Chereads / Pelayan Genit / Chapter 8 - Godaan Sekretaris

Chapter 8 - Godaan Sekretaris

Rusman duduk di kursi bar dengan wajah memerah menahan sakit, tapi dengan tegukan besar ia merengguk minuman di botol.

"Kenapa aku belakangan ini sering kehilangan keseimbangan?" desisnya. Ia menatap ke arah kamar tempat Helena dirawat. "Apa karena dia? Oh, abg tak dikenal itu?! Oh, jangan kau tak tahu diri tua bangka! Kamu seorang pengusaha terkemuka!" Ia mengutuk-ngutuk dirinya sendiri.

Helena menggeliat gelisah saat dokter Yanuar memasuki kamarnya beserta seorang perawat. Gadis itu kembali bangun dari tidurmya untuk menghadapi dunia nya yang mendadak aneh.

"Selamat sore? Bagaimana keadaanmu?" Dokter muda itu tersenyum. Ia memeriksa selang infus dan suhu tubuh gadis itu. Tampaknya kesehatan gadis makin membaik, tapi ingatannya tidak.

Dokter itu kemudian meletakkan sesuatu di atas meja kecil di dekat peraduan Helena. Sebuah boneka anjing kecil berwarna pink. Boneka itu bisa bergerak sendiri lehernya sementara matanya juga bisa berkedip.

"Apa itu dokter?" Helena terbelalak. "Ih, kok mirip dokter?" ujarnya lagi sambil tersenyum, lantas ia meraba-raba boneka itu.

Dokter Yanuar tertawa. "Kamu lucu juga ternyata. Menurut kamu ini apa?"

"Anjing."

"Nah, siapa bilang itu kepiting!" Dokter muda itu kemudian mengeluarkan beberapa kotak obat dari dalam tasnya. Juga beberapa botol cairan injeksi.

"Aku bawakan itu sebagai hiburan, tapi aku berharap kamu bisa mengingat sesuatu yang berkaitan dengan benda itu. Mungkin bisa membantu memulihkan lagi ingatanmu," kata dokter Yanuar sambil tersenyum ramah. "Ada sesuatu yang bisa kau ingat, selama kau di sini?" tanyanya lagi.

Helena mengedikkan bahu. "Enggak ada. Tapi di kepalaku kerap terbayang aku sedang tanpa busana bertelanjang lalu difoto oleh seorang fotografer," kata Helena polos. Wajahnya ragu-ragu, tapi ia berusaha keras untuk mengatakannya.

Dokter berwajah tampan itu mengerutkan alis. Ia terperangah lalu tertawa.

"Apakah itu ada hubungan dengan masa laluku dokter?" Helena bertanya tak sabar.

Dokter itu menggeleng sambil tetap tertawa. "Kau berhalusinasi mungkin. Kau pikir kau seorang model porno begitu? Ah, jangan berprasangka diri yang bukan-bukan!" Dokter itu mengibaskan tangannya sambil terus tertawa. "Lagipula kamu terlalu polos untuk menjadi wanita seperti itu. Kamu saja masih pakai seragam sekolah sewaktu mereka temukan," ujarnya.

"Begitukah..." kata Helena sambil menarik nafas lega. Ia lama menatap wajah dokter yang sibuk memilah-milah obat itu. "Mungkin cuma perasaanku ya. Oh, apa betul aku seorang pembantu di rumah ini, pak Dokter?" Helena tiba-tiba bertanya kembali.

Dokter itu mengerutkan alis. Ia menatap wajah komersial di depannya. "Kata siapa?"

"Kata... Pak tua yang ada di rumah ini," kata Helena pula sambil mengedikkan bahu.

"Pak tua? Oh, Pak Rusmsn maksudnya....?" dokter Yanuar tercengang sesaat. Lalu kemudian tersenyum. Ada-ada saja itu orang! Pikirnya. "Aku kurang tahu persis dan tak pernah kesini sebelumnya. Tapi ya mungkin saja kau memang pembantu di sini," lanjutnya sambil manggut-manggut. Oh, andai saja kau tahu siapa sebenarnya dirimu! Pikirnya lagi.

"Hm..." Helena terenyak tersandar di penyangga peraduan. Ia terus menatap dokter itu yang tengah menyuntikkan cairan obat ke saluran infus nya, sementara si perawat membersihkan sebagian tubuh gadis itu dengan air hangat.

"Aku akan keluar sebentar karena perawat akan mengganti pakaianmu. Sejak kemaren kau cuma mengenakan seragam sekolah," kata sang dokter sambil dengan cekatan mengemasi peralatan prakteknya. Ia tersenyum dan mengangguk lalu keluar ruangan.

Rusman rupanya diam-diam mengintip melalui celah pintu kamar gadis itu, dan ketika dokter Yanuar keluar, ia berpura-pura habis menerima telepon.

Dokter itu tersenyum menyapa. "Kondisi pembantu bapak semakin membaik, semoga dalam waktu dekat dia sudah bisa bekerja lagi," sindir dokter Yanuar sambil tersenyum.

Rusman matanya membelalak dan wajahnya agak masam mendengar kalimat itu.

***

Alamak! Kondisi kesehatan Helena memang makin membaik meski ia hilang ingatan.

Tapi kondisi kejiwaan Rusman yang justru semakin memburuk!

Hal itu terlihat dari perubahan sikap drastis saat ia berada di ruang kerjanya, sebuah ruang tertutup yang hanya ditemani sekretarisnya bernama Leny.

Biasanya ia selalu menggoda dan bahkan berbuat sedikit nakal terhadap wanita bertubuh bahenol itu, khususnya jika sekitar kantor agak sepi.

Tapi kali ini ia sedikit cuek. Wajahnya terlihat kaku saat mengamati berkas-berkas yang ada di atas mejanya.

Leny, wanita berkulit putih bertubuh bongsor berwajah manis itu berkali-kali melirik ke arah meja kerja pemilik perusahaan itu, tapi Rusman tetap asik dengan pekerjaannya.

"Ehm... Bapak mau saya ambilkan kopi? Atau kopi... susu...?" Ia melirik sedikit ke arah 'pak tua tajir' yang biasanya bersikap genit padanya. Tapi pria itu tak bergeming pada berkas-berkasnya.

"Ng-boleh, boleh..." cuma itu yang diucapkannya secara pelan menanggapi tawaran 'kode' dari Leny.

"Saya bikinkan dulu ya pak..." Leny bergegas menuju dispenser yang tak jauh darinya. Di ruangan itu memang tersedia beragam minuman di dalam.kulkas, tapi biasanya Rusman lebih menyukai kopi saat berada di ruangan itu.

Tak berapa lama Leny membawakan segelas kopi susu ke meja Rusman. "Ini kopinya, Pak..." ia menyorongkan kopi buatannya ke hadapan Rusman. Badannya sengaja sedikit ia bungkukkan agar tonjolan dadanya yang sintal dan putih terlihat oleh Rusman. Ia biasa melakukan itu dan terbukti kerap ampuh untuk menggoda Rusman. Entah kenapa.wanita itu memiliki kelainan orientasi. Ia menyukai pria-pria berusia tua untuk diajak berbuat mesum. Tak peduli dirinya yang cukup manis untuk bisa saja menggaet pria yang lebih muda untuk dijadikan teman hidup.

"Terima kasih..." Rusman tersenyum sedikit menatap ke arahnya, kemudian asik lagi dengan pekerjaannya mengamati berkas-berkas yang ada di meja itu.

Tapi kali ini dugaannya meleset. Rusman tidak begitu mengacuhkannya dan tetap pada pekerjaannya. Ia mendelik sedikit kesal. Nafsunya sudah di ubun-ubun ingin menggoda pria itu agar menyentuh tubuhnya.

"Ibu berangkat ke luar negeri ya pak?" pancingnya setelah upayanya memperlihatkan belahan dada tak berhasil. Padahal biasanya Rusman langsung memeluk dan mencumbunya sambil memangku dirinya di tempat mereka bercumbu.