Chereads / This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL] / Chapter 34 - Jangan Merusak Perabotan Rumah

Chapter 34 - Jangan Merusak Perabotan Rumah

"Muka suram sialan! Kau mengingkari janji!"

Mihai melangkah besar-besar mendekati meja Luca. Napasnya keras dan matanya melotot memerah, senada dengan warna wajahnya yang juga merah padam. Di mata ketiga incubus itu, Mihai seperti banteng yang siap menyundul musuhnya.

Luca hanya diam, tidak memiliki keinginan untuk menjawab Mihai. Tidak diketahuinya, bahwa langkah ini adalah salah besar.

Pria harimau yang satu ini memang suka marah dan menyusahkan. Ketika sudah dalam keadaan tenang pun, Mihai menyadarinya bahwa jika ia menghadapi dirinya sendiri saat marah, ia akan kesal sekesal-kesalnya hingga ia malas meladeni dirinya sendiri. Namun, di saat ia masih marah seperti ini, ia akan semakin marah hingga merasa akan meledak jika lawannya mengabaikannya.

Jadi sekarang, Mihai berada di tingkat ia tidak bisa lagi menahan amarah besarnya akibat diabaikan lagi oleh Luca setelah sudah diabaikan juga kemarin malam.

Satu ayunan keras dan telapak tangan Mihai langsung menghantam meja kerja Luca.

BRAKK!

"?!"

Tidak ada yang mengharapkan hal ini.

Tepat saat Mihai memukulnya, meja yang seharusnya sangat kokoh itu langsung retak dan patah menjadi beberapa bagian dan ambruk. Kertas-kertas yang berada di atasnya ikut jatuh dan beterbangan hingga mendarat pada lantai berlapis karpet ruangan itu.

"..."

Ecatarina terbelalak lebar. Rahang Vasile jatuh beberapa sentimeter. Kepala Luca semakin sakit. Sementara, Mihai sendiri ternganga lebar saking kagetnya. Hanya Liviu yang melihat semuanya dengan wajah bahagia.

Mihai tidak bermaksud merusaknya. 'Suer!!'

Semuanya tidak bisa berkata maupun bergerak hingga akhirnya, Luca mendengus kasar, menghidupkan kembali sekelilingnya.

"Mau berapa kali kau merusak perabotan rumah?"

Terdengar seperti tuduhan padahal Mihai tidak bermaksud melakukannya membuat api amarahnya kembali menyala. "Si—siapa suruh membeli perabotan lemah seperti ini. Perabotan di rumahku bahkan lebih kokoh!"

Hening....

Ketiganya menatap Mihai dengan ekspresi yang sulit diartikan.

Mihai mengerjap bingung. "A—ada yang salah?"

Vasile menghela napas dan Ecatarima segera memungut dokumem yang berserakan. Sementara Luca hanya memijit pelipisnya sambil memperbaiki meja dan daun pintunya dengan sihir. Dalam sekejap, kedua benda itu kembali seperti semula.

"A—ada apa?! Jangan abaikan aku!" Mihai semakin geram. Ia benar-benar tidak paham.

"Mihai...." Vasile kembali menghela napas. "Semua benda di rumah ini terbuat dari bahan terkuat yang ada di dunia dan harganya miliaran."

"Eh?!" Mihai lebih terkejut ketika mendengar harganya dan wajahnya langsung memucat. Ia takut-takut melirik Luca. "Ka—kau tidak akan meminta ganti rugi kan?"

"Kau mau diminta?"

Mihai langsung menggeleng kuat hingga kepalanya terasa akan putus.

"Da!" Liviu yang khawatir berusaha menghentikan kepala papanya dengan kedua tangan mungil nan gendutnya itu.

Luca memejamkan matanya sebentar karena semakin pusing melihat putaran kepala Mihai. "Jika kau tidak ingin dimintai, keluar dari sini sekarang."

Mihai langsung berlari keluar dari ruangan. Namun, tepat ketika ia akan menutup pintu kerja itu....

Ting!

Otaknya kembali mengingatkannya pada tujuan asli ia datang ke sini.

"Ah! Hampir saja aku lupa!" Mihai berbalik dan sudah mau berlari masuk ke dalam lagi.

"Ganti rugi," ujar Luca datar.

Kaki Mihai langsung membeku di udara. Namun, ia tetap ingin mengeluarkan protesnya jadi akhirnya ia berdiri di tengah kusen pintu sambil menahan agar daun pintu tetap terbuka.

"Ka—kau mengingkari janji untuk makan bersama tiap pagi, siang, dan malam!"

Vasile dan Ecatarina yang sibuk berberes langsung terhenti. Dengan ritme yang sama, keduanya menatap sang tuan.

'Apa aku salah dengar?! Janji? Makan bersama?!'

Luca mendengus. "Kau sudah mengingkari janjimu kemarin."

'Hah! Jadi ini pembalasan?!'

"Dasar makhluk berhati sempit! Aku hanya mengingkari satu dan kau sudah dendam."

"Janji adalah janji. Satu pengingkaran harus dibalas dengan satu pengingkaran."

Mulut Mihai sudah melengkung ke bawah 180 derajat. Melihat wajah papanya, Liviu ikut-ikutan.

Ia ingin protes tapi apa yang dikatakan Luca itu masuk akal dan benar. Namun, Mihai tetap tidak mau mengakuinya.

"Hmph! Aku akan memanggilmu Hati Sempit mulai hari ini!" Setelah menyatakan itu, Mihai berjalan pergi dengan wajah terangkat tinggi.

Luca mendengus. "Terserah."

"Rina, beritahu makhluk itu mengenai rencana hari ini dan panggil dia bersiap."

Ecatarina mengangguk kecil. Setelah meletakkan dokumen yang sudah ia rapikan ke atas meja kerja, ia berjalan keluar. Senyum lebar memenuhi wajahnya karena ia sangat puas mendapatkan tontonan menarik pagi ini.

Sementara itu, Vasile menyodorkan segelas air hangat kepada Luca.

"Aku tidak haus," ujar Luca ketika melihat gelas itu.

"Tuan pasti lelah setelah marah. Minumlah untuk mengembalikan energi."

Dahi Luca mengernyit samar. "Aku tidak marah. Dari pada itu, berikan aku laporan penting tadi."

Patuh, Vasile menyerahkan tumpukan dokumen kepada sang tuan. Alisnya mengernyit dalam.

'Apa aku salah lihat?'

Vasile merasa ia benar-benar melihat setitik emosi di dalam Luca saat sedang beradu mulut dengan Mihai. Walau ia tidak menyukai cara Mihai mengata-ngatai tuannya, ia sudah bahagia saat melihat ini.

'Mungkin harapanku yang membuat aku berhalusinasi....' Rasa kecewa menyelimuti hatinya. Vasile sangat berharap bisa kembali melihat Luca yang penuh dengan ekspresi dan perasaan....

*****

"Kesal!" Mihai membenamkan wajahnya pada bantal ketika ia kembali ke kamarnya.

Liviu merangkak mendekati Mihai dan menepuk kepala pria itu. "Da! Da!" Sepertinya ia berusaha menghibur papa tercintanya.

Rasa kesal masih memenuhi dirinya tapi otaknya berangsur-angsur kembali jernih dan sekarang ia menjadi heran.

Tadi, ia berlari menuju Luca secara refleks tanpa pikir panjang tapi....

'Kenapa aku harus marah kalau dia ingkar janji?'

Tidak. Memang ingkar janji tidak baik. Namun, ia tidak mendapatkan kerugian apa pun. Walaupun Luca tidak makan bersama ia dan putranya, ia tetap mendapat makan pagi yang lezat.

'Mengapa aku marah?' Sekarang, Mihai merasa ia telah mengeluarkan energi dengan sia-sia.

Di saat yang sama, ia mulai bertanya-tanya. Apa yang ia pikirkan ketika mengeluarkan syarat makan bersama itu.

Tidak ada untungnya makan bersama Luca. Yang ada, makanan hanya akan terasa buruk karena melihat wajah datar, suram, dan masam milik pria itu.

Mihai berpikir keras. Ia menyelami memorinya dan ketika ia merasa hampir mendapatkan jawaban itu, seseorang menyadarkannya.

"Mihai, kau harus bersiap-siap untuk keluar."

Mendongak, Mihai mendapati Ecatarina-lah yang memanggilnya. Dahinya mengernyit dalam. "Keluar? Ke mana?"

"Ada undangan dari tetua kaummu dan petinggi kaum incubus." Ecatarina mulai menjelaskan sambil meletakkan setelan pakaian semi kasual. Oleh karena cuaca sudah tidak begitu dingin, ia memilih pakaian ini yang tidak begitu tebal tapi juga tidak begitu tipis dengan bahan yang lembut sehingga nyaman untuk dipakai. "Siang ini kau dan Tuan akan pergi menemui tetua kaummu. Sorenya, baru kalian akan menemui petinggi kaum incubus."

"Eh? Aku tidak bisa menolak?" Mihai sangat enggan untuk keluar.

Alasan pertama adalah karena ia capek. Ia belum tidur cukup dan rasa lelah masih menempel lekat padanya.

Kedua, ia tidak suka tetua kaumnya. Di kalangan tetua, ia hanya dekat dengan kepala kaum mereka tapi ia dengar, kakek tua itu sedang sakit. Jadi, kemungkinan, ia akan bertemu tetua-tetua menyebalkan lainnya saat ke sana yang selalu hanya menatap keluarganya dengan mata merendahkan.

Jawaban Ecatarima tentunya tidak.

"Eh? Aku tidak mau!" Mihai bersikeras untuk tetap rebahan dan tidak mau bangun.

Namun, Ecatarina tidak akan memanjakannya. Dengan satu jentikan, gumpalan air menggulung tubuh Mihai dan mengangkatnya.

"Wuah! Apa yang—"

"Mandilah dan bersiap-siaplah!" pinta Ecatarina dan dengan kasar melempar tubuh Mihai ke dalam kamar mandi.

"Da!" Liviu langsung terbang menuju kamar mandi, hendak menyusul papanya tapi langsung ditangkap oleh Ecatarina.

"Tuan Muda, Rina akan memandikan Tuan Muda hingga harum jadi ikut Rina, ya." Ecatarina tersenyum lembut dan melenggak-lenggok keluar dari kamar dengan Liviu di dalam lengannya.

"Daa!! Daaa!!" Liviu meronta berusaha lepas. Namun, kekuatannya tidak cukup dan pada akhirnya, ia hanya bisa melihat pintu kamar mandi di mana papanya berada dengan mata berkaca-kaca.

---

Extra:

Liviu: DAAA! DAAA!!! *Nangis mau kembali sama papa*

Ecatarina: cup cup, jangan nangis Tuan Muda. Ayo Tuan Muda berhitung hingga 50 dan Tuan Muda sudah pasti ada di dalam kamar bersama Mihai lagi.

Liviu: *berhenti nangis* Da?

Ecatarina: Tentu saja Rina mengatakan yang sebenarnya. Ayo, silakan dimulai!

Liviu: *Mata berbinar* Daa! *Mulai berhitung*

Ecatarina: 'Tuan muda hebat! Dia bahkan sudah bisa berhitung!' *Sambil mandiin sambil kagum*