Sheren merasakan bahwa tenggorokannya sedikit tidak nyaman pagi ini. Namun, dia telah meminum air jahe hangat untuk melegakan tenggorokannya dan itu lumayan membantu. Selain tenggorokannya yang terasa tidak nyaman, lingkungannya sejak tadi juga memberikan kesan yang tidak nyaman. Apalagi dia merasa terus mendapatkan tatapan curiga dari para siswa. "Ka, memang ada yang aneh dengan penampilanku hari ini ya?" Akhirnya karena tidak tahan dengan tatapan para siswa, Sheren menanyakan hal itu pada kakaknya.
"Enggak kok. Mereka hanya terkejut karena salah satu siswa di sekolah ini berhasil menjadi member grup idola terkenal," senyum Shaka.
"Kamu...enggak suka ya aku debut?" Sheren teringat dengan reaksi Shaka yang hanya memberinya senyum lembut kala dia mengabarkan pada keluarganya tadi malam. Berbanding terbalik dengan reaksi kedua orang tuanya yang jelas sekali menunjukkan ekspresi gembira.
Shaka mengusap lembut kepala Sheren. "She, aku senang banget kamu bisa debut. Sangat senang, aku bangga atas pencapaianmu. Namun, aku sudah tahu bahwa kamu pasti debut di tim itu sejak awal kamu mengikuti audisi itu."
"Ha? Maksudnya?" Sheren mengerjap, raut wajahnya menampakkan ekspresi yang benar-benar bingung. Bagaimana Shaka bisa tahu?
Namun, bukan Shaka namanya jika tidak menyimpan segudang misteri. Pemuda itu menyunggingkan senyum tipis. "Kamu nanti akan tahu sendiri darimana aku bisa mengetahui hal itu." Shaka lalu merangkul pundak Sheren. Gestur yang menunjukkan sebuah perlindungan yang aman bagi sang adik. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan mereka menuju kelas.
***
"SHEREN! GILA YA! GIMANA BISA KAMU GAK CERITA KALAU KAMU DEBUT! DI GOLDEN TEAM PULA!" Teriakan riang diiringi pelukan hangat dia terima dari Sashi saat Sheren memasuki kelas. Sheren membalas pelukan itu dengan hangat. Rhea bergabung memeluk Sheren tak lama kemudian. Tak hanya Sashi dan Rhea, seluruh siswa yang ada di kelas itu mengerubungi Sheren. Mereka ingin mendengar cerita Sheren mengenai perjalanan kariernya hingga bisa debut di grup ternama itu.
"Aku enggak boleh menceritakan pada siapapun saat aku menjadi peserta pelatihan di sana," ujar Sheren.
"Benarkah? Oh begitu. Eh cerita dong, gimana bisa kamu debut di sana?" tanya Sashi. Sheren tersenyum, gadis itu kemudian bercerita bagaimana dia bisa debut di grup itu. Kemudian, berbagai macam dukungan diterima oleh Sheren dari teman-temannya. Dan Sheren sangat bersyukur dengan hal itu. Setidaknya, teman-temannya tidak membencinya karena debut di grup terkenal itu.
Bel masuk berbunyi, membubarkan kerumunan siswa yang tengah mengerumuni Sheren. Para siswa kembali ke tempat duduk masing-masing. Dan saat dia duduk di kursinya, Sheren mendapati ponselnya bergetar. Sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. Notifikasi mengenai grup chat baru. Seulas senyum terukir di bibirnya. Disana, manajer mereka mengunggah jadwal pekerjaan mereka mulai hari ini hingga satu bulan ke depan. Dan Sheren meringis saat mendapati bahwa hanya dia yang tidak memiliki jadwal individu. Sementara teman-temannya yang lain memiliki jadwal yang super padat.
"Selamat ya Sheren atas debutmu hari ini!"
Sheren mengalihkan atensinya dari ponselnya ke sumber suara sembari meletakkan ponselnya kembali ke saku jas seragam sekolahnya. "Iya Bu, terima kasih banyak. Saya mohon doanya agar debut saya bisa lancar," senyum Sheren. Gurunya itu tersenyum lembut sembari mengiyakan permintaan Sheren. Kegiatan belajar mengajar kemudian dimulai.
***
Sheren tidak pernah merasakan hari seberat ini. Hari dimana dia harus tersenyum sepanjang hari, bersikap ramah pada orang-orang yang tidak dia kenal, serta mendapatkan banyak perhatian dari orang-orang. Dulu, dia tidak pernah mendapatkan atensi seheboh ini. Orang-orang hanya heboh ketika dia mendapatkan medali dari kompetisi piano dan kehebohan itu tidak berlangsung sepanjang hari.
"She, kamu kok disini?"
Sheren terkejut saat Shaka menyapanya dengan sebuah pertanyaan. Kening Sheren berkerut saat dia mendengar pertanyaan Shaka. "Kan aku pulang sama kamu? Biasanya juga begitu kan?"
"Kamu belum tahu ya? Mulai hari ini jika kamu memiliki jadwal pekerjaan, kamu akan dijemput dengan mobil perusahaan. Nah jika kamu tidak punya jadwal pekerjaan, kamu bisa pulang bersamaku," jelas Shaka.
"Kata siapa?"
"Manajermu. Nah jadi aku akan mengantarmu sampai gerbang sekolah, setelah itu kamu pergi dengan mobil perusahaan."
Penjelasan dari Shaka entah mengapa membuat Sheren tidak suka. Dia merasa Shaka tengah mengusirnya secara halus. Namun, Sheren memutuskan untuk menurut. Dan rupanya, Shaka benar. Saat mobil yang ditumpanginya berada di gerbang sekolah, sebuah mobil perusahaan berlogo Golden Team tengah berada di sana. Shawn dan seorang wanita muda tengah mengobrol sambil bersandar pada badan mobil itu.
"Nah itu dia mobilnya. Segeralah ke sana, Shawn dan manajermu sudah menunggu."
Dengan enggan, dia akhirnya menurut. Sheren keluar dari mobil Shaka, lalu berjalan ke mobil Golden Team. Shawn yang melihatnya tengah berjalan ke arah pemuda itu, melambaikan tangan dengan senyum.
"Nah ini member yang kita bicarain tadi Kak Na," kata Shawn pada perempuan yang dia panggil dengan sebutan Na.
Perempuan itu tersenyum menatap Sheren, sementara manik mata Sheren justru terfokus pada Shaka yang menatap ke arahnya sambil tersenyum. Sheren menatap mobil yang dikemudikan Shaka hingga mobil itu hilang dari pandangannya, melaju berbaur bersama kendaraan lain di jalan raya.
"She? Kamu kenapa?"
Sheren tersentak. Lalu gadis itu tersenyum dengan raut wajah penuh penyesalan seraya berkata, "Maafkan saya karena bertindak tidak sopan."
"Masuk yuk! Kita tidak bisa membuang waktu lama-lama di sini." Shawn menuntun Sheren agar masuk ke dalam mobil lebih dulu, kemudian dia menyusul. Shawn tahu betul apa yang tengah dipikirkan oleh Sheren dan dia memakluminya. Ikatan batin dan kebiasaan yang berulang diantara sepasang anak kembar itu tentu saja tidak bisa tiba-tiba berubah. Setelah manajer mereka masuk, mobil lalu meninggalkan pelataran sekolah itu.
"Nama saya Alana, kamu bisa panggil saya Kak Nana atau Kak Lana. Kak Alana juga boleh kok. Saya adalah salah satu manajer kalian. Kalian punya lima belas manajer yang disesuaikan dengan jumlah membernya."
"Oh begitu, baiklah. Saya panggil dengan sebutan Kak Alana saja ya?"
Alana tersenyum, perempuan itu mengangguk. Sheren kemudian menatap ke arah jalanan Surabaya yang padat melalui jendela mobil. Alana menatap Shawn dengan pandangan penuh tanya. Shawn menggeleng, pertanda bahwa dia melarang Alana untuk bertanya lebih lanjut.
"Cuma kita berdua aja nih Kak Na?"
"Iya, yang lain sebagian sudah sampai di sana. Dua pasang member kembar kita sudah tiba di studio, sedangkan sisanya masih dalam perjalanan."
Sheren merasa tertarik dengan kata studio yang diucapkan oleh Alana. "Kak, boleh tanya?"
Alana mengangguk. "Tentu, mau tanya apa? Ah iya Sheren, berhentilah menggunakan bahasa formal padaku. Oke?"
Sheren tersenyum mengiyakan, lalu bertanya, "Kalau boleh tahu, di mana kita akan mengadakan rekaman dan siapa produsernya?"
"Produsernya adalah Julian Janson, sementara kita akan rekaman di studio Light Entertainment."
Sheren mengernyit mendengar nama yang tak asing baginya. "Julian Janson yang juga salah satu anggota 29 Music?"
"Betul. Wah, kamu tahu banyak ya soal dunia musik." Kalimat Alana serupa bom yang dijatuhkan ke kepala Sheren. 29 Music adalah sebuah perusahaan industri hiburan raksasa yang bergerak di bidang musik, film, dan teater. Dan perusahaan itu adalah milik Mamanya. Pantas saja Shaka tidak terkejut semalam! Dan Julian Janson adalah omnya!
***
Kaki Sheren terasa berat untuk memasuki studio rekaman. Dia sengaja melangkah dengan langkah lambat. Dia tak ingin segera bertemu Julian Janson yang biasa dia panggil dengan sebutan Om Ian. Sebuah pemikiran melintas di benak Sheren, jangan-jangan dia berhasil debut karena Mama? Sheren harus mengeceknya nanti!
Mereka telah masuk di studio rekaman. Sheren menggigit bibirnya dengan cemas saat melihat Julian Janson tengah sibuk dengan seperangkat komputer yang digunakan untuk merekam dan mengedit lagu. 'Semoga saja dia tidak bereaksi yang menunjukkan bahwa dia mengenalku!'
"Kakak gugup ya?" Reyna mengusap lembut tangan Sheren yang terasa dingin. Member termuda itu berusaha menenangkan member baru itu.
"Ah ya, sedikit. Aku takut melakukan kesalahan karena ini kali pertamaku masuk ke studio rekaman," jawab Sheren. 'Yah, aku harus memberikan alasan itu agar mereka tidak curiga,' lanjutnya dalam hati.
"Enggak apa-apa. Enggak usah takut, salah juga tidak apa-apa. Nanti bisa diulang lagi," timpal Lionil.
Sheren mengangguk. "Terima kasih Kak."
"Eh iya, mumpung ingat. Kamu bisa panggil kita semua tanpa sebutan Kakak walau kita lebih tua satu dan dua tahun darimu," kata Lucas.
Sheren terkejut. "Maaf?"
"Kami lebih tua dari kamu She, kecuali Shawn yang sebaya denganmu dan si kembar Reyna dan Reinarth yang lebih muda," jelas Milka. "Tapi, kamu tidak perlu memanggil kami dengan sebutan Kakak karena itu terkesan terlalu formal."
"Dan Milka tidak mau mengakui bahwa dirinya sudah tua," celetuk Michaelo. Milka menatapnya kesal. Namun, dia enggan menanggapi candaan Michaelo karena dia tidak ingin menghabiskan tenaganya untuk berdebat dengan Michaelo. Rekaman hari ini akan berjalan sulit sepertinya.
"Baiklah anak-anak, sekarang saatnya rekaman. Lead dan main vocal mendapat giliran terakhir, seperti biasanya. Paham?" Julian yang sudah selesai memberikan instruksi pada para rekan kerjanya di studio itu kini menatap para member Golden Team. "Lionil, Lucas, Milka, kemudian bergilir terus sampai yang terakhir adalah Sheren."
Kemudian, proses rekaman dimulai. Sheren memperhatikan satu persatu teman-temannya yang memulai rekaman, dimulai dari Lionil. Dan telinga terlatih Sheren mendengar beberapa nada yang tidak tepat dari Lionil. Lionil telah selesai menyanyikan bagiannya. Julian kemudian berkata, "Ada saran?"
"Bagian intro Lionil kurang tinggi satu nada," jawab Sheren.
Lionil yang berada dalam ruang rekaman berkata, "Satu nada lebih tinggi? Tapi aku tidak bisa mencapainya!"
"Karena kamu kurang bisa mengontrol powermu. Lepaskan suaramu dan kontrol powermu."
Lionil mengangguk. Dia kemudian mencobanya. Satu kali percobaan tidak berhasil. "Keluarkan suaramu, tapi kamu harus mengontrol powermu dalam bernyanyi. Jangan terlalu ditahan," ucap Sheren. Julian tersenyum saat mendengar cara Sheren memberi instruksi pada Lionil. Cara itu persis dengan cara Starlet memberi instruksi. Namun, Starlet sudah memberitahu seluruh koleganya untuk tidak menggunakan kuasa mereka untuk mendebutkan Sheren, padahal mereka lebih dari mampu untuk itu. Jadi, satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan adalah dengan menjadi produsernya hingga dia siap untuk memproduksi musiknya sendiri.
Lionil mencoba lagi dan berhasil. Suara yang dia hasilkan pun terdengar jauh lebih bagus. Sheren mengacungkan jempolnya pada Lionil, yang disambut pemuda itu dengan senyum lebar dan acungan jempol oleh Lionil. Lionil kemudian keluar dari studio rekaman, kini giliran Lucas.
Dan Sheren berulang kali memberikan pendapatnya. Hal ini membuktikan betapa berbakatnya dia dan dia juga memiliki kompetensi yang sangat baik. Kini, giliran Sheren untuk rekaman. Dan dia berhasil dalam satu kali rekaman, kualitas suaranya sangat prima.
"Pantas saja dia debut hanya dalam hitungan minggu!" kagum Anastasya.
"Wah, suaranya sangat halus namun juga berkarakter," ucap Reyna kagum. Milka mengangguk setuju. Sementara Shawn, Devina, si kembar Michael, Michaelo, dan Adinda tersenyum bangga. Pencapaian yang diraih Sheren dalam hal teknik vokal berkembang sangat pesat.
"Jadi, bagaimana? Tidak buruk kan?" tanya Adinda sambil tertawa saat Sheren telah selesai rekaman.
"Ya ya, kamu benar. Untungnya, aku memilih jalan yang tepat. Walau harus mendaki Gunung Bromo terlebih dahulu," tawa Sheren. Dia teringat dengan hari itu, dan rasanya hari-hari seperti itu akan berulang di kemudian hari.
"Memang apa yang terjadi Kak?" tanya Reyna penasaran. Dia merasa bahwa ada kisah yang tidak dia tahu mengenai itu.
"Jadi, waktu itu aku dan Bu Winona datang ke tempat les musik Sheren. Kami datang karena ingin menawarinya bergabung dengan perusahaan ini karena talenta dia di bidang musik. Dia langganan juara satu kompetisi piano tingkat dunia loh! Dan dari sana, kami sepakat untuk membujuknya agar bergabung di perusahaan ini," jelas Adinda.
Reinarth memandang Adinda dengan tertarik. "Kakak tahu darimana soal kemampuan Kak Sheren?"
"Internet. Ada banyak video di situs berbagi video milik para penyelenggara kompetisi itu yang mengunggah video Sheren dan mendapatkan banyak penonton. Dari sana, kami tertarik."
Sheren tersenyum mendengar itu. Dia tidak menyangka bahwa videonya bahkan sampai ke telinga perusahaan ini. Dulu, dia pikir video itu direkam hanya untuk sebatas dokumentasi. Rupanya, lebih dari itu. Dan kini, dia cukup senang dengan hal itu.
***
Surabaya, 31 Maret 2020
Hari ini merupakan hari yang bersejarah untukku karena aku melakukan rekaman pertamaku sebagai penyanyi profesional. Dan aku sangat senang sekali.