Mengintip. Lalu cepat-cepat memejamkan mata kembali. Mulutnya juga mulai komat-kamit kembali setelah beberapa saat tertahan tatkala Leny meletakkan uangnya.
Dupa perapian tiba-tiba terlihat bergetar. Asap juga semakin membubung tinggi, disertai dengan bergoyangnya tubuh si dukun.
"Mereka mulai berdatangan...!" Si dukun berteriak tertahan.
Leny perlahan-lahan mundur melihat di dukun seperti kewalahan. Si dukun terlihat komat-kamit lagi seperti berdialog dengan makhluk halus. Sepertinya pasukan jin perewangannya memang sudah datang.
Beberapa saat kemudian tubuhnya berhenti bergoyang. Peluhnya bercucuran di jidat. ia menatap pasiennya dengan tatapan tajam. "Mereka cepat sekali datang sekarang..." desisnya sambil melirik ke arah uang di atas lantainya. Ia lalu tersenyum. "Jin-jin perewanganku ternyata menuntut kenaikan upah sesuai UMK... pantesan mereka mogok kerja tadi," katanya.
"Oh..." Leny melongo. Ia meringis. "Ternyata makhluk halus ngerti aturan juga ya..."
"Ya. Mereka pernah kuliah di Universitas Negeri, malah," jawab Burhan sambil nyengir. "Untung saja mereka semua drop out, jadi mereka tidak lebih pintar dari aku..."
"Baik dok, eh, duk... bagaimana hasil terawanganmu?" Leny bertanya tidak sabar.
Burhan si dukun masih memejamkan mata. Mulutnya kembali komat-kamit lagi. Lalu tersenyum sambil memejamkan matanya. "Dari hasil informasi para jin ku, boss mu itu kepincut wanita lain..." katanya, membuat Leny seketika membelalakkan matanya.
"Ap-paaa...???"
"Dia perempuan yang sangat muda. Masing single, berambut panjang ikal, berbulu mata lentik, berbody semlohay, wajahnya sangat cantik dan menarik. Bos mu tampaknya sangat tergila-gila padanya," sampai di situ si dukun kembali membuka matanya. Tanpa menghiraukan wajah Leny yang merah padam, ia memunguti uang yang berserakan di depannya. "Lumayan buat beli ponsel baru..." gumamnya dengan wajah ceria.
"Ap... pakah perempuan itu calon isterinya?" Leny terlihat frustasi.
Si dukun tertawa mengekeh. "Enggak sih. Dia juga ditemukan bos mu tanpa sengaja, tapi bos mu tampaknya berusaha mati-matian agar bisa memiliki nya," katanya sambil mengipas-ngipaskan lembaran uang yang ada di tangannya. "Dan satu hal lagi. Perempuan ini tampaknya lebih berbahaya bagimu yang ingin memiliki bos mu, ketimbang isteri nya..." kata si dukun lagi, membuat Leny mengerutkan alis.
"Aku ingin kau singkirkan perempuan itu, nanti akan kubayar mahal!" katanya.
Dukun itu mengerutkan alis. "Menyingkirlan bagaimana...?"
"Pak dukun kan ngerti sendiri. Masak puluhan tahun praktek perdukunan gak ngerti juga masalah singkir menyingkirkan!"
Si dukun melongo. Lama ia berpikir. Tapi kemudian berkata dengan nada prihatin. "Aku tidak punya keahlian seperti itu nona. Singkir menyingkirkan atau menyakiti orang bukan bidangku. Aku hanya ahli dalam mengobati dan menolong orang. Urusan santet menyantet silakan saja hubungi dokter, eh, dukun yang lain. Kalau aku... I'm sorry!" Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Oh ya. Aku juga buka praktek belum mencapai puluhan tahun seperti yang kau duga. Aku baru saja buka praktek setelah lulus STIH," lanjut si dukun.
"Oh ya? Kamu sarjana hukum?" Leny mendelik keheranan.
"Bukan, STIH itu maksudnya; Sekolah Tinggi Ilmu Hitam," jawab si dukun sambil nyengir.
Leny geleng-geleng kepala. "Ada-ada saja! Sudah gini aja. Aku ingin jadi kelihatan lebih cantik daripada perempuan sainganku itu!" tandasnya. "Pokoknya aku ingin unggul segala-galanya dari PIL Pak Rusman!"
"Oke, itu bisa diatur, tapi ada syaratnya lho!" Si dukun mengedipkan sebelah matanya.
"Apa, ayo sebutkan."
"Agak berat ini..."
"Iya, sebutkan aja. Jangan bertele-tele! Uang? Sudah kusiapkan!" Leny menukas tak sabar. "Enak saja. Incaranku bertahun-tahin dia rebut begitu saja...!" Lanjutnya seraya bersungut-sungut kesal.
Si dukun memandang tubuh Leny yang mulus dan bahenol dengan tatapan bergairah. Ia menelan ludah.
"Aku bisa membuat pesona kecantikanmu lebih berkibar di mata bos mu. Tapi ada dua syarat yang harus kau penuhi. Yang pertama kau harus memetik bunga kamboja di kuburan gadis yang masih perawan, malam-malam. Syarat yang kedua..." si dukun memicingkan matanya. Ia menatap tajam ke arah pasien frustasi yang ada di depannya. "Sini, mendekatlah padaku..." ia melambaikan tangannya ke arah Leny.
Wanita berwajah manis itu mendekat. Dukun itu membisikkan sesuatu ke telinganya. Sebuah kalimat yang membuat wajah Leny memerah seketika.
"Kok begitu? Apa tidak bisa diganti dengan syarat yang lain?" Leny mendengus setengah tak percaya.
"Tidak bisa. Itu syarat yang mutlak. Kalau tak bisa melakukannys cari aja dukun yang lain!" dukun itu menegaskan. "Sebentar aja kok! Enggak sakit juga..."
Leny terdiam sejenak. Seperti berpikir. "Baiklah kalau begitu syaratnya. Tapi beri saya waktu untuk mengerjakan syarat yang pertama, setelah itu saya datang lagi ke sini untuk memenuhi syarat yang kedua..." lanjutnya dengan nada kesal. Usai begitu ia bergegas keluar dari ruangan itu. "Biar aja. Nekat-nekatan ah, yang penting tujuan tercapai..." gerutunya setelah berada di pinggir jalan. Tapi ia lantas menggigil sendiri. "Dasar dukun cabul!"
***
Rusman terpaku tegang mengamati Helena yang terbaring diam di ruang ICU, rumah sakit setempat. Sejak kemaren gadis itu tak sadarkan diri lagi.
Karena kecemasannya Rusman bahkan menunda rapat staff di perusahaan hari itu. Ia sejak malam langsung ke rumah sakit dengan diam-diam.
Saat itu dokter Yanuar berada di sampingnya, memantau perkembangan gadis temuan yang membuat Rusman hampir-hampir bagai orang gila memikirkannya.
Ia terlihat mengantuk karena semalaman tak tidur berada di sekitar tempat itu.
"Siapa dia? Putri bapak?" tanya salah seorang tenaga medis tadi malam.
Rusman hanya menjawab singkat. "Dia keponakanku. Tapi kedua orang tuanya sudah tidak ada," jawab Rusman lesu.
Kini dengan tegang ia menunggu hasil lab kondisi Helena. Yang walaupun tak sadarkan diri, namun tetap kulitnya terlihat segar dan cantik.
"Aku khawatir terjadi apa-apa dengan dirinya, Yan..." desis Rusman kepada dokter Yanuar.
Dokter itu tersenyum. "Perkiraanku ini akibat cedera pada otaknya. Tapi sudahlah, di sini dia mendapat penanganan yang tepat," kata dokter Yanuar. "Mungkin ia akan mengalami hal ini berkali-kali sampai otaknya benar-benar pulih," lanjut dokter itu pula.
Rusman menghela nafas. Ia bergegas menghampiri ranjang Helena. Di sisi gadis itu ia berbisik; "Kau mungkin mendengar saja perkataanku. Cepatlah sembuh nak. Aku berjanji padamu akan membelikanmu sebuah mobil mahal kalau kau sudah sadar nanti," katanya, yang membuat dokter Yanuar mengerutkan alis.
"Sebegitu berartinyakah anak itu bagi dirimu, Pak?" Ia bertanya.
Rusman lalu duduk dan bersandar di kursinya. "Entahlah, aku merasa sangat bersalah kepada dirinya akibat perbuatan anakku."