Bunyi ketukan sepatu kuda serta gesekan roda menggema di dalam kereta yang sunyi senyap. Dua orang dewasa yang duduk berhadap-hadapan itu enggan berbicara satu sama lain. Bahkan, bertatapan saja tidak.
Luca duduk dengan kaki menyilang dan tangan terlipat di depan dada. Tatapan matanya terus menempel ke arah luar jendela, menatap apa pun yang ada di sana. Yang penting ia tidak melihat Mihai yang berada di hadapannya.
Otaknya bekerja keras untuk memahami keengganannya ini yang kemungkinan diakibatkan kejengkelan dan kemarahannya terhadap "istri"-nya ini. Sudah lama ia tidak merasakan hal seperti ini. Bahkan, ia agak bingung mengapa ia merasakan rasa jengkel dan marah yang beberapa abad ini tidak pernah ia rasakan.
'Tidak mungkin perasaanku kembali, bukan?' Ia yakin 'orang itu' tidak akan melakukan kesalahan yang akan merugikannya.
Ia berusaha mencari jawaban tapi perasaan ini sangat mengganggunya. Jika ia bisa, ia ingin menendang Mihai keluar dari kereta ini agar ia bisa kembali tenang.
Di sisi lain, Mihai menundukkan kepalanya dengan kedua tangan menjambak rambutnya dengan kuat. Amarahnya sudah reda, hilang bagaikan diculik hantu dan sekarang, rasa malu begitu kuat menghantuinya.
'Mengapa aku melakukan itu semua?!'
Pertama, ia marah tanpa alasan kepada Luca – baiklah … ada alasan tapi ketika ia berpikir sekarang, ia jadi bertanya-tanya untuk apa ia marah sementara ketidakberhargaannya di mata Luca adalah sesuatu yang wajar. Kedua, ia merusak meja rumahnya bahkan kereta kuda ini! Untung saja Luca punya sihir dan segera memperbaikinya.
Memikirkannya saja membuatnya ingin mengubur diri sekarang juga!
'Mihai, kau belakangan ini kenapa sih?!'
Ia merasa semakin tidak paham dengan dirinya sendiri.
Jika masalah mengontrol emosi, Mihai memang kesulitan dalam bidang ini. Namun, selama ini, selalu ada alasan yang jelas dan pada waktu-waktu tertentu, ia masih bisa menahan dirinya walaupun butuh energi yang sangat banyak. Jika ia kehilangan kendali pun, ia tidak akan merusak barang dengan mudah.
Akan tetapi, belakangan ini, hal-hal kecil yang sangat sepele pun bisa membuatnya kehilangan kendali. Ketika ia kehilangan kendali, ia tidak lagi bisa berpikir apa-apa dan ketika ia sadar, ia sudah merusak sesuatu atau melakukan hal yang seharusnya tidak perlu.
Mihai menjambak rambutnya semakin kuat. Jika tidak ada Luca di sini, ia sudah menggeram dan melipat tubuhnya membentuk bola untuk melampiaskan rasa malunya.
Tiba-tiba, sesuatu yang hangat dan lembut menyentuh punggung tangannya. Mihai menoleh dan langsung melihat wajah cemas Liviu.
"Da…." Liviu kembali menepuk punggung tangan Mihai beberapa kali lalu berusaha menariknya dengan kedua tangan.
"Ada apa Livi?" Mihai tidak paham apa yang ingin disampaikan putranya.
Mendengar suara Mihai, Luca tanpa sadar memutar bola matanya ke arah papa dan anak itu.
Liviu terus ber-'da' dan terus berusaha menarik tangan Mihai. Akhirnya, Mihai secara sukarela menurunkan tanganya dari rambut.
Melihat itu, Liviu tersenyum puas. "Da!" serunya ceria lalu mulai menepuk-nepuk rambut Mihai yang agak kacau karena dijambak, sepertinya ingin merapikannya.
Sepertinya bayi kecil itu tidak ingin Mihai menyakiti dirinya sendiri dengan menjambak rambut. Melihat kepedulian Liviu membuat Mihai tersentuh.
"Livi!" Mihai mengambil putranya dan memeluknya erat.
"Daaa!" Liviu langsung berseru riang dan membalas pelukan papanya dengan merentangkan kedua tangan pendeknya.
Mereka tidak menyadari Luca yang masih menatapi mereka. Dan Luca sendiri tidak menyadari kekesalannya yang berangsur-angsur tenang kembali layaknya sebuah danau.
Tidak lama kemudian, kereta kuda itu pelan-pelan berhenti.
"Kita sudah sampai, Tuan!" seru Vasile dari bagian kusir.
Luca membuka pintu kereta lalu keluar. Mihai mengikutinya dari belakang. Angin lembut menerpa wajahnya, membawa aroma rerumputan segar. Di hadapannya, sebuah bangunan besar dan megah bercat putih terpampang. Bangunan itu memiliki atap dan kanopi bulat dan setiap kanopinya akan terukir sebuah lambang tertentu. Lebar bangunannya begitu besar hingga Mihai tidak bisa melihat ujungnya. Tepat di bagian tengahnya, terdapat kanopi besar yang tertulis "Kebebasan dan Kejayaan" di atasnya. Di bawah kanopi itu, terdapat sekitar 20 anak tangga dan diujung tangga itu, terdapat pintu tinggi, besar, dan megah berwarna hitam berukir merah. Tulisan kuno yang tidak bisa dibaca Mihai terukir di tengah-tengah pintu.
"Ini di mana?" Mihai tidak mengenali tempat ini. Yang pastinya, dilihat dari kemewahannya, tentunya ini adalah properti kaum incubus.
"In—"
Suara Ecatarina tiba-tiba tidak terdengar lagi ketika Mihai merasakan sesuatu yang kuat mengetuk tengkuknya. Tubuhnya langsung lemas dan pandangannya menjadi gelap seluruhnya.
*****
Luca menatap nanar tubuh Mihai yang sudah lemas di atas lantai lalu melirik seorang pria yang berdiri di ujung kaki Mihai. Pria itu mengenakan seragam hitam legam dari atas sampai bawah. Pada punggungnya dan kerah jaketnya, terjahit lambang sepasang tanduk. Pakaian ini adalah seragam dari petugas keamanan gedung pemerintahan kaum incubus.
Liviu dengan penuh kecemasan, terbang di sekitar Mihai, terus ber-'da' memanggil papanya. Namun, karena papanya tidak kunjung memberi respon, ia lalu terbang menuju pria yang menjatuhkan Mihai itu. Ia bermaksud meluncurkan sebuah pukulan pada wajah pria itu tapi dengan satu gerakan, Liviu sudah berada di dalam genggamannya dan dengan satu hentakan, bayi kecil itu terlempar ke dalam pelukan Luca.
"Selamat datang, Tuan Luca," ujar pria itu seraya membungkuk hormat kepadanya. Bawahan-bawahan di belakangnya ikut membungkuk.
"Apa yang kalian rencanakan?" tanya Luca dingin.
Pria itu tetap membungkuk dalam. "Kami mohon maaf, Tuan. Kami diperintahkan untuk mengamankan makhluk berbahaya ini. Satu lagi…." Berhenti sejenak, pria itu menggerakkan tangannya sebagai perintah kepada bawahannya.
Para bawahan itu berjalan dengan ritme yang seragam dan mulai mengerumuni Luca.
"Jauhi Tuan!" pinta Vasile. Suaranya dingin dan tajam. Ia sudah mau menyerang dengan sihir ketika sesuatu terlempar ke arahnya. Benda itu menyentuh pergelangan tangan kanan Vasile dan borgol hitam segera terkunci pada pergelangan itu. seperti ada daya magnet yang kuat, borgol itu menarik tangan kanannya mendekati tangan kiri dan pergelangan kirinya pun ikut terbelenggu.
Hal yang sama terjadi pada Ecatarina.
"Sekali lagi kami mohon maaf, Tuan. Anda sudah melanggar prinsip kaum kita. Jadi, silakan gunakan borgol penyegel sihir ini dan ikuti kami masuk ke dalam." Pria itu kembali membungkuk dalam.
Salah satu bawahannya yang mendekati Luca mengeluarkan sebuah borgol. Tidak seperti pada Vasile dan Ecatarina, bawahan itu menyodorkan borgolnya dan ikut membungkuk hormat. "Silakan," gumamnya.
Tanpa perlawanan, Luca membiarkan tangannya di borgol.
"Tuan!" Vasile ingin memprotes tapi kembali menutup mulutnya ketika bertemu pandang dengan Luca.
Secara fakta, Luca memang melawan prinsip kaum mereka. Dan dari karakter Luca yang lurus dan penuh tanggung jawab, keponakannya itu tidak akan lari dari hukuman.
Vasile mendecakkan lidahnya dengan kesal. Kepala-kepala keluarga itu pasti memanfaatkan karakter Luca yang seperti ini dan menggunakan kesempatan ini untuk memperlakukan Luca dengan semema-mena. Mereka sudah yakin bisa menarik Luca turun dari posisinya sebagai yang tertinggi di Rumbell hari ini juga.
Ecatarina juga tidak bisa tersenyum lagi seperti biasanya. Mata merahnya menatap tajam. Jika pandangan mata bisa membunuh, tempat ini sudah menjadi kolam darah.
Para petugas itu juga memborgol Liviu yang terus meronta.
Melihat semuanya selesai, pria yang menjadi pemimpin mereka itu mengangkat tubuh lemas Mihai dan memberikan perintah, "Bawa mereka!"
"Baik!"
Para bawahan dengan sigap memberi jalan kepada Luca. Salah satu dari mereka yang berdiri paling dekat dengan Luca membungkuk dan mengarahkan tangannya pada pintu masuk. "Silakan, Tuan." Di saat yang sama, pintu besar itu terbuka lebar.
Luca melangkah tanpa perlawanan. Vasile dan Ecatarina juga dengan berat hati mengikuti keinginan Tuannya.
Namun, Luca tiba-tiba berhenti sebelum menaiki anak tangga. Ia melirik pemimpin petugas yang mulai berjalan menjauh sambil membawa Mihai.
"Kau mau bawa ke mana dia?" tanyanya dingin.
Pemimpin itu berhenti lalu berbalik menghadap Luca dan membungkuk lagi. "Saya akan membawanya ke tempat yang sudah diperintahkan." Tanpa memberi informasi yang lebih jelas, pria itu berjalan pergi.
Bawahannya pun kembali mempersilakan Luca untuk berjalan.
Luca tetap diam sambil melihat sosok Mihai yang tidak sadarkan diri untuk beberapa saat lalu melirik Liviu yang ada di dalam dekapannya.
"Daa…." Liviu bergumam lesu. Matanya sedikit berkaca-kaca melihat kepergian papanya.
"Silakan," ujar petugas itu lagi, sedikit mendesak.
Pada akhirnya, Luca kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam bangunan. Sekilas, ia mengelus kepala Liviu dengan lembut sebelum memulai langkahnya….