"Hoaahhhmmmm~~"
"Mihai, tidak bisa tidur? Butuh kopi?" Albert yang sedang membawa hidangan sarapan ke meja makan sangat prihatin melihat keadaan Mihai.
"Ah ... mau. Terima kasih."
Albert mengangguk kecil dan segera kembali ke dalam dapur.
"Hoaahhmmm~~" Mihai kembali menguap lebar. Air mata menggantung di sudut matanya.
Kantung hitam gelap menggantung di bawah kedua matanya. Rasa lesu memenuhi seluruh tubuhnya seperti orang yang belum tidur satu minggu. Kepalanya berdenyut sakit setiap kali ia menggerakkannya..
Pada akhirnya, kemarin malam, ia baru bisa tidur ketika waktu sudah menunjukkan pukul 4 subuh. Itu pun bukanlah tidur yang nyenyak karena satu jam kemudian, ia kembali terbangun oleh suara tawa si kembar dan akhirnya tidak bisa lagi tidur.
"Hah...."
'Si muka suram sialan itu! Aku akan memukulnya 5000 kali!' Mihai memelekkan matanya, berusaha memfokuskannya pada pintu masuk ruang makan agar tidak melewatkan saat-saat Luca masuk.
'Hehehehe! Lihat saja. Kau akan babak belur hari ini juga!' Tangannya terkepal erat dan mengeluarkan bunyi krek krek yang keras.
Satu jam kemudian....
"..."
Suara tawa samar-samar terdengar. Semakin lama semakin jelas dan dua sosok kembar berlari masuk sambil mengejar kucing yang sedang kabur dari mereka.
"Hm? Mihai!" panggil Daniela yang duluan menyadari keberadaan Mihai di dalam ruang makan.
"Yo!" seru Daniel.
"..."
Tidak mendapat jawaban, kedua anak itu saling berpandangan dengan bigung. Berlari kecil mendekati Mihai, mereka melambaikan tangan di depan mata Mihai.
"Gawat Ela!"
"Iya! Ini gawat El!"
"Mihai mati dengan mata terbuka!" Kontras dengan isi kalimat yang menyeramkan, kedua anak ini tertawa seperti sedang menonton acara komedi.
Yang terkejut dan memucat adalah Liviu yang bertengger pada punggung Mihai. Ia langsung memukul wajah papanya dengan kecepatan tinggi. "Da! Da! Da!" Air mata sudah hampir jatuh dari kelopak matanya.
"Auw! Sakit! Sakit! Livi, berhenti!"
"Kyaa!! Dia hidup kembali!" seru kedua anak kembar itu yang benar-benar menikmati semuanya seperti sedang melihat pertunjukan komedi..
"Hah? Aku tidak mati!"
Melihat papanya masih hidup, Liviu langsung memeluk erat leher Mihai hingga membuat Mihai tercekik.
"Li—Livi, sesak!"
Mihai harus menguak genggaman tangan Liviu yang tidak ia duga akan sangat kuat itu dengan susah payah dan memeluk buah hatinya sambil menepuk punggungnya lembut untuk menenangkan.
"Mihai, kau tidak makan?" tanya Daniela yang menemukan hidangan sarapan di atas meja yang sudah mendingin.
"Ya, kau tidak makan?" ulang Daniel dan dengan ritme yang sama, kedua anak itu memiringkan kepala mereka dengan sudut kemiringan yang sama pula.
"Makan?" Mihai mengernyit dalam. Ia menolehkan kepalanya dan baru menyadari hidangan makanan yang sudah lengkap di atas meja.
Tik tok tik tok.... Otak Mihai mulai memproses apa yang sedang terjadi.
"?! Makan?! Sudah jam berapa sekarang?"
Daniela dan Daniel saling melihat satu sama lain sebelum menjawab, "Sudah jam 7."
"Jam ... 7...?!"
Sudah satu jam lewat sejak ia menunggu Luca datang ke ruang makan, dan pria itu masih tidak muncul. 'Bukannya jam sarapan di kediaman ini adalah 6.30 pagi?!'
'Atau aku yang tidak menyadari kedatangannya?'
"Albert!" Mihai langsung memanggil raja ruang makan, yaitu si kepala koki.
Albert buru-buru keluar dari dapur. "Ada apa, Mi ... hm? Kau belum makan?"
"Di mana si muka suram?" tanya Mihai tanpa basa-basi.
Albert mengerjap-ngerjap bebarapa kali. Tanda tanya tertulis jelas di wajahnya.
Kedua kembar tertawa menyadari kebingungan si koki. Keduanya dengan riang berseru, "Maksudnya adalah Tuan Luca!"
"Oh! Tuan Luca." Albert tertawa terbahak-bahak untuk sementara waktu, tidak menyangka akan ada seseorang yang berani memberi panggilan seperti itu kepada sang tuan. "Kalau Tuan, ia tidak pernah makan di ruang ini. Aku sudah mengirimkannya sarapan pagi ini ke ruang kerjanya."
"HAHH?!" Mihai tiba-tiba berdiri dan memukul meja dengan keras membuat semua yang ada di situ terkejut.
"Ada apa, Mihai?"
"SIALAN!"
Tidak menghiraukan pertanyaan Albert, Mihai memasukkan sarapan paginya ke dalam perut lalu berlari keluar dari ruang makan. Semuanya terjadi begitu cepat sampai si kembar dan Albert tidak bisa memahami apa yang terjadi.
Ketiganya sallng bertatapan.
"Anak muda benar-benar penuh semangat ya!" Albert kembali tertawa keras.
Kedua kembar juga ikut tertawa seraya mengikuti Albert menuju area dapur.
*****
"Surat yang datang hari ini...."
Luca meletakkan alat makannya dan mengelap mulutnya dari sisa-sisa makanan. Telinganya terfokus pada suara Vasile yang sedang membacakan beberapa dokumen penting yang sampai di kediaman melalui pos.
"Hm?" Vasile mengernyit dalam melihat dua buah amplop di tangannya.
"Ada apa?"
Melirik pada kedua amplop di tangan Vasile, Luca juga berkenyit samar. Satu amplop berwarna putih dengan bunga hitam di bagian belakang amplop dan stempel lilin berbentuk sepasang tanduk pada penutup amplop. Satu amplop lagi berwarna coklat muda berbahan kasar dengan stempel lilin berbentuk seperti cakar pada penutup amplop. Dua gaya amplop itu sangatlah familiar bagi Luca.
Yang putih adalah surat resmi yang hanya dikeluarkan dengan kesepakatan kelima kepala keluarga kaum incubus sementara amplop coklat adalah surat resmi dari pemimpin kaum half-beast.
Surat resmi ini biasanya dikeluarkan sebagai undangan baginya untuk menghadiri pertemuan resmi yang membahas masalah dengan kepentingan level tertinggi. Jika itu hanya dari kaum incubus, Luca tidak begitu curiga, tapi jika kaum half-beast pun mengundangnya, ia curiga dugaannya mengenai isi surat itu tepat.
Vasile sendiri punya firasat yang tidak terlalu baik mengenai ini. Ia merasa tuannya akan kembali direpotkan oleh masalah yang tidak ia perbuat.
Membuka kedua surat itu, Vasile membacakan masing-masing isinya dan memang benar dugaan Luca.
Kedua kaum mengundangnya ke pertemuan resmi di area masing-masing bersama dengan Mihai untuk membahas mengenai pernikahannya dengan half-beast itu.
Setelah kenyataan ini bocor ke khalayak luas karena pertunjukan drama yang dibuat oleh Mihai, Luca sudah menduga hal ini. Namun, ia tidak menyangka mereka akan bergerak secepat itu. Bahkan, pertemuannya akan dilaksanakan di hari ini juga. Di siang hari oleh kaum half-beast dan sore hari oleh kaum incubus.
"Bagaimana, Tuan? Apa Tuan akan menghadirinya?"
Luca menyandarkan punggungnya pada sandaran empuk kursi. Helaan napas berhembus lembut memperlihatkan keengganannya. Otaknya memutarkan beberapa skenario mengenai apa yang akan terjadi dan tidak ada yang tidak akan membuatnya pusing.
Namun, jika ia tidak datang, hal itu bisa digunakan sebagai alasan bagi mereka untuk menghasut pendukung yang lebih banyak dalam melaksanakan rencana busuk mereka. Luca tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.
"Tidak ada pilihan lain."
Kepalanya kembali berdenyut.
"Permisi, aku ingin mengambil piring kotor." Ketukan lembut menggema dan pintu ruangan terbuka. Ecatarina muncul dari baliknya. Sebelah alisnya terangkat heran melihat suasana yang tidak begitu menyenangkan memenuhi ruangan itu.
"Apa ada yang terjadi?" tanyanya seraya menutup kembali pintu dan mulai membereskan piring bekas sarapan Luca.
Vasile tidak mengatakan apa-apa, hanya menyodorkan dua pucuk surat beserta amplopnya dan Ecatarina langsung memahami apa yang sedang terjadi.
"Rina. Beritahu harimau itu untuk bersiap-siap. Tepat jam 11, kita akan berangkat," pinta Luca yang semakin pusing karena membayangkan harus bepergian dengan pria berisik itu lagi.
Ecatarina mengangguk mengerti.
"Tuan, ada yang ingin aku laporkan," ujarnya setelah selesai membereskan piring dan meletakkannya pada troli.
Luca mengangkat pandangannya kepada Ecatarina dan mengangguk kecil.
"Mengenai Mihai, aku menemukan hal yang aneh." Ecatarina menceritakan mengenai Mihai yang bisa membuka lemari dan bahkan pintu menuju beranda kamarnya.
Seperti yang sudah pernah Vasile katakan kepada Toma, ruangan di dalam kediaman ini kebanyakan tidak memiliki lubang kunci. Hal itu dikarenakan, semuanya dikunci dengan sihir tuan mereka dan yang punya hak untuk membuka pintu-pintu itu adalah mereka yang memiliki tanda dari Luca dan memiliki sihir.
Mihai memang memiliki tanda dari Luca tapi ia seharusnya tidak memiliki sihir jadi syaratnya tidak terpenuhi untuk Mihai dapat membuka pintu-pintu itu dengan tangan sendiri.
"Aku tahu. Dia juga bisa membuka pintu beranda dan pintu kamarku," ujar Luca membuat Vasile terbelalak.
"Bagaimana bisa?"
Luca menggeleng. Ia sendiri tidak paham. Dilihat dari mana pun, Mihai tidak terlihat memiliki sihir. Ia sempat memikirkan apakah ia mentransmisikan sedikit sihirnya pada Mihai tapi ia merasa itu adalah hal yang tidak mungkin karena jika ia mentranmisikan sihirnya kepada orang lain, ia seharusnya bisa mengetahuinya dengan mengecek bagian dalam tubuhnya. Namun, berapa kali pun ia mengecek, ia tidak menemukan tanda-tanda itu.
Ketika ketiganya sedang berpikir keras. Tiba-tiba, pintu yang juga terkunci oleh sihir itu terbuka dengan kuat. Saking kuatnya, daun pintu terlepas dari engselnya dan melayang hingga menabrak dinding yang hanya berjarak beberapa sentimeter dari tempat duduk Luca.
"Muka suram sialan! Kau mengingkari janji!"
Luca langsung lesu. Harimau sang pembawa onar ini kembali muncul.
'Masalah apa lagi kali ini?'