Chereads / Flat Face [END] / Chapter 2 - Flat Face 2

Chapter 2 - Flat Face 2

Badan rasanya capek banget, padahal nggak ngapa-ngapain. Eh, ngapa-ngapain juga, karena aku kudu bolak balik kos kampus karena ngurusin dia. Panas tubuhnya udah turun, tapi kelihatan banget kalo dia masih pucat dan lemes.

Selly aja sampe tanya kenapa aku bolak balik kos hari ini. Padahal aku bakal ada kelas sampai jam lima sore nanti. Matilah, gimana nasib dia nanti?

"Tadi gue lupa matiin laptop. Trus juga ada beberapa hal yang ketinggalan." jawabku.

Ada alasan kenapa aku nggak mau jujur sama Selly tentang dia. Bukan karena aku mau milikin dia sendirian. Toh kayanya juga dia nggak bakal mau sama cewe amburadul kayak aku. Aku cuma belum siap aja cerita ke Selly. Takut dikatain bokis atau apalah itu. Trus juga aku belum siap jadi terkenal karena deket sama orang yang terkenal juga.

Maaf, menghayal itu menyenangkan.

"Ya udah, nanti gue mampir kos lo aja. Mo nitip tidur bentar." ucapan Selly bikin kaget.

"Hah? Ngapain?"

"Nanti gue mo jalan sama Alif. Daripada balik ke kos gue, kan cepetan ke kos lo."

Wah bahaya nih.

"Nggak. Nggak bisa. Nggak boleh!" spontan aja gitu teriak ke Selly.

Langsung aja Selly ngasih pandangan yang penuh curiga ke aku.

"Soalnya gue ntar mo keluar. Mo beli beberapa barang." tambahku, biar Selly nggak curiga.

"Ya udah lah, nanti gue ngikut lo belanja aja."

Matilah. Ini anak kenapa sih ngintilin gue mulu? Biasa juga ngintilin lakinya.

Oke Kara, tenang. Pikirin alasan apa yang pas buat mengelak. Biar Selly nggak ngikutin mulu dan lo bisa balik ke kos dengan aman.

"Kenapa nggak nunggu di kosnya Alif aja? Kan malah makin gampang tuh." kataku semangat. Yeah, itu memang ide yang brilian, Kara!

"Alif lagi keluar. Dia baru bisa jemput sorean gitu." wajah Selly udah melas banget.

"Gue balik jam lima, Sel."

"Oh iya juga ya." dia kaya yang mikir gitu. "Ya udah, gue balik kos sendiri aja."

Thanks God!

Kami berjalan ke kelas siang. Setelah kelas ini selesai, Selly bakal balik ke kosnya sendiri, dan aku masih harus setor muka untuk satu kelas lagi. Selama di kelas, pikiran nggak fokus sama sekali. Apalagi kalau bukan mikirin itu orang yang ngumpet di kamar kos.

"Oke, ada pertanyaan?" dosen muda nan ganteng itu selesai menjelaskan.

"Nggak, Pak." jawab kami serentak.

"Oke, selesai disini, kita lanjut besok lagi ya."

Aku adalah orang pertama yang keluar dari kelas. Pokoknya lari sekencang mungkin biar cepet sampai di kos. Eh, aku kan bawa motor, kenapa nggak dikendarain?

Padahal udah sampai gerbang kampus lho, tapi harus balik ke parkiran buar ambil motor. Ya ampun, gini amat ya gue begonya?

Harap cemas ketika buka pintu. Takut aja dia udah pergi dari kosku tanpa pamit. Yang artinya aku nggak akan pernah bisa liat dia lagi dari deket. Tapi kalo dia masih ada di kamar, itu artinya aku harus ngerawat 'anak bayi' lagi.

Pas buka pintu, ternyata dia masih ada. Lagi duduk di kursi belajar sambil memandang keluar. Ditangannya ada pensil dan juga kertas. Dia lagi gambar.

"Aku pikir kamu udah pergi." dia menolehkan kepalanya begitu mendengar suaraku. Apa dia terlalu fokus melamun sampai nggak denger aku buka pintu?

Dia langsung berdiri. Kami berhadapan, yang bikin aku langsung minder. Nih orang tingginya berapa sih? Kok menjulang banget? Aku aja nggak sampai sepundak dia lho. Mungkin aku harus naik meja biar tinggi kita sama.

"Thank you." dia lalu ngasih kertas yang dia gambar tadi.

Ini gambar sketsa. Ngga jelas memang, karena gambarnya dari samping. Ditambah lagi kayanya ini sketsa belum kelar digambar. Tapi nggak tahu kenapa rasanya ini spesial banget. Gambar perempuan ini berambut panjang, sama kaya aku. Hidungnya juga nggak begitu mancung, sama kaya aku juga.

"Untuk?" tanyaku, setelah aku bisa menenangkan hatiku yang bergemuruh.

Dia mengangkat bahunya, lalu duduk di kursi. Dia duduk di kursi aja tingginya sama kaya aku yang lagi berdiri coba. Dia terus aja menatapku, jadinya kan pengen peluk dia gitu. Untuk mengalihkan pikiranku, mending kan melakukan sesuatu yang bisa menyingkirkan pikiran.

Aku langsung meletakkan tas dan juga HP di meja. Melakukan rutinitasku setelah bepergian. Membersihkan wajah dan juga berganti pakaian. Dia menungguku dengan tenang. Anehnya, aku merasa biasa aja dengan kehadirannya. Karena aku ganti baju dihadapan dia juga biasa aja. Apa dia memang udah biasa lihat tubuh telanjang?

"Can i borrow your cellphone?"

"Hah?" kok aku bego banget ya?

Dia menunjuk HP yang tergeletak di meja. Aku langsung menganggukkan kepala dan memberikan HP ke dia. Aku juga membuka sandi ponsel.

Dia menelepon seseorang, cuma bentar doang. Aku kayak denger dia ngomong 'find me' gitu doang. Apa aku salah denger ya? Maklum aja, aku jarang denger orang ngomong bahasa Inggris buat ngobrol biasa.

"Kamu mau makan malam sama apa?" tanyaku setelah dia selesai menelepon.

Ya ini udah malam, perutku sih sebenernya yang keroncongan.

Dia menggelengkan kepala. Nggak tahu kenapa itu terlihat sangat melegakan. Yang artinya duitku akan aman.

Terlihat dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah botol kaca yang udah ada isinya. Aku nggak tahu isinya apa, tapi kaya biji-bijian gitu. Dia ternyata bisa mandiri, masak air panas sendiri pake teko elektrik yang ada di kamar ini. Begitu kelar, dia tuangin airnya ke dalam botol dan dikocok bentar, trus didiemin.

Aku melongo aja gitu liat dia. Semua gerakannya tuh alus dan sempurna banget. Ya ampun, cowo ganteng mah emang auranya beda. Nggak kaya aku yang aur-auran gini.

Setelah beberapa menit, dia tuangin sesuatu dari dalam botol. Itu kaya bubur gitu, tapi baunya harum banget. Terus, dia juga bukain makanan yang aku bawain buat dia makan siang tadi dan sodorin ke aku. Duh, berasa jadi spesial banget kalo gini.

***

Aku udah bersiap mau tidur ketika HPku berdering. Nomor asing menelepon.

"Halo?"

"I'm on the side of the road." begitu jawaban dari orang seberang. Hah?

"Maksudnya?"

"Maaf, saya pikir Mr. Angga. Bisa berikan ponselnya ke Mr. Angga?"

Dia udah pejamin mata pas aku kasih HP.

Cuma bentar banget dia teleponnya. Bahkan dia cuma ngomong satu kata doang, 'Oke'. Abis itu dia keluar kamar. Cuma bentar juga, karena dia langsung balik lagi. Tapi, kali ini dia bawa seseorang. Mungkin orang yang telepon tadi.

Orang itu cuma nunggu di depan pintu dengan sebuah tas kertas. Aku mau nyuruh dia masuk juga nggak enak. Selain karena kamarku sempit, nggak enak juga kan nyuruh pria asing masuk ke kamar kos.

Hei, cowo yang kamu bawa kemarin itu masuk kategori asing juga, Kara!

Setelah berganti baju, dia jadi kelihatan ganteng banget. Padahal cuma pake polo tshirt dan juga celana biasa. Orang ganteng memang auranya beda. Pake apa aja juga kelihatan ganteng.

"Thank you." aku akhirnya mendengar suara merdunya lagi.

"It's okay." balasku.

"May I visit you?"

Duh, aku bingung. Dia dari tadi ngomong pake bahasa Inggris yang aku nggak paham. maklum aja, bahasa Inggrisku terbatas banget.

"Ya, anytime."

Dia maju ke arahku, lalu memelukku. "You can call me Angga."

Aku masih nggak percaya mendapat pelukan dari Pangeran Kampus. Wajahku pasti udah merah karena menahan rasa gembira dan menahan diri biar nggak heboh.

"Kara. Kartika Rani."

Dia menganggukkan kepala dan lalu pergi. Orang yang tadi ngikutin cuma menganggukkan kepala dan ngikutin Angga berjalan keluar dari kos.

Jantungku masih deg-degan kenceng banget. Duh, kalo nggak segera kalem, bisa-bisa jantungnya lompat keluar.

"Jangtung, please be nice." kataku berulang kali.

Setelah semalam aku tidur dipelukan dia, sekarang aku dipeluk sama dia. Dia si Pangeran Kampus, Angga Narendra yang paling tajir dan juga paling ganteng se Universitas. Ini nggak mimpi kan?

[Sel, aku seneng banget. Besok aku traktir yak.]

[Kenapa? Kenapa? Kenapa?]

Aku sengaja nggak balas pesan Selly, biar anak itu penasaran sampai nggak bisa tidur.