Chereads / Pelayan Genit / Chapter 16 - Pembantu Kelas VIP!

Chapter 16 - Pembantu Kelas VIP!

"Masuklah ke sini kalau ada yang ingin kau sampaikan," kata Rusman. Ia membukakan pintu kamar lebar-lebar. Selebar senyumnya pula.

Gadis itu tetap diam di tempat.

"Kemana para pembantu di rumah ini, Om?" Ia tiba-tiba bertanya.

"Mereka sedang ambil cuti, kenapa?" Rusman bertanya bingung.

"Lalu siapa yang mengurusi rumah ini kalau tidak ada pembantu? Om di sini sendirian?"

"Itu biarlah om yang urus, yang penting kamu sehat dan nanti bisa bekerja kembali," kata Rusman sambil tersenyum simpul. "Oh, isteri dan anakku saat ini sedang di Amerika."

Helena tampak menghela nafas.

"Tapi aku merasa kesepian, semestinya di sini ada pembantu yang lain, paling tidak ada teman buatku ngobrol..." katanya pula.

Rusman manggut-manggut

Oh, itu toh masalahnya? Gumam Rusman sambil tertawa dalam hati.

"Om..." Helena kembali memanggil.

"Ya, sayang... eh, pembantu?"

"Aku bingung. Aku sebenarnya siapa? Di mana tempatku tinggal? Tempatku bersekolah dan siapa orang tuaku?"

Mendapat pertanyaan bertubi-tubi itu Rusman terenyak. Ia benar-benar tak siap menerima pertanyaan itu, dan ia memang lupa untuk mempersiapkannya!

Harusnya ia sudah siapkan sejak awal! Sebuah jawaban yang terkonsep, agar kebohongannya terhadap gadis itu tak mudah terbongkar!

Satu hal yang harus ia lakukan saat ini adalah ia harus mencegah upaya gadis itu menemukan jati dirinya yang sebenarnya!

"Ng... nanti saja kita bicarakan itu ya. Atau kamu pingin jalan-jalan dulu?" Ia menawarkan diri. Mau diajak jalan-jalan ke mana ya? Pikirnya. Tapi ia lantas sadar, kalau membawa gadis itu keluar rumah, akan beresiko kalau ada seseorang yang mengenalinya! Ah, tidak boleh! Itu bisa gawat nantinya!

Rusman nyengir. Tatapannya tak lepas dari wajah cantik menggetarkan batin itu.

"Atau kamu mau jalan-jalan ke Bali...?" Rusman tiba-tiba memperoleh ide gila di kepalanya.

Gadis itu cepat-cepat menggeleng. "Om ini ada-ada saja. Masak pembantu kaya aku diajak jalan-jalan ke Bali segala?"

"Oh, kalau aku yang nyuruh apanya yang tidak mungkin?" kata Rusman sambil tersenyum. Ia membayangkan jalan-jalan di pantai berdampingan dengan gadis itu. Menikmati suasana romantis di tempat-tempat wisata yang indah, atau berbelanja apa yang disuka gadis itu di mall-mall megah yang ada di Bali.

Gadis itu memandangnya bingung.

"Aku cuma ingin ada teman...."

"Kau tak mempunyai teman. Kau pun tak bersekolah di mana-mana. Kau ini seorang yatim piatu di panti asuhan yang...." Rusman terlihat agak bingung mengarang kata-kata agar kebohongannya terlihat logis. "Ah ya, karena melihatmu terlantar aku lalu mempekerjakanmu di sini sebagai pembantu, tapi kau pembantu yang diistimewakan, yang mendapat fasilitas VIP di rumah ini dengan gaji yang tinggi.." Rusman mulai ngalor-ngidul mengarang-ngarang cerita. Dan ia menikmati sekali saat gadis itu kendati masih bingung, mulai mempercayai kata-katanya.

"Kok ada pembantu kelas VIP segala...?" Helena membelalakkan mata.

"O, iya lah! Bahkan pembantu kelas VIP itu bisa mendapatkan fasilitas sebuah mobil mewah, dan kaupun mendapatkan itu..." Rusman bergegas mengeluarkan sebuah kunci mobil dari dalam lacinya. "Ayo kita lihat mobilmu itu yang ada di garasi," Rusman melambai-lambaikan kunci nya di depan mata Helena sambil tersenyum lebar.

Gadis itu kembali terbelalak.

"Om becanda kali...?!" Ia merebut kunci itu dari tangan Rusman dan memandangnya dengan rasa tak percaya.

Rusman tersenyum geli. Ternyata seorang perempuan kendati telah hilang ingatannya, ya tetap saja naluri materialisnya gak bisa dihilangkan! Pikirnya.

"Dan fasilitas itu akan bisa terus kau miliki selama kau mengabdikan diri di rumah ini..." kata Rusman lagi sambil terus mempertahankan nyengir kudanya.

Ia dengan perasaan kembali muda segera membawa gadis itu garasi mobil tempat ia memarkir sebuah mobil keren berwarna hitam.

Tatkala melewati beberapa mobil lainnya di garasi besar itu, Helena sedikit mengerutkan alis menatap sebuah mobil hitam yang terparkir di sudut ruangan. Ia agak lama memandangi mobil itu sambil berpikir. Rasa-rasanya ia ingat mobil itu dalam ingatan masa lalunya, tapi ia lupa dalam hubungan apa.

"Nah, itu mobil punya mu. Silakan dibuka pintu nya kalau ingin melihat bagian dalam nya," kata Rusman. Ia menunjukkan mobil itu. Helena terpana melihat betapa keren mobil yang bakal ia miliki.

Helena ragu-ragu sejenak, saat ia memasukkan kontak itu ke lubang kunci nya gerakannya agak canggung. Rusman baru menyadari kalau gadis itu tak bisa menyetir.

"Oh, mmm... aku lupa kau masih belum bisa menyetir! Tapi tak mengapa. Aku akan ajari kamu menyetir dulu, nanti kalau sudah terbiasa, aku baru ijinkan kau menggunakan mobil itu," kata Rusman. "Kau simpan saja kontak nya. Itu sudah jadi milikmu," Rusman mengajak gadis itu ke luar ruangan.

"Oh, sayang sekali... aku belum bisa menyetir rupanya. Aku lupa.." kata Helena sambil nyengir malu. Lalu pandangannya terumbuk lagi pada sebuah mobil yang di pojok ruangan. Ia menghentikan langkahnya dan menatap terus kendaraan itu.

"Kenapa...?" Rusman bertanya. Ia agak curiga saat melihat gadis itu terus menatap mobil yang ada di sudut ruang itu.

"Gak, aku cuma bingung aja, kok aku jadi kepikiran terus dengan mobil yang itu..."

"Oh, yang itu? Itu mobil memang ada kemiripan dengan mobil seorang penjahat yang nyaris saja merenggut kehormatanmu..." kata Rusman. Ia kembali nyengir karena merasa bohongnya konyol.

Helena mengerutkan alis. "Ngeri juga masa laluku, om...!" Ia meringis.

"Ya sudah, kamu balik aja ke kamar..." kata Rusman lagi. Ia mendorong tubuh gadis itu.

"Eit, nanti dulu..." Helena berbalik lagi sebelum menuju ke kamarnya.

"Hm, ya...?"

Helena tiba-tiba meraih tangan Rusman, lalu mencium telapak nya. "Ma-kasih, Om!" ujarnya sambil tersenyum manis. Lalu melenggang kangkung meninggalkan ruangan itu.

Rusman merasakan telapak tangannya panas dingin saat Helena meninggalkan ruangan itu. Masih terasa sekali hidung Helena yang bangir telah mampir di telapak tangannya yang mulai keriput itu. Dan hawa panas dingin itu mulai menyebar ke seluruh tubuhnya. Ia memejamkan mata. Ah, alangkah indah nya seandainya hidung itu mampir di pipiku, pikirnya.

Duk!

Kepalanya membentur tembok saat ia melangkah hendak meninggalkan ruangan itu. Rupanya saat ia dibalut hayalan sambil berjalan, tanpa ia sadari dirinya justru semakin mendekati tembok yang ia semula dikiranya itu adalah lobang pintu.