Chereads / This is Your Baby, Mr. Incubus! [BL] / Chapter 35 - Daigo Tudor

Chapter 35 - Daigo Tudor

Sebuah kereta kuda keluar dari kediaman Luca, menyusuri jalanan hutan lalu melewati bagian tengah kota yang ramai dan dipenuhi bangunan tinggi dengan kecepatan tinggi. Pemandangan sekitar berangsur-angsur berubah menjadi rumah-rumah satu lantai yang sederhana dan dibangun menempel satu dengan lainnya.

"Oh!"

"Da!"

Mihai, yang berada di dalam kereta, membuka tirai jendela dengan mata berbinar. Di kejauhan, ia melihat jalanan kecil dan berbatu yang dipenuhi half-beast yang sedang berlalu lalang. Di kedua sisi jalan terdapat rumah-rumah kecil yang berdempetan dan warung-warung kecil yang menjual sisa hasil panen para half-beast dengan harga murah. Terdapat gang-gang kecil yang biasanya dipenuhi sampah sisa rumah tangga.

Rasa rindu langsung menyergapinya. Di sampingnya, Liviu yang melihat itu juga ikut bahagia. Walaupun waktu kelahirannya belum mencapai satu bulan, dibandingkan kediaman Luca, Liviu sudah menganggap area kumuh ini sebagai rumahnya.

Di seberang mereka, duduk Luca yang hanya memejamkan mata dengan acuh tak acuh. Sejujurnya, ia sangat ingin membatalkan kedatangannya ke tempat ini. Memikirkan ia harus memasuki area tempat tinggal para half-beast dan mencium bau khas makhluk-makhluk berbulu itu membuatnya muak dan pusing. Ia tidak sudi menginjakkan kakinya di tempat ini.

Berbeda dengan suasana di dalam kereta, suasana di luar tiba-tiba menjadi ribut.

Para half-beast yang melihat kereta mewah melaju ke area mereka segera berlari terbirit-birit masuk ke dalam rumah. Semuanya menutup pintu dan jendela rapat-rapat. Bahkan mereka yang membuka warungnya segera menutup pintu tanpa sempat membereskan dagangannya lagi.

"Hm? Mengapa mereka terlihat ketakutan seperti itu?"

"Da?"

Mendengar kebingungan Mihai, Luca membuka satu matanya tapi kemudian menutupnya lagi seperti ia sudah tahu jawaban dari pertanyaan Mihai.

Ketika kereta kuda memasuki area itu, berpasang-pasang mata yang melihat dari balik jendela rumah mengikuti seluruh pergerakan kereta. Tatapan tajam itu terasa menyeramkan dan seperti ingin menguliti mereka yang berada di dalam kereta membuat Liviu memucat dan Mihai merinding hingga ke ekornya. Refleks, Mihai menutup gorden jendela.

'Me—mengapa aku takut pada kaumku sendiri?'

Padahal, sejak kecil ia sering berkeliaran di sekitar sini dan semuanya begitu ramah kepadanya. Walaupun ia nakal dan sering merusak barang, semuanya akan tertawa dan memaafkannya.

'Apa yang terjadi dengan mereka?'

Sibuk dengan pikirannya, tanpa ia sadari, kereta sudah berhenti.

Ecatarina turun dari tempat duduk kusir lalu membuka pintu kereta kuda. Tanpa basa-basi, Luca keluar dari kereta. Mihai juga buru-buru mengikuti dengan Liviu yang masih agak syok di dalam pelukannya.

Menginjakkan kakinya pada jalanan yang penuh debu dan kerikil-kerikil kecil, sebuah rumah terbaik di area half-beast memasuki pandangan Mihai.

Dikatakan rumah terbaik pun, itu tetap berbahan kayu dan berlantai satu. Hanya saja, kayu yang digunakan lebih kokoh dan tebal, serta ukuran rumahnya jauh lebih luas dan memiliki pagar yang tinggi yang mengelilinginya. Ini adalah rumah resmi untuk kegiatan pemerintahan para tetua kaum half-beast.

Mihai menyipitkan matanya dan mengernyitkan dahinya dengan tidak suka. Ia tidak pernah memiliki kenangan yang indah dengan bangunan ini.

Apalagi, Pak Tua Claudiu, Kepala Kaum half-beast sekaligus pemilik rumah ini, dan juga satu-satunya tetua yang akrab dengan Mihai dikatakan sedang sakit. Jika si Pak Tua tidak bisa hadir, maka....

"Kami sudah menunggu kedatangan Anda, Tuan Luca Mocanu dan...." Seorang pria tua spesies singa yang berambut hitam lebat berjalan keluar dari gerbang bangunan itu dengan mengenakan pakaian berlapis panjang yang juga berwarna hitam legam. Di sampingnya, beberapa tetua lain ikut berjalan keluar.

Pria tua itu membungkuk kecil tapi kepalanya tetap lurus pada Luca, memperlihatkan bahwa ia merasa lebih tinggi dan tidak pantas untuk menghormati Luca.

Luca hanya menatap datar. Ia paham maksud pria itu tapi ia hanya masa bodo.

Pria tua itu melirik kecil pada Mihai yang dibalas dengan tatapan tajam penuh kebencian. Melihat ketidaksukaan Mihai, pria itu tersenyum mencemooh membuat Mihai semakin marah.

"...Asaka Mihai," panggilnya dengan nada yang sangat-sangat merendahkan.

Urat-urat biru muncul dengan jelas pada dahi Mihai.

'Daigo Tudor!' Mihai sudah tahu pria menyebalkan ini yang akan menggantikan Pak Tua.

Daigo Tudor adalah tangan kanan Pak Tua. Jadi, jika Pak Tua tidak ada maka Daigo Tudor-lah yang akan menggantikan posisinya untuk sementara. Ini sudah seperti aturan tak tertulis yang mutlak di antara para tetua.

Mihai sangat membenci Daigo Tudor karena perlakuannya terhadap Keluarga Asaka yang sangat-sangat tidak menyenangkan. Hal itu menyebabkan Mihai yang masih kecil sering menyelinap ke dalam bangunan ini untuk mengganggu Daigo Tudor. Namun, hasil akhirnya adalah Mihai yang tertangkap oleh pria itu dan dipukul pantatnya berpuluh-puluh hingga beratus-ratus kali. Hal itu membuat kebenciannya terhadap Daigo Tudor semakin besar.

"Huh! Aku pergi!" Tidak mau melihat wajah pria singa itu lebih dari ini, ia langsung berbalik pergi.

"Mihai! Kau mau ke mana?" Vasile bingung antara mau mengejarnya atau tetap berdiri di samping sang tuan.

Sementara itu, Luca mengernyit samar dan menembakkan tatapan tajam pada punggung Mihai. Namun, amarah yang memenuhi Mihai membuat pria harimau itu tidak menyadari tatapan Luca dan terus berjalan menjauh.

Daigo Tudor hanya melihat tanpa melepaskan senyuman merendahkan itu.

Luca mengamati ekspresi Tudor dan tidak merasa Tudor membutuhkan kehadiran Mihai jadi Luca mengambil kesimpulan, target mereka hanya ada pada dirinya.

Menghela napas kecil, ia melirik Ecatarina. "Temani dia dan beritahu aku ke mana dia pergi."

"Baik," gumam Ecatarina yang segera melangkah ringan menyusul Mihai.

Melihat sudah tidak ada lagi yang ingin Luca katakan, Daigo Tudor segera memberikan jalan kepada Luca. "Silakan. Mari kita bicarakan di dalam."

*****

"Mihai! Kau mau ke mana?" Ecatarina berjalan di belakang Mihai dengan malas.

"Jangan ikuti aku!" seru Mihai kesal. Amarahnya masih tidak terkontrol. Diperparah lagi dengan perilaku para warga ketika melihatnya.

Semua orang yang melihat kedatangannya segera memucat dan lari terbirit-birit masuk ke dalam rumah dan menutup pintu dan jendela rapat-rapat. Mihai bahkan tidak punya kesempatan untuk menyapa kenalannya dan bernostalgia dengan suasana area kaum half-beast yang tentunya berbeda dengan pusat kota maupun kediaman Luca.

Pada akhirnya, Mihai mulai menyadari alasan dia ditakuti adalah karena keberadaan Ecatarina di belakangnya. Masih banyak kaum half-beast sangat takut terhadap incubus terutama yang berusia di atas 100 tahun karena di masa itu, perbudakan terhadap half-beast masih umum terjadi dan pengalaman mengerikan masih belum hilang dari benak mereka.

Ia juga akhirnya menyadari mengapa ketika para warga melihat kereta kuda saja sudah membuat mereka ketakutan. Itu juga karena kereta kuda bukanlah hal yang lumrah di area ini. Tidak ada yang punya uang untuk membeli kereta kuda karena harganya yang mahal. Siapa yang akan membawa kereta kuda ke area mereka jika itu bukanlah manusia atau incubus. Yang membuat mereka sangat yakin bahwa pemiliknya merupakan incubus adalah keberadaan Ecatarina dan Vasile di tempat duduk kusir.

Sesuai dengan yang dipikirkan Mihai, memang sebagian alasannya adalah itu.

Namun, ia tidak menyadari hal lain yang disadari oleh Ecatarina.

Ecatarina diam-diam melirik orang-orang yang sedang mengamati dari dalam jendela. Tatapan tajam yang penuh dengan keinginan membunuh itu terpancar kuat. Ecatarina tersenyum kecil.

'Kalau aku tidak mengikutimu, kau sudah akan mati lagi seperti beberapa hari yang lalu ... dan kali ini mungkin lebih dari sekali...,' batinnya seraya tertawa kecil.

Walaupun Mihai tidak akan mati karena nyawanya terhubung dengan nyawa Luca yang abadi, rasa sakit tetap terasakan. Dilihat dari gairah membunuh yang dipancarkan oleh para half-beast itu, Mihai mungkin akan dibunuh lagi jika bangkit kembali hingga Mihai mungkin menginginkan kematian yang kekal daripada tersiksa seperti itu.

"Apa yang kau tertawakan?! Jangan ikuti aku!" Mihai masih sangat kesal. Sama sekali tidak menyadari bahwa target para penduduk itu adalah dia.

Liviu hanya diam saja. Ia sangat ketakutan terhadap tatapan tajam di sekitarnya hingga hanya bisa mematung dan membenamkan dirinya di dalam pelukan Mihai. Sesekali ia berusaha menoleh pada Ecatarina, terlihat sekali ia tidak ingin Ecatarina pergi seperti yang diminta Mihai.

Ecatarina masih tertawa kecil. 'Tuan Muda bahkan menyadari keanehan ini sementara Mihai, sebagai orang dewasa, begitu bodohnya memanggilku pergi....'

Tentunya ia tidak akan pergi karena tuannya juga menyadari hal ini dan menyuruhnya mengawasi Mihai.

'Fufufu ... apa Tuan tidak sadar bahwa dengan melakukan ini, berarti dia sedang melindungi Mihai? Padahal dia bisa saja membiarkan Mihai dibunuh beberapa kali. Siapa tahu tanda di tubuh Mihai secara ajaib hancur dan mereka tidak lagi terhubung....'

Tidak ada yang tahu apakah itu bisa terjadi. Lagi pula, belum ada catatan tentang incubus abadi yang mengikat tanda janji. Tapi, bukankah hal ini patut untuk dicoba? Siapa tahu mereka bisa membuat penemuan baru.

Namun, tuannya memutuskan untuk melindungi half-beast ini.

Semuanya menjadi semakin menarik. Ecatarina tidak sabar menunggu kelanjutannya.

Rumah-rumah kumuh di sekitar menjadi semakin jarang dan lantai yang teraspal walaupun tidak rata mulai berubah menjadi tanah yang berbatu. Semakin lama, pohon-pohon semakin lebat dan akhirnya Mihai berhenti di sebuah rumah yang lebih mirip gubuk – sangat kecil dan rapuh. Rasanya, rumah itu bisa roboh kapan saja.

Ecatarina juga ikut berhenti. "Ini di mana?"

Mihai mendengus kesal dan mengabaikan Ecatarina. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kunci. Kunci itu ia masukkan ke dalam lubang kunci dan dengan satu kali putaran, pintu rumah reyot itu terbuka.

"Kak Cezar, Kak Vio, Papa, aku pulang!" serunya yang sedikit demi sedikit mendapatkan kembali keceriaannya.