Sekitar seribu tahun yang lalu, makhluk di Kota Rumbell memiliki posisi yang 180 derajat berbeda dari sekarang, di mana half-beast berada di atas segalanya dan incubus berada di posisi paling bawah. Incubus di masa itu hanyalah iblis penggoda yang hidup dengan mengandalkan energi kehidupan dari makhluk lain. Mereka tidak memiliki sihir seperti sekarang.
Di setiap rumah half-beast maupun manusia, selalu ada incubus sebagai pembantu atau budak mereka. Incubus diperlakukan sebagai pemuas rasa atau benda yang bisa dibuang kapan saja. Pada masa itu, banyak incubus yang mati di tengah pemerkosaan dari half-beast maupun manusia. Ada juga yang bunuh diri karena melahirkan anak half-beast.
Setelah sekian lama, akhirnya, muncul seseorang dari kaum incubus yang sangat kuat dan memberontak untuk kejayaan kaumnya. Ia membunuh sangat banyak half-beast hingga tak terhitung jari dan mendapatkan kekuatan untuk kaumnya, yaitu sihir.
"Orang itu adalah Tuan Luca dan beberapa saat setelah membangun kembali kota, Tuan mendapatkan keabadiannya." Ecatarina menutup ceritanya dengan menyeruput habis kopi di dalam gelas.
Mihai manggut-manggut sambil mencerna semuanya. Ia tahu Luca adalah orang yang dihormati di kaum incubus setelah melakukan penyelidikan selama ia hamil tapi tidak menyangka bahwa Luca memiliki peran yang begitu besar dan juga memiliki umur yang sangat tua!
"Abadi itu … berarti, dia tidak bisa mati, kan?" tanya Mihai memastikan.
Ecatarina mengangguk. "Kau juga sudah menjadi abadi karena Tuan."
Mihai mengernyit. Ia ingat Daniela dan Daniel pernah mengatakan itu tapi ia tidak paham mengapa. "Mengapa dia abadi, aku juga abadi?"
"Karena tanda itu?" Ioan menyela Ecatarina dan langsung mendapat anggukan.
Cezar dan Viorel juga paham tapi Mihai masih bingung.
"Tanda apa?"
"Tanda di pahamu. Lambang yang diberikan Tuan Luca Mocanu." Ioan mengingatkan.
"Oohh…." Mihai manggut-manggut ketika mengingatnya, tapi…. "Jadi maksudnya apa?"
Ecatarina meminta tambahan kopi dan menyeruputnya lagi sebelum menjawab, "Incubus tidak sembarangan memberikan lambang keluarganya kepada seseorang terutama yang berwarna merah. Lambang berwarna merah itu, namanya Tanda Janji, adalah lambang yang diberikan seorang incubus kepada orang yang paling berharga baginya karena dengan adanya lambang itu, nyawa kalian akan terhubung. Yang satu hidup, yang lainnya juga akan hidup. Sebaliknya, yang satu mati, yang lainnya juga akan mati."
Selama proses mencerna informasi, mata Mihai tiba-tiba berbinar. Ia mendapatkan sebuah kesimpulan yang luar biasa. "Jadi, si muka suaram menganggap aku berharga?" tanyanya dengan penuh semangat. Entah mengapa ia merasa bahagia hingga jantungnya berdebar kencang.
"Tidak begitu, aku rasa."
Jawaban Ecatarina meretakkan semangat Mihai.
"Eh? kenapa?! Bukannya kau tadi bilang begitu?"
Ecatarina tertawa fufufu sambil menatap Mihai seperti ingin mengatakan 'kau terlalu naif'. "Tuan Luca itu abadi. Dia tidak akan mati walaupun pasangannya mati. Jadi, memberi tanda seperti ini tidak akan berarti apa-apa baginya."
PRANG!
Semangat Mihai pecah berkeping-keping. Entah mengapa, ia jadi sedih sekarang.
'Mengapa aku harus bersedih?' Gerutunya dalam hati tapi emosinya tidak mau mendengarkannya. Rasa sedih semakin kental dan akhirnya berubah menjadi kesal dan marah.
"Hmphh! Ternyata dia memang brengsek! Menyebalkan!" Tanpa sadar, Mihai melampiaskan amarahnya dengan memukul meja dan seketika….
KRAK!
Meja terbelah dua dan hancur.
"!!!"
Mihai kaget. Saudara dan papanya lebih kaget lagi. Yang masih tenang hanya Ecatarina yang sudah pernah melihat meja tuannya hancur karena amarah Mihai. Ia lebih tertarik untuk mengetahui alasan dari amarah Mihai.
"Mi—Mihai!" Ioan hanya bisa menyerukan nama putranya tanpa bisa berkata apa-apa lagi. Ini adalah meja terbaik di rumahnya dan hancur dengan satu kali pukulan.
Untungnya Cezar dengan sigap mengambil gelas-gelas yang ada di atas meja sehingga tidak ada gelas yang rusak.
Namun, mereka tidaklah marah. Mereka lebih merasa … bingung….
"Mihai … kenapa kau marah?" tanya Cezar mengernyit dalam. Ia merasa wajar jika Luca tidak merasa Mihai berharga.
Mihai sendiri tahu itu tapi ia tanpa sadar menyimpan sebuah harapan, tanpa memahami alasannya memiliki harapan tersebut.
'Ada apa dengan dirinya?'
Mihai menggeleng kuat sebagai jawaban. "Aku tidak tahu. Aku tiba-tiba saja marah." Dan sekarang, amarahnya sudah padam digantikan oleh rasa bersalah dan meratapi meja rusak itu.
Ioan menatap putranya dengan penuh selidik. Hanya sekilas, benar-benar hanya sekilas, tapi ketika putranya merusak meja, ia melihat sesuatu yang berkilat di mata Mihai. Tiba-tiba, suara seseorang memasuki benaknya, suara yang berasal dari kenangan 18 tahun lalu.
Jangan-jangan….
"Tadi … kau bilang Mihai menjadi abadi?" tanyanya kepada Ecatarina.
"Benar."
"Apa Mihai pernah mati?"
Ecatarina menatap pria itu sejenak, heran mengapa Ioan menanyakan itu tapi ia mengangguk sebagai jawaban. "Sekali."
Suara dari kenangannya itu semakin kuat terngiang. Ioan memucat. 'Ini gawat! Jangan-jangan segelnya mulai terbuka?'
"Mihai. Dengar ka—"
"Tuan Luca sebentar lagi akan datang menjemput. Sepertinya kita tidak akan bisa tinggal lebih lama," sela Ecatarina yang baru saja mendapat telepati dari sang tuan.
Mendengar nama itu, Mihai langsung cemberut. Kekesalan kembali menyerang.
"Da … da…." Liviu yang menyadari itu, menepuk-nepuk kepala Mihai untuk menenangkan. Ia sedih melihat papanya kesal dan ingin melihat wajah bahagianya lagi.
Ioan membeku di tempat untuk beberapa saat.
"Papa!" Panggilan Cezar yang akhirnya menyadarkannya.
"A—ah! Tu—Tuan Luca akan datang?" tanya Ioan buru-buru. Wajahnya semakin pucat.
Ecatarina mengangguk.
Ioan langsung berdiri. Akibat terlalu terburu-buru, kakinya terantuk bagian dari meja yang rusak, membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh terduduk kembali. "Aduh!"
"Papa tidak apa-apa?"
"Ada apa tiba-tiba berdiri?"
Ketiga putranya langsung membantu Ioan yang mengabaikan rasa sakitnya dan hendak berdiri lagi. Hatinya risau dan ia ingin segera bersembunyi sebelum Luca datang. Namun….
"Permisi. Maaf, kami masuk begitu saja karena pintu tidak terkunci dan tidak ada jawaban saat kami mengetuk."
Ioan membeku di tempat.
Tepat di depan ruang makan, berdiri Vasile dan Luca. Ecatarina segera berdiri dan membungkuk kecil lalu berjalan mendekati keduanya.
Mihai yang melihat Luca mulai merasa enggan untuk pergi. "Bi—biarkan aku di sini lebih lama lagi," mohonnya.
"Tidak," jawab Luca singkat. Matanya melirik pria yang mematung di samping Mihai itu dan kilatan aneh muncul pada matanya.
Ioan menelan ludahnya dengan susah payah. Menyadari tatapan itu, keringat dingin mengucur di seluruh tubuhnya. 'Apa dia menyadariku?!' Jantungnya berdebar kencang akibat rasa gugup yang luar biasa.
Cezar dan Viorel juga ikut menegang. Mereka tahu apa alasannya.
Di sisi lain, amarah Mihai kembali tersulut. "Aku mau di sini sebentar lagi!"
"Tidak."
"Aku mau!"
"Kubilang tidak, ya tidak." Luca mulai mengernyit.
Baru saja Mihai ingin membantah lagi ketika Cezar menyela. "Mi—Mihai lebih baik kau pulang bersamanya. Di sana lebih aman." Ia mengkhawatirkan papanya dan lagi pula, seluruh area half-beast sudah tahu status Mihai dan kemungkinan bahaya bagi adik kecilnya itu sangat besar.
"Eh? A—"
Ucapan Mihai terhenti ketika matanya bertemu pandangan dengan mata Cezar yang tegas dan tajam. Pada akhirnya ia berpamitan dan pergi bersama Luca, masih dengan cemberut.
Luca tidak berkomentar apa-apa dan pergi begitu saja.
Ioan melirik pria itu dengan was-was. 'Dia sadar atau tidak?' Pikirnya hampir gila! Ia hanya bisa berharap Luca tidak menyadari identitasnya.
*****
"Huh!" Mihai menaiki kereta kuda dengan hentakan keras sehingga kereta itu bergoyang sedikit.
Kernyitan di dahi Luca semakin dalam. 'Ada apa dengan dia? Apa lagi yang dia kesalkan?'
Di sisi lain, Vasile yang mau naik ke kursi kusir bertanya kepada Ecatarina.
"Ada apa dengan Mihai?"
Ecatarina hanya tertawa fufufu, tidak memberikan pencerahan apa pun untuk Vasile.
"Apa yang diinginkan para tetua itu?" tanya Ecatarina, mengalihkan topik.
Vasile hanya bisa pasrah dan menjawab. Jika wanita ini tidak ingin menjawab, tidak akan ada yang bisa membuatnya menjawab. "Mereka meminta bantuan Tuan untuk mengembangkan area kaum half-beast." Memikirkan itu, Vasile masih sedikit kesal.
Tetua-tetua itu benar-benar tidak tahu malu! Hanya karena Mihai memiliki hubungan dengan tuannya dan mereka sudah bergerak seolah-olah seluruh kaum half-beast memiliki hak mendapatkan perlakuan yang lebih baik.
"Dan, Tuan?"
Vasile mengangguk.
Alis Ecatarina terangkat dengan kagum dan heran. "Aku tidak menyangka hal ini."
Vasile sendiri tidak menyangkanya. "Ketika tetua itu mengatakan akan membunuh Mihai dan Tuan Muda Liviu, Tuan menerimanya begitu saja."
Senyum semakin mengembang di wajah Ecatarina. "Apakah pemikiranku benar? Tuan memiliki sesuatu terhadap Mihai?"
"Entahlah, tapi aku juga mulai berpikir seperti itu," jawab Vasile sedikit ragu.
'Apa yang bagus dari Mihai?' Tambahnya dalam hati.
Mihai itu kasar, temperamental, tidak pikir panjang, dan kurang ajar. Jika Luca mulai menyukai Mihai, ia benar-benar menyayangkan otak keponakannya itu.
PRAK!
"Wuahhh!"
Kereta kuda tiba-tiba roboh dan Mihai yang sudah berada di dalam jatuh terduduk di atas puing-puing.
"..." Luca sudah punya perasaan akan hal ini melihat kereta kuda yang terus bergoyang-goyang ketika Mihai masuk. Untunglah ia memutuskan untuk tidak memasuki kereta terlebih dahulu.
*****
Tudor keluar dari gerbang rumah pemerintahan dan menemukan kereta kuda melaju menuju arah kota. Ia langsung meludah ke arah benda tersebut.
Di saat yang sama, beberapa warga menghampirinya.
"Tetua! Apa tidak apa-apa membiarkan mereka pergi?" tanya salah satu dari mereka.
"Tidak masalah. Percayalah, rencana ini akan memberi kita manfaat yang lebih besar."
Para warga melihat satu sama lain. Mereka tidak tahu apa yang direncanakan tetua mereka tapi mereka percaya Tudor akan melakukan sesuatu jadi mereka menjadi lebih tenang.
Tudor lalu berbalik masuk ke dalam rumah. Sebelum ia masuk, ia berbisik kepada salah satu tetua. "Kumpulkan anggota GOHABI ke gua utara!"
Tetua itu segera mengangguk dan pergi untuk melaksanakan perintahnya.