canggung. 'Hanya itu permohonanmu? Kalau begitu, aku pergi.'
"Tu-tunggu!!"
Tiba-tiba Joon bisa berdiri. Entah dari mana datangnya kekuatan itu.
Joon menatap punggung L2 dan berkata, "Kau tidak bisa berkeliaran seperti itu." Sesuatu menghambatnya bicara untuk sementara. Entah apa yang Joon bicarakan, penampilan atau keanehan. "Semua orang—akan melotot padamu," lanjutnya. Bola mata Joon berputar mengikuti orbit benda-benda yang melayang di sekitar kepalanya. "Dan kau harus menurunkan semua ini dulu," lanjutnya, cepat.
Dalam sekejap, L2 balik badan. Pertama, dia kembalikan buku tebal ke atas meja. Kedua, pensil dan tempatnya. Ketiga, jam meja. Keempat, dia kembalikan air ke dalam gelas. L2 pun menyadari betapa berantakannya kamar ini. Mulai dari laci meja yang terbuka, notebook yang tak dilipat, tas dan jaket yang berserakan, dua ranjang yang miring tak beraturan, begitu pula dengan bantal, guling, dan selimut di atasnya.
L2 akan merapikan semua. Laci meja ditutup. Notebook dilipat. Jaket diterbangkan ke gantungan. Tas dinaikan ke kursi dan kursinya dirapatkan ke meja. Satu per satu ranjang digeser hingga lurus. Dua bantal bertepuk di udara, kemudian guling. Sebelum selimut, ada satu benda yang melayang. Celana dalam!!
"Oh!" Joon buru-buru menangkapnya sebelum terbang lebih tinggi. Dia unjuk gigi sambil menyembunyikan benda itu di belakang tubuhnya. Diam-diam dia melemparnya ke keranjang cuci, kemudian menyilakan L2 untuk melanjutkan pekerjaan. Selimut pun dilipat dengan baik. Sekarang kamar ini terlihat jauh lebih rapi.
'Itu bonus.' L2 memiringkan kepalanya saat menyampaikan kalimat itu.
"Wah," Joon bertepuk tangan dengan mulut terbuka, bahkan geleng kepala. Kemudian dia melipat kedua tangan di depan dada dan memasang wajah bijaksana. Kakinya berkeliling dan mendarat di samping L2. "Hebat!!" Joon mengacungkan dua jempol untuk L2.
L2 menoleh, menatap Joon dan berkedip dengan aneh. Dari dekat, Joon tahu apa yang aneh dari kedipannya. Kelopak matanya tak berkedip bersamaan. Kanan lebih dulu, baru kiri kemudian. Selain itu, saat kelopak mata menutup dan hendak terbuka, kelopaknya sedikit menempel ke bagian bawah mata. Joon melihatnya dan berkata, "Kau bukan manusia ya? Kau apa?"
'Aku TF.704-BD.L2.'
"Bukan itu. Maksudku, kau itu dari jenis apa? Spesies apa?" Pertanyaan Joon jelas tidak mengarah pada hantu atau semacamnya. Dia mengira gadis ini masih dari jenis manusia atau hewan atau gabungan keduanya.
'Aku TF.704-BD.L2.'
"Auh!!" Joon frustasi. "Tidak apa. Jujur saja padaku. Aku—tidak akan mengeksploitasimu atau semacamnya."
Tak ada respon.
"Aku juga tidak akan melaporkanmu pada Asosiasi Hewan Langka atau Asosiasi Perlindungan Hewan. Jadi, kau itu apa?"
'Aku TF.704-BD.L2.'
Jawaban yang sama. Raut muka yang datar. Bibir tak bergerak. Kedipan yang terlalu mendetail urutannya. Joon pun menyimpulkan, "Jadi, kau ini robot?" Joon kembali pada pemikiran gilanya yang pertama.
'Aku TF.704-BD.L2.'
"Wah! Benar! Luar biasa. Kau robot. Kau A.I. Robot seperti yang di video itu! Kau sudah diproduksi rupanya. Wah, kau buatan mana? Jepang? Amerika? Atau ... Korea? Ayo bicara lagi!!!"
L2 tak melakukan apa-apa. Dia diam saja sementara Joon mengamati dirinya. Hidung Joon membaui, tapi tak ada yang aneh dengan bau. Telunjuk Joon menyentuh bahu kiri, kemudian mengetuk-ngetuk bahu itu. Tidak ada suara yang keluar dari sana. Joon ragu, tapi akhirnya dia mencoba untuk mencubitnya, mungkin di balik pakaian aneh ini hanya ada mesin dan tak dilapisi kulit palsu. Tapi dia salah. Dia merasakan ada kulit di balik pakaian aneh ini.
Joon berpikir. Joon mencubitnya sekali lagi, dengan lebih keras. L2 tak mengaduh, tak mengatakan sakit lewat gerakan apa pun. Artinya dia tidak memiliki refleks. Tidak salah lagi. Dia PASTI ADALAH ROBOT.
Rambut! Joon penasaran dengan rambut pirangnya. Joon menyentuh ujungnya yang jatuh di dekat sikut, rasanya lembut. Naik agak ke atas—ke dekat telinga—seperti rambut pada umumnya. Lalu kepala. Joon menyentuh kepala, mengelusnya. Ini tertanam dengan baik, pikir Joon.
Joon hanya sedikit lebih tinggi darinya, bahkan kelihatan lebih pendek darinya. Dan mereka berdiri dengan jarak yang sangat dekat karena Joon mendongak padanya. Mata Joon, yang menatap ubun-ubun, kini turun ke dahi dan mata. Matanya biru, ada serpihan-serpihan yang berwarna lebih biru di dalamnya. Dan Joon bicara melaluinya, 'Wah, itu indah sekali '.
Sedetik kemudian Joon sadar akan isi pikirannya. Dia adalah robot. Cantik karena dibuat begitu oleh pembuatnya. Jangan terpesona! Dia robot.
'Aku tahu.'
Joon otomatis bereaksi. "Apa katamu? Tahu? Tahu apa kau? Hah? Tahu yang sedang kupikirkan? Huh, jangan asal bicara."
'Indah sekali.'
Joon tersodok. Dia hampir runtuh. Robot macam apa yang tahu isi pikiran manusia? Menyeramkan! Dia robot yang menyeramkan!
"Hey, kau!" Joon menunjuk padanya. "Kau datang dari mana? Hah? Kenapa bisa ada di sana? Bukan. Siapa yang mengirimmu padaku? Hah? Jawab!! Ayo jawab!!"
'Aku akan menjawab semuanya. Mohon bersabar.'
Anggukan Joon menunjukan kegugupan. Dia menurunkan tangan dan bersiap untuk mendengarkan.
'Aku berasal dari Pleiades. Aku tidak dikirim, tapi aku melarikan diri.'
Joon memegang kepala. Dia tidak mengerti sama sekali yang dikatakan oleh robot ini. "Dari apa tadi katamu? Ple—Ple—Pledis? Maksudmu Pledis Entertainment[1]? Jadi kau itu trainee?" Joon geleng-geleng kepala atas kebodohannya sendiri yang malah menganggap L2 adalah robot.
L2 hanya berkedip dua kali.
Joon kembali bersikap tegas. Dia bertanya, "Hey, Trainee, lalu bagaimana kau bisa ada di sana dan apa benda aneh itu? Bagaimana kau bisa tahu ini adalah kamarku? Kau stalker, hah? Aku tahu aku ini tampan, tapi—"
'Kau salah.'
Joon membeku seketika. Sebelum ini, hampir tidak ada yang membantah ketampanannya.
'Aku berasal dari Pleiades. Bin-tang-Ple-i-a-des, bukan Pledis.'
Joon sedikit lega, karena ternyata yang L2 bantah bukan ketampanannya.
"Ple—Ple—apalah terserah! Intinya kau berasal dari negara ini, kan?" Joon menunggu anggukan, tapi tidak ada yang dia dapatkan. Dia pun beralih ke pertanyaan selanjutnya, "Lalu apa kau bilang tadi? Kau melarikan diri? Dari apa? Kenapa? Lalu kau akan ke mana?"
L2 berkedip aneh lagi, kali ini kecanggungannya agak berkurang. 'Terlalu rumit untuk dijelaskan dalam keadaan sekarang ini. Kau tidak akan mengerti.'
Jelas itu hanyalah sebuah alasan. Joon terus menatap L2 dengan curiga. Joon berpikir, tapi meski didesak, sepertinya dia tidak akan mau menjawab semua pertanyaannya yang tadi. Joon mengalah saja. Dia hanya akan berbasa-basi, "Baiklah, lalu kau akan ke mana?"
Dengan datar, L2 menjawab, 'Aku akan menetap di sini'.
Joon membelalak. "Di sini di mana?" tanyanya, ngotot.
'Di sini. Di tempat ini.'
Joon celingukan. Tidak ada siapa pun dan apa pun di sini. Dia tidak yakin, maka dia bertanya sekali lagi. "Maksudmu ... di sini?" telunjuk Joon mengarah ke lantai, sedangkan matanya menatap lekat-lekat pada jawaban yang akan dia dengar.
'Ya. Di sini.'
Joon tersentak. Bibirnya menyungging. "Hey, tidak bisa! Kau mau tinggal di sini? Bersamaku? Kenapa? Kenapa?!!"
Matanya menatap lurus pada Joon yang terlihat berantakan, 'Karena ... tanggung jawab?' Nadanya terdengar tidak yakin tapi juga terdengar datar, tidak meyakinkan.
Joon menunggu kelanjutan jawaban, tapi tidak ada. Jawabannya berhenti di sana. "Tanggung jawab? Tanggung jawab apa? Memangnya apa yang kulakukan padamu? Kenapa aku harus bertanggung jawab?"
Matanya berkedip dua kali saat Joon berhenti meracau. Dia tak mengatakan apa-apa.
Joon menghembuskan napas yang cukup berat dan kedua kaki mulai bergerak mondar-mandir. Joon bicara sendiri, "Aku mengerti. Aku mengerti kau melarikan diri dan tidak punya tempat tujuan. Aku sangat mengerti. Selain itu, aku adalah orang yang menolongmu. TAPI ..." ucapan terhenti saat dia melihat tatapan yang menurutnya amat biru dari L2. "Tapi tetap saja kau tidak bisa tinggal di sini," Joon melanjutkan, "Semua orang akan bertanya, lalu mereka—oh, ke mana dia?"
Joon tak melihat L2 di tempatnya. Ternyata gadis itu berjalan dengan sangat perlahan menuju pintu yang telah terbuka. Menyedihkan. SANGAT menyedihkan.
Ini adalah puncak kehidupan. Masa di mana kau dituntut untuk mengambil suatu keputusan. Bukan keputusan biasa, tapi keputusan yang menyangkut kehidupan. Bukan kehidupanmu saja, tapi menyangkut pula kehidupan orang lain di dalamnya.
Dia seorang perempuan. Dia butuh tempat tinggal. Dia tidak boleh sampai tidur di jalanan. Dan Jungshin sudah meninggalkan kamar ini untuk dua tahun ke depan karena wamil. Kamar ini kosong, dan gadis itu butuh tempat tinggal. Apa? Bagaimana? Apa yang harus dilakukan?
"Oke, oke, baiklah." Joon mengejar dan mendapatkan tangan kanannya tepat sebelum L2 melewati pintu. Joon membalik badannya hingga membelakangi pintu. Dia berkata, "Kau boleh tinggal."
L2 hanya diam. Dia melihat mata Joon.
Selain itu ... gadis ini cukup cantik, pikir Joon—selintas.
"Kau boleh tinggal," ucap Joon sekali lagi. "Tinggalah di sini. Bersamaku." Meski napasnya agak tersengal, Joon mengatakan kalimat itu dengan sangat meyakinkan.
L2 tersenyum lebar. Amat lebar.
Bibir tipisnya yang merah muda dan basah ... Joon membangunkan dirinya sendiri. "Dengan satu syarat!" ucapnya sambil lagi-lagi memamerkan telunjuk—kali ini telunjuk itu berdiri, "Kau harus mengikuti peraturanku. Apa pun itu, kau harus mengikutinya. Mengerti?"
L2 mengangguk. Bahkan anggukannya pun kaku sekali.
Aih, kalau gadis ini ternyata adalah robot, untuk apa tadi Joon merasa bersalah? Tapi kalau dia adalah manusia, bagaimana cara membuktikannya ya?
L2 menunggu kalimat dari Joon.
Joon menghapus semua pikiran gilanya. Dia akan menyebutkan peraturan, "Baiklah. Pertama, sebutkan namamu."
'TF.704-BD.L2.'
Tangan Joon terkulai karena jawaban itu. "Ah, lalu aku harus memanggilmu apa?"
'L2.'
"L2?" Kalau dipikir-pikir, itu unik juga. Joon setuju.
Joon akan menyebutkan peraturan selanjutnya, tapi sebelum itu dia bergumam, "Karena biaya sewa Jungshin masih ada sebulan lagi, jadi kau tidak perlu membayar sewa ya?"
Joon berpikir, "Oh! Peraturan kedua, makanan, pakaian, dan segala kebutuhanmu harus kau tanggung sendiri. Ngomong-ngomong, apa kau sudah makan?" tanya Joon, kepo.
'Sudah.'
"Makan apa? Padahal aku lapar sekali." Tadinya Joon tidak keberatan kalau harus mentraktir L2 makan untuk kali ini.
L2 merogoh saku celananya dan mengeluarkan sesuatu. "Ini," L2 menunjukan sebuah kapsul berwarna abu seperti baud.
Hah? Joon jadi semakin yakin bahwa L2 adalah robot. "Itu apa?" tanyanya.
'Ini adalah karbohidrat, lemak, protein, dan mineral. Ini makanan.'
Dilihat dari sudut mana pun, kelihatannya itu hanya kapsul. "Boleh aku menyentuhnya?" tanya Joon, penasaran.
L2 mengangguk. Dia bahkan membiarkan Joon membawa kapsul abu itu dari antara ibu jari dan telunjuknya.
Saat pertama kali dipegang, rasanya seperti memegang keripik, keras dan kering. Setelah coba ditekan, diterawang, dan dilempar-lempar, ini benar-benar hanya kapsul berwarna abu. Joon tak bisa membayangkan karbohidrat, lemak, protein, dan mineral sekaligus di dalam benda yang hanya sebesar buku jari ini.
"Kau benar-benar memakan ini?" tanya Joon.
L2 mengangguk.
"Kau ... kenyang?"
'Apa itu kenyang?'
"HAH?!" Joon sungguh tak percaya pada pendengarannya. Berkat itu, dia kembali teringat pada hal yang benar-benar membuatnya penasaran. Joon bertanya, "Hey, bagaimana caranya kau bicara tanpa membuka mulut, hah?"
L2 nampak sedang berpikir.
Joon pun berpikir, CUKUP keras, dan menemukan jawabannya, "Oh! Kau itu ya? Itu—hm ... yang membawa boneka kayu itu lho. Kau bicara dengan suara perut! Jadi itu bakatmu hingga Pledis Entertainment menerimamu sebagai trainee." Joon menyimpulkan seenaknya.
'Pleiades.'
"Oh. Iya. Kau sudah mengoreksi itu tadi ya? Maaf." Lalu Joon mengembalikan kapsul abu itu pada L2.
L2 kembali mengantongi kapsul itu.
Kali ini Joon akan mengomentari pakaian L2, "Kau nyaman memakai itu? Tidak gerah?" LW memakai 'sesuatu' yang berwarna abu dan potongannya L2 terkesan pengap.
'Tidak. Justru pakaian ini didesain untuk melindungi tubuh dari suhu ekstrim. Sangat panas—ribuan derajat Celcius—atau ratusan derajat di bawah nol Celcius, aku akan aman.'
Rahang bawah Joon hampir jatuh karenanya. "Jangan bilang kau memakainya sepanjang tahun," Joon mengatakannya dengan jijik.
'Ya.'
"'YA' APA?!"
'Sudah selama dua kali revolusi Bumi aku memakai ini.'
Sudut bibir Joon benar-benar meregang karenanya. "Ma-maksudmu dua tahun? KAU SUDAH MEMAKAI BAJU ITU SELAMA DUA TAHUN DAN TAK PERNAH DIGANTI? KAU GILA, HAH?"
L2 tersenyum tenang. Sungguh, ini bukan saatnya untuk tersenyum.
"Kau tidak pernah mandi?"
'Mandi? Apa itu?'
Joon sempoyongan dan berakhir duduk di kursi putarnya yang kemudian bergerak mendekati kursi putar Jungshin. Dia merentangkan kaki, menolak pinggang, dan memegangi dahi. Joon komat-kamit, "Auh, mungkin beginilah perasaan ibuku ketika waktu kecil dulu aku malas mandi. Auh! Auh, laparnya. Auh!"
Kapsul abu bergulir mondar-mandir di atas telapak tangan yang tersodor di depan muka Joon. 'Makanlah ini,' ucap L2.
"Ya, aku butuh obat. Kemarikan itu!" Tanpa tahu obat apakah itu sebenarnya, Joon langsung merampas kapsul abu itu dan menelannya bersama segelas air yang diambilnya dari galon di dekat lemari Jungshin yang telah dikosongkan—dia bangkit seketika dari kursi putarnya. Joon menelannya tanpa ampun.
Lalu ... "Ah, apa ini? Rasanya seperti ... seperti ... kekenyangan, tapi bukan kekenyangan, tapi aku tidak lapar lagi sekarang. Apa ini? Yang tadi itu benar-benar makanan?" tanyanya, pada L2, dengan takjub.
'Ya.'
"Wah," Joon semakin penasaran pada gadis ini. Adakah sebuah cara untuk membuktikan jati dirinya? Joon benar-benar HARUS mencari tahu.
L2 bermata biru, berambut pirang, berkulit putih, tinggi, dan kalau dipikir-pikir dia seperti orang Eropa. Dia ini apa?
Karena katanya sudah selama dua tahun dia memakai pakaian yang sama ... hantu? Maka Joon melayangkan tangannya ke arah L2 untuk membuktikan tubuhnya itu bisa ditembus atau tidak, dan PLAK, telapak tangan Joon mendarat di pipi L2.
L2 diam saja.
"Ma-maaf," ucap Joon, canggung.
Sudah terkonfirmasi, dia bukan hantu. Ya, lagi pula tidak ada cerita yang menyebutkan kemunculan hantu di pagi menjelang siang begini.
Karena cukup lama berteman dengan Jungshin yang berotak mitos, kini ada cukup banyak makhluk mitos di dalam benak Joon. Lalu Joon ingat bahwa L2 selalu tak berekspresi, maka mungkin dia adalah ... zombi?
Tiba-tiba Joon menarik lengan L2 sekuat-kuatnya, ke arah dirinya, untuk mencari tahu lengan itu bisa terlepas atau tidak dari bahunya, dan BUK, tubuh L2 bertabrakan dengan tubuh keras Joon.
L2 memiringkan kepala, berarti bingung.
Mereka hampir berciuman, tapi hanya begitu respons gadis ini?! Joon sungguh tak percaya. Joon menghembus-hembus napas napas, mendorong L2 menjauh dari tubuhnya, dan mengipas-ngipasi dirinya yang benar-benar kepanasan.
Sudah terkonfirmasi pula, dia bukan zombi. Lagi pula kalau L2 adalah zombi, mungkInjoon sudah habis dicabik-cabik sejak tadi.
'Pupil melebar, suhu tubuh meningkat 0,2 derajat, detak jantung di atas normal, keringat mulai diproduksi, dan hormon—'
"HEY!" Joon segera memotong analisa L2 yang sudah bisa dia tebak kesimpulannya. "Kau Baymax[2], hah? Menganalisa kesehatanku? Benar, kau itu robot. Kau robot, kan? Sudah, mengaku sajalah."
L2 tersenyum dengan tidak canggung. 'Bukan, dan aku bukan makhluk menakutkan apa pun yang kau sebut hantu atau zombi. Aku adalah ... gadis bermata biru, keajaiban bagimu, L2. Aku L2.' L2 menambahkan senyuman yang lebih manis di akhir kalimatnya.
Joon terdiam kaku karena senyuman manis itu, dan dia memutuskan, "Baiklah, aku tidak akan berpikiran buruk lagi tentangmu. Ya, kau L2. L2. Puas?"
L2 tersenyum semakin manis.
"Hentikan itu," kata Joon, menghindari wajah L2.
'Dan sepertinya kau terlambat,' kata L2.
Joon tak mengerti maksudnya.
L2 mengangguk ke arah jadwal kuliah di meja. Kuliah pertama hari ini dimulai pukul 09,10, dan sekarang adalah ... 09,02! Joon buru-buru membongkar lemari, tak peduli tentang mandi, mengganti kaus dengan kemeja, bersisir sembarangan, lalu terbirit menuju pintu.
Sebelum benar-benar keluar, dia bergelantung di gagang pintu untuk berpesan pada L2, "Kau jangan ke mana-mana. Tetap di situ. Mengerti?"
'Ya,' kata L2, dan Joon menghilang begitu saja ke balik pintu.
'Padahal aku bisa saja membuatnya rapi dan tiba di tempat tujuannya dalam sekejap. Bodoh.' L2 celingukan dengan tertib di dalam kamar ini.
[1] Pledis Entertainment adalah salah satu agensi hiburan di Korea Selatan, artisnya di antaranya adalah Idol Afterschool dan Seventeen.
[2] Baymax adalah robot kesehatan dalam film Big Hero 6.