Chereads / Pelayan Genit / Chapter 20 - Menjadi Asisten Dadakan

Chapter 20 - Menjadi Asisten Dadakan

Ia kemudian menoleh kaget ke arah Helena yang menangis sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan. Hidung, kepala dan leher gadis itu berlumuran darah, dan darah itu juga bertetesan di t shirt nya yang berwarna kuning.

"Astaga, Nak! Apa yang telah ia lakukan kepadamu?!" Si Satpam memekik panik. Ia cepat-cepat memapah gadis itu ke dalam rumah. Usai mendudukkannya di sofa,  ia bergegas menghubungi nomor kontak Rusman.

"Gawat! Aku bisa dipecat nih, gara-gara ketiduran tadi! Coba kalau gak ketiduran, gak bakalan seperti ini...!" ia mendesis panik.

Helena agak tersentak mendengar ucapan satpam itu.

***

Rusman dengan perasaan khawatir tergopoh-gopoh datang ke kamar Helena.

Gadis itu terlihat meringkuk di tempat tidurnya sambil menutup wajahnya. Ia masih mengisak. Masih trauma dengan serangan terhadap dirinya.

Di kamar itu ada dokter Yanuar sedang melakukan perawatan terhadap pundak dan lehernya yang terluka. Rusman bergegas menghubungi dokter keluarga itu jika berkaitan dengan kondisi Helena.

Di sudut kamar, si sekuriti tampak terlihat tegang saat melihat Rusman masuk. Nyawanya seakan melayang terbang saat melihat Rusman menatap ke arahnya dengan pandangan bertanya.

"Kenapa sampai terjadi seperti ini Rahmadi? Bukankah kau yang ditugasi bertanggung jawab terhadap keamanan rumah ini?"

Rahmadi si satpam suaranya tercekat di tenggorokan. Di otaknya jelas terbayang pemecatan terhadap dirinya. Lalu terbayang bagaimana keadaan anak isterinya setelah terjadi pemecatan itu. Tak ada lagi belanja beras dan tahu tempe, tak ada lagi uang jajan anaknya yang semata wayang. Tak ada lagi penghasilan tetap yang selama ini menghidupi kesederhanaan ia dan keluarganya. Tapi ia mau tak mau harus siap menerima resiko itu karena kelalaiannya.

"Anak itu diserang oleh orang tak dikenal..."

"Waktu itu kau ada di mana dan kenapa membiarkan hal itu sampai terjadi?" sela Rusman.

"Aku yang salah, Om! Aku sengaja ingin keluar halaman, lalu kusuruh pak satpam mengambil sesuatu di halaman belakang rumah agar ia lengah saat aku membuka pintu depan. Soalnya kalau Pak Satpam tidak kulengahkan, aku gak bakalan diperbolehkan oleh dia untuk keluar rumah," Helena  tiba-tiba  berbohong.

Satpam itu terperangah.

"Benar begitu Rahmadi?" Rusman kembali bertanya kepada si satpam.

"I-iya... Pak!" si satpam menjawab terbata-bata. Agak bingung ia kenapa Helena tidak mengatakan yang sebenarnya. Apakah gadis itu bermaksud melindungi dirinya?

Satpam itu menggigit bibirnya terharu. Seraya menatap gadis itu dengan mata berkaca-kaca. "Maafkan aku, Nak! Andai aku tak terlambat mencegah orang itu..."

"Aku baik-baik saja! Hanya luka lecet..." sahut Helena di sela isak tangisnya.

"Ya sudahlah! Sekarang kau kembali saja ke posmu!" kata Rusman.

Satpam itu keluar ruangan dengan hati lega. Tapi sekaligus heran. Ia bersyukur karena tak jadi diberhentikan.

Rusman menatap Helena dengan pandangan gusar bercampur khawatir. "Kenapa kau lakukan itu, Rusmiatun? Aku kan sudah peringatkan sebelumnya, kesehatanmu masih dalam pemantauan, jadi jangan sembarangan keluar rumah, kecuali ada pengawalan," kata Rusman sambil geleng-geleng kepala. Ia sengaja memanggil Helena dengan sebutan Rusmiatun dengan tujuan mengelabui gadis itu terkait identitasnya.

"Untuk sementara kau tak boleh keluar kamar dulu. Aku ingin pantau kondisi luka retak di kepalamu pasca insiden tadi. Aku khawatir cidera akibat pemukulan tadi berakibat fatal pada bekas cidera kecelakaanmu," kata dokter Yanuar pula.

"Anak bandel! Ikat saja kalau perlu kaki tangannya di ranjang, Pak Dokter! Agar dia tidak mencoba kelayapan lagi!" kata Rusman sambil menarik nafas panjang. Ia geleng-geleng kepala menyesali kejadian itu.

"Dia menyebutku seorang bintang porno! Benar-benar menyebalkan..." desis Helena, membuat Rusman tersentak. "Katanya dia mengenalku karena itu!"

"Oh, dia itu orang gila! Tak usah kau ambil hati! Mana ada sejarahnya seorang pembantu menjadi bintang filem porno! Ada-ada saja!" Rusman tertawa, tapi terdengar fals. "Wajahmu mirip Gisel kali!"

"Siapa tahu aja ada pembantu yang ingin membuat sejarah, Pak Rusman," sela dokter Yanuar seakan-akan meledek pengusaha itu.

Rusman melotot.

Dokter Yanuar membalut luka di kepala Helena dengan perban. Melingkar mengelilingi kepalanya yang berdarah. "Nah, kamu sekarang jadi mirip Wiro Sableng! Kalo gak percaya coba kamu pegang kapak, jadi lebih mirip lagi...!" Dokter Yanuar tertawa. Lalu ia duduk sambil mengamati luka di leher dan pundak Helena. "Sepertinya ini luka bekas gigitan! Kamu dicintai manusia srigala rupanya!" dokter Yanuar kembali melontarkan guyonannya seraya tertawa.

"Mirip film Twilight Saga!" Rusman menyahut.

"Film apa itu, Om?" Helena mengerutkan alis. Ia berpaling menatap Rusman dengan mata bundarnya.

"Oh, itu. Film kelas dunia yang sangat terkenal, yang pemeran utama nya adalah Aurel dan Atta Halilintar..." jawab Rusman asal.  Dan dokter Yanuar langsung tersedak mendengarnya karena saat itu bertepatan ia sedang menenggak botol coca cola yang disediakan Rusman untuk dirinya. Airnya bercipratan kesana kemari di lantai dan ia batuk-batuk. Dokter itu segera meninggalkan ruangan dengan tergesa-gesa.

"Kenapa Pak Dokter Om?" Helena mengerutkan alis.

"Oh, dia mencoba berperan sebagai shower di kamar mandi," jawab Rusman cuek. 

Tiba-tiba terdengar suara ponselnya berdering. Ia mengangkatnya. Itu telepon dari salah seorang rekannya sesama pengusaha perkebunan sawit. Sekarang rekannya itu tinggal di Singapura.

"Ya, mas Yansen...?" Rusman bertanya gembira. Lama sekali teman sesama pengusaha nya itu bisa menghubunginya.

"Rusman! Kau kami tunjuk sebagai salah satu pembicara pada Seminar Pelaku Usaha, di Bali besok! Maaf, acaranya mendadak, soalnya salah satu pemateri yang kami jadwalnya sejak awal ternyata berhalangan hadir karena kondisi kesehatan. Plis ya! Kami tunggu besok. Undangan, lokasi dan penjelasan teknis lainnya akan kami kirim melalui email," kata suara di seberang telepon. "Honor, biaya transport dan akomodasi kami kirim ke rekeningmu sekarang...!"

Telepon ditutup, tanpa sempat Rusman memberikan tanggapan. "Astaga! Ini mendadak sekali! Jadi pembicara seminar, acaranya besok lagi!" Rusman menggerutu sendirian. Tapi ia memang mau tak mau harus hadir di acara tahunan yang digelar oleh para pengusaha itu, dan Rusman tidak mau posisinya tergeser sebagai pengurus organisasi para pengusaha itu jika ia tidak mau menghadiri.

Oh, god! Dan ia seharusnya mengawasi Helena di rumah! Anak itu tidak boleh lepas dari pengawasan, apalagi sampai ditinggal sendirian di rumah selama berhari-hari.

Ia kemudian menatap gadis yang sedang asik memainkan boneka anjing berwarna pink pemberian dokter Yanuar tempo hari. Gadis yang memikat hatinya itu jadi sedikit pendiam pasca kejadian yang menimpanya tadi.

"Rusmiatun! Besok om ada acara dadakan para pengusaha di Bali. Dan Om tak bisa meninggalkanmu sendirian di rumah. Jadi kamu harus ikut!"

Helena ternganga. "Apaan sih, Om?" gadis itu bertanya bingung. "Aku kan bisa saja sendirian di rumah..."

"Gak! Aku gak percaya kamu gak kelayapan kayak kemaren. Di sini juga banyak orang jahat dan gak bener yang mengincar kamu... di samping itu Om di rumah ini juga memelihara seekor buaya! Aku takut kalau kamu iseng masuk kandang buaya. Atau buaya itu lepas sendiri!" Rusman beralasan. Ia sendiri merasa giris mengingat gadis itu ternyata seorang model porno yang sudah terkenal. Pastilah banyak orang mengenali dan mengincarnya.