"Aku...?" gadis itu mengerutkan alisnya. Lama ia merenung tapi tak juga menemukan jawaban atas pertanyaan hatinya.
"Maaf, mungkin kau hilang ingatan akibat kecelakaan itu. Tapi asal kau tahu, kau sebenarnya adalah bagian dari rumah ini," kata Rusman seperti menemukan sebuah ide.
"Maksud bapak...?" Helena tercengang.
"Kau pembantu di rumah ini. Dan kau sudah bekerja selama enam bulan di sini," kata Rusman. Dan ia hampir ketawa sendiri akibat kebohongan konyolnya. Tapi ia sungguh menikmati permainannya.
Sehingga wajahnya dibuat seserius mungkin.
"Aku? Pembantu...?" gadis itu terlihat bengong.
"Ya, kau pembantu kami. Sudah dua hari kau tak sadarkan diri, untunglah kau baik-baik saja. Tapi kalau kau sudah pulih kembali sebaiknya istirahat dululah selama dua sampai tiga bulan di rumah ini. Makan kami tanggung dan gajimu tetap jalan," lanjut Rusman pula.
Dan ia memang benar-benar berharap agar gadis itu tetap tinggal saja di rumah itu. Tentunya harapan bukan sekedar ingin menyelamatkan diri dari tuntutan. Tapi maksud lain yang tersembunyi. Ia begitu terkesima dengan kecantikan 'pasien instant' di rumahnya yang dinilainya tak sekedar memiliki kecantikan wajah semata, tapi juga memiliki lekuk tubuh yang indah serta sensasi sensual secara keseluruhan.
Rusman kerap merasakan jantungnya berdebar-debar aneh saat menatap kecantikan gadis itu di usianya yang menjelang enampuluhan. Mengingat lagi isterinya yang mulai menua dan tidak menarik lagi.
Tapi ia lantas menggeleng-gelengkan kepalanya dengan keras. Jangan kau mau berbuat aneh-aneh, Rusman! Gadis itu lebih pantas jadi anakmu! Apalagi kau sudah punya reputasi di kalangan pengusaha! Rutuknya pada diri sendiri.
Tapi semakin ia mengutuk dirinya sendiri, rasa penasaran dan suka nya kepada gadis itu semakin kuat. Gila! Jangan-jangan anak itu pakai susuk! Gerutunya dalam hati.
"Kok Bapak melamun? Harusnya yang bingung kan saya. Kenapa Bapak yang bingung?" Helena menegur.
Rusman gelagaban. "Oh, eng-anu, aku cuma mengkhawatirkan kesehatanmu saja. Sudahlah. Yang pasti kami akan berusaha merawatmu sampai benar-benar sembuh...." selesai berkata begitu Rusman cepat-cepat keluar dari kamar perawatan Helena. Meninggalkan gadis itu yang termangu heran di ranjangnya. "Aku ini seorang pembantu...?" desisnya sendirian. "Kok rasanya ganjil...? Cuma seorang pembantu???"
***
Bukannya sedih mendengar isterinya hendak menyusul anaknya ke luar negeri, Rusman justru terlihat bersemangat. Ia pura-pura kaget saat mendengar isterinya mengutarakan niatnya untuk pergi selama satu minggu ke Amerika sekalian jalan-jalan.
"Sudah lama. gak jalan-jalan ke luar negeri pah. Bete rasanya di sini terus. Lagian ibu-ibu teman mamah mulai jarang pertemuan. Semuanya pada sibuk dengan bisnis masing-masing," kata sang nyonya.
Rusman mengerutkan alis. Pura-pura tak senang. "Ngapain ibu pakai pergi-pergi segala. Aku kesepian dong di sini kalau enggak ada ibu...."
"Kalau begitu Bapak ikut saja..."
"Oh jangan! Aku harus terus memantau korban tabrak lari anak kita itu! Masak ditinggal begitu saja, tahu-tahu dia nanti sadar diri dan melakukan penuntutan kan gawat anak kita! Setidaknya nanti kalau ingatan dia pulih aku sempat melakukan nego damai sebelum dia melakukan penuntutan!" Kata Rusman terbata-bata. Wajahnya tampak bersemu merah.
"Oh, begitu? Ya sudah! Biar bapak tinggal aja di rumah. Gawat juga ya pak kalau sampai anak perempuan itu koar-koar di kantor polisi. Nanti anak kita bisa masuk bui," kata isterinya.
Rusman nyengir. "Iya bu. Masalah yang menghampiri kita memang agak-agak berat kali ini. Tapi aku akan berjuang demi keselamatan kita sekeluarga. Biar ibu saja yang menenangkan diri ke luar negeri. Jangan lupa awasi benar-benar anak kita ya. Jangan sampai lagi dia melakukan perbuatan dia yang gak bener itu! Benar-benar menyusahkan keluarga!" kata Rusman lagi, sambil hidungnya kembang kempis.
"Nafas bapak kok ngos-ngosan?" Isterinya mengerutkan alis.
Rusman kaget. "Oh.. e-nggak! Aku cuma jengkel aja mengingat kelakuan anak kita itu, benar-benar bikin aku susah!" gerutunya sambil garuk-garuk kepala. Tapi matanya tak berani menatap mata isterinya.
"Sudahlah Pak! Jangan terlalu dibesar-besarkan. Kasian anak kita. Sekarang tinggal bapak saja bagaimana cara mengatasinya," kata isterinya lagi, lalu cepat-cepat beranjak pergi. "Mau packing barang-barang dulu, mau cepat berangkat," lanjut isterinya.
"Iya deh, Ma. Hati-hati di jalan ya. Papa jadi sedih nih. Mama mendadak sih berangkatnya," kata Rusman sambil pasang tampang sedih. Tapi sambil diam-diam ia merapikan rambutnya.
Jam empat sore nyonya rumah berangkat ke bandara, Rusman bergegas menghampiri kamar Helena yang terlihat sepi. Ia membuka pintunya sedikit sesaat. Gadis itu sedang tertidur rupanya.
Sejak mulai siuman dari koma nya gadis itu hanya sebentar-sebentar saja bangun. Terlihat linglung sebentar kemudian tidur lagi. Mungkin karena pengaruh obat penenang yang diberikan dokter Yanuar.
Rusman menghela nafas. Ia lama mengamati gadis yang tertidur pulas itu. Semakin lama diamati ia terlihat semakin cantik, semakin membuat jantung Rusman berdebar-debar pula!
Ya ampun! Ada apa dengan aku ini!? Pikir Rusman dengan panik. Ia cepat menjauh dari pintu, mencoba menepis pikiran anehnya. Tapi ia berbalik lagi semakin penasaran.
Dibukanya pintu kamar perlahan-lahan, lalu melangkah masuk.
Hm, tak ada orang di rumah ini. Jadi tak ada yang salah apapun yang dilakukan, pikirnya.
Dengan jantung berdebar ia duduk di kursi samping pembaringan lalu menatap lama tubuh gadis yang terbaring di atas dipan. Mengamati wajahnya, rambutnya, serta sekujur tubuhnya yang bertutupkan selimut tipis.
"Apakah kau tertidur pulas...?" gumamnya hati-hati.
Gadis itu tak merepon, pertanda ia memang benar-benar tidur.
Rusman tersenyum tipis. Ia mendekatkan kursinya, lalu mencondongkan wajahnya ke wajah gadis itu. Bibir gadis itu terlihat mungil berukir dan seksi serta memerah alami. Bulu matanya yang lentik dan hidungnya yang bangir menegaskan jika gadis itu memiliki kecantikan yang alami dan berkelas.
Rusman teringat dengan bintang-bintang film Thailand yang cenderung memiliki kecantikan alami dan daya tarik yang kuat. Mungkin seperti itulah gambaran gadis yang terbaring di rumahnya saat ini. Ia bertekad ingin mempertahankan keberadaan gadis itu di rumah ini! Bukan karena masalah kecelakaan yang menimpanya. Tapi karena kehadiran gadis itu di rumah ini seperti membuatnya merasa muda kembali!
Ia mencuri-curi mencium pipi gadis itu. Setelah menciumnya, dengan jantung semakin berdebar-debar ia cepat-cepat melangkah keluar dari kamar itu. Agak panik karena menyadari perbuatannya.
"Oh, astaga! Semoga saja ia tidak mengetahui apa yang kulakukan...! Desisnya.
Saking tergesa-gesanya ia menjauhi kamar itu tanpa sadar kaki kanannya menyentuh salah satu tiang meja hias di ruang tengah. Ia kehilangan kesimbangan hingga jatuh terjerambab di lantai.
"Iblis!" Ia memaki tiang meja itu, lalu bangkit lagi dan berjalan terpincang-pincang ke ruang makan. Ia meringis kesakitan. Tapi tak bisa melampiaskan kekesalannya karena yang membuatnya terjungkal adalah benda mati.