Chereads / Pelayan Genit / Chapter 6 - Bingung Dengan Diri Sendiri

Chapter 6 - Bingung Dengan Diri Sendiri

Menyimpan seseorang yang sedang sekarat cukup berpengaruh secara psikologis bagi Rusman. Apalagi orang yang sekarat itu adalah ulah perbuatan dari anaknya.

Dalam sehari ia sampai berkali-kali bolak-balik ke kamar perawatan, yang khusus ia sediakan untuk merawat gadis asing itu.

Setiap kunjungannya ia termangu memandang gadis malang itu sambil terus berpikir siapa gerangan anak pelajar itu? Identitas dirinya sama sekali tidak ada saat ia ditemukan. Seragam sekolahnya pun tidak menunjukkan ia bersekolah di mana.

Tampak terbaring diam di tempat tidurnya selama dua hari ini. Gadis itu terlihat agak pucat. Namun wajahnya yang cantik dan tubuhnya yang proporsional terkadang membuat Rusman tersenyum sendiri.

Saat orang-orang di kamar itu sepi, tak ada perawat dan dokter ia kerap berbicara sendiri di samping pembaringan gadis itu.

"Kau mungkin merasa dendam dengan anakku karena telah menjadikanmu seperti ini. Mungkin saja kau selamat secara fisik, namun secara kejiwaan tidak. Tapi kumohon kepadamu maafkanlah anakku..." keluhnya. Ia duduk di kursi samping ranjang gadis itu. Berkali-kali ia menarik nafas panjang. Lalu menatap prihatin selang infuse yang terus meneteskan cairan ke lengan kiri gadis itu.

Matanya beralih ke rambut berombak gadis itu. Terlihat pirang kecoklatan, juga bulu mata gadis itu yang terlihat lentik.

Celaka!

Jangan-jangan dia seorang anak pejabat! Kalau sampai begitu akan lebih sulit mengantisipasinya jika gadis itu sudah sadarkan diri!

Dia pasti juga dicari-cari keluarganya karena lama menghilang!

Pengusaha itu geleng-geleng kepala dengan perasaan cemas. Ia bersandar kembali di kursinya sambil menarik nafas panjang.

Beberapa saat duduk termangu di ruangan itu, tiba-tiba ia melihat ada gerakan kecil pada jari manis gadis berseragam yang terbaring itu. Gerakan samar, namun terlihat jelas olehnya. Ia mengerutkan alis.

Didekatkannya wajahnya ke lengan gadis itu, merasa tidak yakin dengan apa yang dilihatnya barusan.

Jari-jari itu kembali bergerak. Ia terperangah. Gadis itu perlahan-lahan membuka matanya. Menatap ke langit-langit kamar dengan tatapan kosong.

"Astaga! Kau sudah sadar...?" Rusman membelalak. Senang bercampur cemas. Cemasnya kalau gadis itu menuntut atas kecelakaan yang menimpa dirinya.

Bergegas ia keluar kamar. Berseru-seru dengan gugup. "Dokter Yanuar! Dokter Yanuar!" Ia mencari-cari dokter itu dengan kalangkabut.

Dokter itu muncul dari ruang belakang. Rupanya sejak tadi dokter itu mengamati kandang buaya peliharaan pengusaha besar itu di sana.

"Pasien kita sudah sadar!" Teriaknya sambil tergopoh-gopoh.

Dokter itu ternganga sejenak. "Baguslah kalau begitu pak. Berarti tinggal masa pemulihan kesehatannya saja," dokter itu bergegas menuju ke kamar perawatan. Disusul oleh Rusman.

Di kamar gadis itu menatap sekelilingnya dengan kebingungan. Bagian kepalanya masih terasa sakit berdenyut-denyut.

"Kamu jangan banyak bergerak dulu, nanti tambah pusing kepalanya," dokter itu segera memeriksa suhu tubuh pasien misteriusnya. Suhunya agak tinggi. Ia sendiri memaklumi jika seorang pasien mengalami cedera serius biasanya disusul dengan naiknya suhu tubuh yang cukup tinggi.

Segera ia memasangkan cairan infuse paracetamol dosis tinggi.

Seorang perawat masuk ke ruangan, dengan cekatan mengganti perban yang menutupi sebagian kepala gadis itu.

"Kamu... perawat ya...?" Helena mendesis lirih seraya menatap wanita berpakaian putih-putih itu.

"Ya. Saya perawat dik, nama kamu siapa?" sahut si perawat.

"Kok enggak cantik?" Helena mengerutkan alis.

"Memangnya seorang perawat harus berwajah cantik?" Si perawat menyahut dengan hati dongkol, tapi ia berusaha tersenyum . Untung masih banyak orang! Kalau enggak ada yang melihat, sudah kucabut selang oksogenmu! Rutuk si perawat di dalam hati.

"Biasanya memang begitu, tapi yang ini benar-benar lain," Helena mendesah lirih.

Rusman dan dokter Yanuar saling berpandangan.

"Dia masih bisa normal enggak, dok?" bisik Rusman prihatin.

Dokter itu menggeleng. "Melihat kondisi cedera kepalanya, minimal dia mengalami amnesia," kata dokter itu lagi.

"Amnesia...?" Rusman mengerutkan alis. "Apa itu, dok? Sejenis bunga bangkai?"

"Bukan! Itu raflesia! Amnesia itu maksudnya dia kehilangan ingatannya. Bisa masa lalu, atau identitas dirinya," jawab dokter itu.

Rusman tersenyum. "Wah, bagus dong! Kalau begitu jika dia bertanya siapa dirinya, bilang saja kalau dia adalah isteriku!" jawab Rusman jadi kumat ganjennya.

Si dokter mengerutkan alis. "Wah, bisa-bisa anda sendiri yang jadi amnesia pak!" kata si dokter sambil tersenyum.

"Kok bisa...?"

"Iya. Bisa jadi akibat benturan keras pada kepala anda beberapa saat kemudian, akibat ulah isteri anda,"

Rusman langsung terdiam. Ia akhirnya nyengir sendiri. Tak apalah, benjol sedikit tak mengapa asal beruntung! Pikirnya.

Helena memandang heran ke arah Dokter Yanuar dan Rusman yang ada di kamar itu.

"Aku di mana...?" Ia bertanya lirih.

"Kau berada di tempat yang aman. Di rumahmu sendiri, kau mengalami kecelakaan, tapi tenang saja, kami sedang merawatmu," Rusman menjawab cepat.

"Kecelakaan?" Helena terbelalak. Ia mengerutkan alis. Tapi saat berpikir untuk mengingat-ingat apa yang terjadi kepalanya kembali pusing. Ia tersandar lagi di bantalnya. "Kepalaku sakit sekali..." keluhnya.

"Sabarlah. Kepalamu mengalami retak tulang, dan mengenai sebagian otakmu. Tapi jangan khawatir, kami berusaha keras untuk menyembuhkanmu," kata dokter Yanuar.

Ia bergegas menyuntikkan obat penenang ke selang infus gadis itu. "Kau perlu waktu untuk memulihkan diri, jadi untuk sementara kau kami tinggalkan sendirian di kamar ini. Kalau kondisimu bagus, mungkin dalam satu minggu kau bisa bangkit dari pembaringanmu," lanjut dokter itu lagi.

Gadis itu hanya mengangguk lemah. Ia sekilas memandang ke.arah Rusman yang terpaku menatap ke arahnya.

"Kalau kau perlu apa-apa silakan saja tekan tombolnya," kata dokter Yanuar lagi sambil tersenyum lalu bergegas bergegas meninggalkan tempat itu.

Sekilas dokter itu memberi kode ke arah Rusman. "Biarkan dia menenangkan diri dahulu, setelah itu baru kita korek identitasnya," ujarnya.

"Aku berharap dia amnesia saja..." gumam Rusman sambil berlalu dari ruangan itu.

Dokter muda itu sekilas tercengang seraya menatap pengusaha itu, kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya seakan memaklumi apa yang ada di pikiran si tuan rumah.

***

Selang satu jam ditinggalkan sendirian di dalam kamar, Rusman yang saat itu ditinggal sang isteri arisan bersama ibu-ibu pengusaha lainnya, tertegun saat mendapati "pasien titipan" di rumahnya itu telah duduk di pinggir ranjang sambil bersenandung kecil.

Gadis cantik itu juga terlihat menyisir rambutnya dengan sisir kecil yang ia temukan di dalam tasnya.

Rusman dengan perasaan bingung datang mendekat.

"Kau sudah baikan...?" Ia bertanya sambil memicingkan matanya.

Gadis itu menatapnya. Lalu mengerutkan alis. "Aku ada di mana dan siapa kau?" Ia balik bertanya.

Rusman menghela nafas, sedikit lega, tapi sekaligus juga khawatir. Jangan-jangan gadis ini akan melakukan penuntutan.

"Kau sendiri siapa? Kami menemukanmu saat sekarat di jalanan," Rusman mencoba berspekulasi.

Dan ia tersenyum simpul saat gadis itu juga terlihat seperti kebingungan ketika memikirkan dirinya.