"Barang sudah lapuk begini kok bisa-bisanya berubah jadi kenyal?!" desisnya tak habis pikir.
***
Lenny mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Wajahnya terlihat emosi saat ia mengendalikan stir. Bukan hanya kecepatan tinggi. Karena emosi yang menguasai jiwanya Ia juga membayangkan Helena berdiri di depan mobil dan ia tabrak dengan seenaknya.
Mobilnya menyalib sana-sini tak peduli beberapa kendaraan yang melintas di ruas yang sama hingga pengendaranya mengomel-ngomel. Tapi bayangan Helena yang hendak ia tabrak justru berubah menjadi bayangan dukun yang sudah berhasil menidurinya.
"Huh! Kalian berdua memang sama-sama memuakkan!" pekiknya emosi sambil terus melajukan kendaraannya. Wajahnya terlihat frustasi dan ia membelokkan mobilnya ke sebuah gang yang berada di pingiran kota. Sebuah gang yang menuju ke sebuah rumah milik seorang dukun santet yang cukup terkemuka di kota itu. "Aku harus pindah-pindah dari dukun yang satu ke dukun yang lainnya, kayaknya!" Ia mendengus sambil memarkir mobilnya, di depan sebuah rumah lumayan megah dengan papan plang bertulisan: "KARMA, PARANORMAL MULTITALENTA, TERIMA PASANG SUSUK PENGASIHAN DAN PENGLARIS, UNTUK PELAKOR JUGA BISA, JUGA TERIMA ORDER SEMBUNYIKAN SKANDAL PERSELINGKUHAN AGAR TIDAK KETAHUAN ISTERI TUA, TERIMA ORDER SANTET DOSA TANGGUNG SENDIRI DUKUN JANGAN DIBAWA-BAWA, BISA BOKING VIA ONLINE, DISKON TARIF KHUSUS KALANGAN PELAJAR DAN PARA JOMBLO, GARANSI GAGAL UANG KEMBALI, TAPI CUMA 0,02 PERSEN!" itu adalah plang nama paling panjang di kota itu.
Leny keluar dari mobil dengan wajah frustasi. Tertatih-tatih ia melangkah menuju ke teras depan. Di situ sudah ada petugas penerima tamu yang menyambutnya dengan senyum ramah. "Ada yang bisa kami bantu, mbak? Anda pengunjung yang ke dua puluh tiga. Silakan mengambil nomor antrean. Maaf menunggu agak lama karena bapak banyak kedatangan tamu hari ini. Maaf tolong sebutkan keperluannya apa, biar kami tuliskan di buku orderan," kata petugas penerima tamu.
Leny segera menuliskan keperluannya dengan hati masih dibalut rasa kecewa: 'pingin merebut suami orang tapi selalu gagal, minta tolong diberikan ajian biar sasaran bertekuk lutut sekaligus menyingkirkan pesaing rebutan suami orang' tulisnya dengan hurup ditebalkan.
Petugas yang seorang gadis berwajah manis menerimanya sambil mengangguk. "Jadi ceritanya mau jadi pelakor gitu? Oh, ini sekarang memang jadi trend mbak. Oke silakan mengantre di ruang tunggu, oh ya, uang administrasinya sebesar seratus lima puluh ribu saja," kata petugas itu lagi.
Leny segera menyerahkan uang sebesar dua ratus ribu ke arah si petugas. "Kembaliannya buat kamu aja. Buat beli kondom..." kata Leny sambil tersenyum.
Petugas itu mengerutkan alis. "Kok buat beli kondom mbak?"
"Maksudnya bila ketemuan sama pacar aman gitu lho! Kalau hamil belum tentu pacar mau bertanggung jawab," pungkas Leny, lalu bergegas masuk ke ruang tunggu.
"Gak bermoral..." gumam si petugas dengan suara hampir tak terdengar. Tapi ia kemudian tersenyum sendiri. "Tapi boleh juga tuh usulannya... Pengen nyoba, ah...!"
Leny masuk ke ruang tunggu ber AC. Di situ menunggu beberapa perempuan berwajah cantik, beberapa di antaranya ada yang sedang hamil. Satu persatu dipanggil, sampai akhirnya:".... Leny, silakan masuk!" panggilan seorang petugas dari ruang dalam.
Leny pun melangkah dengan penuh harapan. Di ruang yang bercahaya remang-remang seperti klub malam, duduk di belakang meja seorang pria berusia tua, berkumis dan berjanggut panjang. Tampak lebih meyakinkan sebagai seorang paranormal yang lebih profesional dari sebelumnya.
Dia mengenakan jubah panjang berwarna hitam. Matanya tampak menyorot tajam, pertanda ilmu kedigdayaannya sangat mumpuni. Ia menyambut kedatangan Leny dengan senyum ramah. "Silakan duduk nak, selamat datang di pelayanan magis karma entertain! Ah ya, sebelum menyampaikan keluhan, saya periksa dulu tensi darahnya ya..." dukun itu mengeluarkan alat pendeteksi tekanan darah. Layaknya seorang dokter yang akan melayani pasien yang akan berobat.
"Kok periksa tekanan darah dulu pak dukun?" Leny mengerutkan alis.
"Ya, biasalah. Kita ingin tahu lebih dahulu tingkat keseriusan persoalan yang dihadapi oleh pasien kita. Makin parah persoalannya, maka makin tinggi tekanan darahnya biasanya," kata si dukun sambil memasang alat pengukur tensi di pergelangan tangan Leny.
Alat tensi darah pun bekerja beberapa saat kemudian. Sang dukun menggeleng-geleng kepala. "Cukup tinggi juga rupanya. Empat ratus lima puluh...."
"Hah...?!!!"
"Ini untuk ukuran ilmu gaib nona! Bukan standart ilmu kesehatan!" sahut sang dukun.
"Oooo..." Leny melongo.
"Baik! Kesimpulannya birahi kamu yang tidak kesampaian sangat tinggi. Saya akan garap persoalanmu sesuai dengan permintaan saat mendaftar. Kamu juga akan saya kasih bekal ajimat untuk membuat pesaingmu tak berkutik. Tapi saranku kamu harus melakukan tindakan nyata selain dengan bantuan gaib untuk memenangkan persaingan ini..."
"Bagaimana caranya Mbah dukun?" tanya Leny tak sabar.
"Kamu harus singkirkan dia dengan tanganmu sendiri. Culik saja dia. Terus bunuh, sehabis itu buang dia ke tempat yang tidak diketahui orang lain! Aku akan bantu kamu dengan ajian penghilang dan penunduk agar perbuatan kamu tidak terlacak oleh pihak berwajib!" kata si dukun.
Dan Leny pun rela membayar dengan harga yang cukup tinggi setelah mendapat beberapa petunjuk teknis penting guna melaksanakan rencananya.
"Kali ini harus berhasil! Kalau gak berhasil juga, sama dukunnya juga harus kubunuh...!" desisnya saat berada kembali di dalam mobil. Ia segera tancap gas sambil tersenyum licik.
Sambil bernyanyi-nyanyi kecil ia melajukan mobilnya menuju ke arah rumah mewah Rusman, yang saat itu sedang tidak berada di rumah, sementara hanya Helena saja yang sendirian di rumah itu.
Leny memencet bel pagar. Seorang satpam datang menghampiri. "Iya non?"
"Pak Rusman ada di rumah?"
"Barusan keluar non? Ada keperluan? Sudah menghubungi bapak?"
Leny tersenyum. "Siapa yang ada di rumah?"
"Cuma saya non, dan pembantunya..."
"Pembantu yang masih gadis itu?"
Satpam itu terdiam sejenak. "Gak tahu juga non, masih gadis apa enggak. Ada apa non?"
"Saya pengen ketemu dia aja!"
"Oh, sebentar ya. Saya panggilkan. Sebenarnya pak Rusman sudah berpesan agar pembantu itu gak boleh sembarangan ketemu siapa-siapa kecuali atas sepengetahuan pak Rusman. Tapi nona kan sudah saya kenal. Sebentar ya non..." Satpam itu segera bergegas masuk ke rumah. Helena sedang asik berkaraoke ria di ruang tengah. Rusman memang memberikan pesan gadis itu boleh melakukan apa saja, asalkan tidak keluar rumah tanpa sepengetahuan dirinya.