Chereads / Catatan Cerita / Chapter 43 - Catatan 42: Level Kesepian

Chapter 43 - Catatan 42: Level Kesepian

Sheren lagi-lagi mendengar namanya disebut dalam sebuah pertengkaran yang dia tidak tahu apa sebabnya. Dia sekarang sedang berada di gedung agensi untuk berlatih bersama rekan-rekannya dalam rangka perilisan album baru mereka. Mereka akan membuat video klip terbaru mereka dua minggu lagi. Di ruang latihan Golden Team, Juan tengah berdebat dengan seorang pria yang Sheren tidak tahu siapa namanya.

Pria itu kemudian menatap Sheren tajam, tatapan kebencian terpatri di sepasang mata hitam pria itu. "Kalian mempertahankan orang seperti dia? Si pembunuh itu?! Aku benar-benar tidak habis pikir dengan kalian!"

Sheren terkejut saat pria itu melabelinya dengan kata pembunuh. "Anda jangan bicara sembarangan! Saya tidak pernah membunuh seseorang! Anda bisa saya tuntut atas pencemaran nama baik!" Sheren benar-benar kesal dengan pria itu. Bagaimana bisa dia menuduhnya sebagai seorang pembunuh? Sedangkan Sheren sama sekali tidak mengenal pria itu!

Para manajer beserta petugas keamanan gedung masuk ke ruang latihan. Pria itu tertawa sinis melihat rombongan orang-orang itu. "Hah, coba lihat ini? Kalian bahkan hanya peduli pada dia? Apa yang sudah dia berikan pada kalian? Uang? Saham? Kalian bahkan lebih memilihnya dibanding adikku! Kalian bahkan tidak peduli pada kondisi kesehatan adikku dan membiarkannya sengsara."

"Demi Tuhan! Kami bahkan tidak mengenal adikmu! Aku sudah menjelaskannya berulang kali bahwa kami tidak mengenal adikmu! Tapi kamu masih saja marah-marah dan menuduh Sheren pembunuh padahal dia tidak mengenal adikmu! Dan kamu bilang bahwa kami memecatnya dari Golden Team hanya karena Sheren? Kau bercanda?" Juan benar-benar kesal. Dia dan kawan-kawannya sudah menjelaskan berulang kali bahwa mereka tidak mengenal adik pria ini.

Wendy kemudian memasuki ruang latihan bersama Bu Winona. "Ada apa ini? Siapa pria ini?" Wendy bertanya dengan tatapan curiga pada pria yang tengah memaki-maki Sheren dengan sebutan pembunuh. Wendy lalu beralih menatap Sheren seraya bertanya, "Kamu kenal pria ini She?"

"Sama sekali tidak, Bu. Saya bahkan baru bertemu pria ini sekarang," jawab Sheren. Gadis itu kini semakin kebingungan, siapa sebenarnya pria ini? Orang-orang yang sudah bekerja sangat lama di perusahaan ini saja tidak mengenalnya, apalagi dirinya yang baru bekerja seumur jagung?

"Kamu...Kakak dari Ivana?" Bu Winona bersuara memecah keributan. Atensi orang-orang dalam ruangan itu teralih pada Bu Winona.

"Baru ingat kamu? Atau kamu baru menyadari bahwa aku adalah Kakak dari Ivana?" laki-laki itu menyeringai kesal.

"Aku hanya ingat soal Ivana yang masuk rumah sakit akibat menenggak cairan pembersih lantai di kamar mandi perusahaan ini. Kamu tahu? Menerima Ivana ke perusahaan ini adalah salah satu kesalahan terbesarku. Ivana, tidak lebih dari pion yang dimanfaatkan oleh perusahaan musuh untuk menghancurkan perusahaan ini dari dalam. Ivana bunuh diri karena dia ketahuan bahwa dia mata-mata Mario." Bu Winona menatap angkuh pada pria yang kini bersimpuh di lantai. Para petugas keamanan mengunci pergerakan pria itu. Bu Winona lalu menatap Sheren dan kawan-kawannya seraya berkata, "Kalian tetap berlatih seperti biasa. Anggap kejadian ini tidak pernah terjadi." Kemudian, Bu Winona beserta para petugas keamanan membawa pria itu pergi.

"Ayo latihan! Kalian harus berlatih dengan baik untuk video klip terbaru kalian!" Wendy kemudian membuka sesi latihan para remaja itu. Latihan akhirnya dimulai.

Latihan menari bagi Sheren adalah hal yang sangat baru. Dia bersusah payah mengejar ketertinggalannya. Kemampuan menarinya masih sangat jauh dari kata bagus, apalagi jika dibandingkan dengan teman-temannya. Beberapa kali Sheren melakukan kesalahan, namun baik Wendy maupun rekan-rekan setimnya tidak memarahinya.

"Maaf Mil," ucap Sheren saat dia tidak sengaja menabrak Milka saat berganti formasi sambil menari.

Milka tersenyum riang. "Tidak apa-apa. Ayo semangat!"

Kedua kaki Sheren bergerak layaknya robot yang berkarat. Dia merasa sangat kesulitan untuk menyesuaikan gerak tubuhnya dengan irama musik. Latihan usai dua jam kemudian. Sheren langsung berbaring di lantai kayu yang terasa dingin di tubuhnya karena suhu ruangan yang dingin.

"Bagaimana? Sulit?" Devina menatap Sheren dengan senyum. Keringat mengalir deras di kening kedua gadis itu.

"Bukan hanya sulit, tapi sangat sulit! Aku harus menyesuaikan gerak tubuhku dengan tempo lagu, belum lagi aku harus mengatur napasku agar bisa menyanyi dengan baik," jawab Sheren dengan nada berapi-api.

Devina tersenyum. "Tidak apa-apa, aku yakin kamu akan bisa melakukan keduanya dengan sangat baik seiring bertambahnya jam terbangmu."

Anastasya yang duduk di samping Devina kemudian bertanya pada Sheren, "Bagaimana latihan orkestramu kemarin? Seru?"

Sebuah ingatan menyebalkan kembali melintas di benak Sheren saat Anastasya menyinggung tentang orkestra kemarin. Sheren kemudian mengubah posisinya menjadi duduk. Lalu, sebuah cerita meluncur dari bibir Sheren mengenai kejadian kemarin.

"Jasmine semakin hari semakin menjadi-jadi saja," ucap Lionil menanggapi cerita Sheren. Reinarth mengangguk setuju.

"Kalian kenal Jasmine?" tanya Sheren pada Reinarth dan Lionil. Keduanya mengangguk bersamaan.

"Siapa yang tak kenal Jasmine? Perempuan yang sangat egois. Jasmine beruntung terlahir sebagai anak perempuan dari sebuah keluarga yang amat kaya. Performa Jasmine dalam bekerja sangat buruk," ucap Reinarth.

"Belum lagi cara dia memperlakukan staf dan rekan kerjanya. Dia memperlakukan manajernya dengan perlakuan yang sangat buruk. Dia juga sulit diarahkan, semaunya sendiri," ujar Lionil.

Sheren mengangguk paham. Sebuah pemikiran melintas di benaknya. "Rasa-rasanya, aku selalu berurusan dengan orang-orang seperti itu," gumam Sheren lirih. Dia merasa bahwa terlalu banyak orang yang membencinya. Dimulai dari Siska, Jasmine, dan Ivana.

"Baik Jasmine dan Ivana, semuanya bukan salahmu. Kamu sudah dengar sendirikan bahwa Ivana adalah mata-mata yang diselundupkan oleh musuh Bu Winona untuk menghancurkan perusahaan ini. Dan Jasmine memang tidak pernah dipilih untuk melakukan proyek berskala besar," ujar Shawn. "Dan jangan pernah berpikir untuk berhenti dari tim ini hanya karena orang-orang seperti Jasmine," imbuh Shawn.

Sheren tersenyum mendengar itu. "Baiklah-baiklah, aku tidak akan berhenti hanya karena orang-orang seperti Jasmine."

"Kamu pasti akan menemui orang-orang seperti Jasmine dan Ivana. Belum lagi komentar kebencian dari orang-orang yang tidak menyukaimu walau kamu dan mereka tidak saling kenal. Dan yang pasti, kamu harus berhati-hati saat diwawancara. Karena jika kamu salah menjawab, bisa dipastikan hal itu akan menjadi bumerang untukmu," ucap Keano.

"Wawancara kita dipotong?" tanya Sheren.

Keano mengangguk. "Dipotong dan diedit agar menimbulkan masalah bagi kita jika kita tidak hati-hati."

"Kok jahat sekali sih?!"

Lucas tertawa. "Hal-hal seperti itu sangat lazim ditemui di dunia hiburan. Tujuannya cuma satu, yaitu menghancurkan nama baik kita agar tidak menjadi pesaing bagi musuh. Semua rekan kerja kita adalah rival kita juga."

"Berarti kita juga rival ya Luc?"

Lucas tertawa mendengar pertanyaan Sheren. "Tentu tidak! Kita adalah keluarga. Lagian, apa untungnya menganggap orang lain adalah rival? Justru dengan semakin banyaknya teman yang kita dapat, kita semakin mendapatkan kemudahan. Akan ada banyak cinta yang kita dapat, dan cinta adalah hal yang sangat berharga di dunia ini."

"Caramu bicara seperti kamu kesepian saja Luc."

Lucas tersenyum, sepasang netranya menatap Sheren dengan pandangan kesepian yang asing bagi Sheren. "Bagaimana jika aku bilang bahwa aku memang kesepian? Kamu percaya?"

Perkataan Lucas terasa menusuk perasaan Sheren. Kini, dia mengerti bahwa tatapan yang Lucas berikan padanya sekarang adalah perasaannya yang sebenarnya. Topeng pemuda itu telah dia lepaskan. "Percaya. Aku percaya jika kamu bilang bahwa kamu kesepian. Karena setiap manusia punya kadar kesepiannya masing-masing."

"Kita adalah manusia yang hidup dalam dunia yang sangat ramai, sekaligus sangat sepi."

Sheren mengiyakan. "Kamu benar." Sebuah perasaan rindu tiba-tiba menyergapnya. Dia merindukan Rhea dan Sashi walau dua temannya itu terkadang bertingkah menyebalkan. Sheren juga merindukan masa-masa kebebasannya dulu. Inikah perasaan yang dirasakan Shawn selama ini? Sehingga pemuda itu selalu mengambil kesempatan untuk pergi bermain di setiap waktu senggang yang dia punya? Rasa-rasanya, Sheren harus meminta maaf pada Shawn nanti.

***

Sheren merasakan tubuhnya sangat lelah. Dia merasa seluruh tulang dan sendinya meraung kesakitan. Jika tulang-tulang dan sendi-sendinya bisa berbicara, mereka mungkin akan memaki-maki Sheren dengan buas. Karena setelah latihan ini usai, Sheren merasakan seluruh tubuhnya teramat sangat sakit. Rasa sakit yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

"Besok kita masih harus latihan?" tanya Sheren pada Milka yang sedang beres-beres. Sheren sudah selesai membereskan semua barangnya dan kini tengah menyandang ranselnya. Keringat masih deras membasahi tubuhnya walaupun ruangan ini memiliki pendingin ruangan.

Milka mengangguk sambil menyelesaikan aktivitasnya. "Kita akan latihan setiap hari hingga hari pembuatan video klip. Lalu, kita juga akan latihan untuk konser tunggal kita. Tapi tenang saja, konser itu akan diadakan dua minggu setelah konser kamu di Austria."

Sheren mengangguk. Dia sudah tahu jadwal terbarunya karena Alana memberitahunya kemarin lewat email. Namun, dia tak menyangka bahwa seluruh jadwal itu akan sangat lelah.Dia tahu bahwa hal itu akan melelahkan, namun tak sampai seperti ini. "Oke, aku pulang dulu ya?" Setelah mendapatkan anggukan persetujuan dari Milka, Sheren bergegas meninggalkan ruang latihan.

***

Sheren menatap pemandangan jalan raya Kota Surabaya dengan pandangan menerawang. Jalanan hari ini sepi. Sheren memejamkan mata, selintas pikiran berkelebat di benaknya. 'Kenapa aku bisa berada di posisi ini sekarang? Benarkah jalan yang kuambil? Tapi, rasanya sangat melelahkan. Aku...mulai lelah.'

***

Surabaya, 5 April 2020

Rupanya, setiap manusia memiliki titik dan level kesepian yang berbeda.