Chapter 28 - Bab 28

Malam yang begitu larut oleh rasa rindu, padahal aku sudah menghabiskan waktu hanya sehari saja untuk tidak bekerja. Nampaknya aku akan sulit tidur malam ini tanpa Jojo, dia nanti pasti tidur di kamar Nenek sebab kecurigaan mereka kepadaku atas bentuk kondisiku saat ini.

Aku tak semestinya menyalahkan mereka, rasa curiga dan was-was itu wajar terjadi di situasi saat ini. bahkan di luar sana juga banyak tetangga-tetangga yang bilang kalau virus korona itu bisa dialami meski tanpa gejala apapun. Sampai orang yang menderita batuk dan bersin saja, mereka seakan mengira kalau hal semacam itu ialah korona. Dan lagi-lagi aku juga tak bisa menyalahkan mereka.

Selama aku di rumah, aku memakai masker meskipun aku berada di dalam kamar sekalipun. Walau aku sama sekali tidak batuk dan flu, langkah ini hanya untuk mengantisipasi bila mana diriku ini memang terjangkit virus korona. Kuanggap saja seperti itu, sebab hingga saat ini badanku masih terasa demam.

Malam itu sekitar pukul 8 malam, buah kiriman dari Tony akhirnya datang. Tante Anik berteriak memanggilku saat seorang kurir Gojek datang di depan rumah nenek. Aku keluar sambil memakai maskerku, dan kuambil buah itu dan langsung masuk ke dalam kamar.

"Kak, aku minta buahnya dong, apel sama anggur." Tiba-tiba sahut Jojo yang rupanya sedang asyik bermain di ruang tamu.

"Iya, sebentar ya, biar kakak cuci dulu buah-buahnya." Kataku saat hendak menuju ke dapur.

"Itu tadi buah dari siapa Mel?" Tanya tante Anik yang sedang minum syrup di meja makan.

"Dikasih Tony tante." Kataku.

"Terus gimana kondisimu saat ini? udah baikan kan?" Tanya tante Anik. Entah kenapa dia tiba-tiba bertanya tentang kondisiku, padahal tadi pagi dia sudah cari ribut terus denganku.

"Udah enak kok, lagian kata dokternya aku itu anemia sebab sering telat makan." Kataku, padahal sebenarnya aku masih sedikit demam.

"Telat makan itu bahaya lho! apalagi di situasi seperti ini." Kata tante Anik.

"Iya tante, Tony juga sudah bilang gitu kok." Kataku, kemudian tente Anik mengernyit penasaran.

"Emang dia bilang seperti apa?" Tanya tante Anik.

"Enggak deh tante." Tepisku, tante Anik mengernyit penasan.

"Lho, gak pa pa Mel, katakan saja, emang Tony bilang gimana?" Lalu aku sedikit kebingungan untuk menjawab pertanyaan tante Anik. Aku merasa bahwa hal tersebut cukup memalukan bila diungkapkan. Maka saat itu aku sedikit tersenyum lalu menatapnya.

"Emm, dia bilang kalau aku sampai telat makan lagi, dia bakal cium aku gitu." Jawabku, lantas tante Anik semringah dengan apa yang kukatakan.

"Hmm dasar Tony." ulesnya. "Kamu harus nurut Mel, dia itu sweet banget lho kalau sama kamu." Kata-nya sambil tersenyum, lalu pergi sambil membawa syrup-nya ke kamar.

Usai aku mencuci buah-buahan itu, kuberikan sebongkah apel beserta beberapa aggur ini kepada Jojo, disana aku tak berani mendekatinya. Aku duduk di salah satu kursi sofa sambil melihat mereka berdua bermain.

"Kakak nanti gak tidur sama kamu ya Jo!" Kataku. "Nanti kamu tidur sama nenek." Imbuhku.

"Emangnya kenapa? Aku gak mau tidur sama nenek." Kata Jojo sambil menggigit apel yang telah kuberikan padanya.

"Untuk sementara aja kok Jo." Kataku.

"Enggak! aku gak mau, aku maunya tidur sama kakak, soalnya kasurnya empuk." Kata-nya. Lantas diriku sejenak menengok kanan kiri barang kali tante Anik mendengar.

"Kamu itu susah banget kalau disuruh. Kakak sekarang itu lagi sakit Jo! jadi tunggu sampai kakak sembuh dulu saja ya?" Kataku. lalu Jojo menatapku sambil menyeringai.

"Kenapa harus aku yang tidur di kamar nenek? kenapa gak kak Amel aja yang tidur sama nenek?" Kata-nya, lalu Nino tertawa atas ucapan Jojo tersebut. Dan aku sudah tak punya cara lain lagi untuk berdebat dengannya.

"Oke deh terserah, kalau kamu tidur sekamar sama kakak, ada syaratnya, yaitu kamu harus pakai masker." Kataku.

"Aduh ribet banget kak, aku gak mau, hidungku terasa sesak dan mampet kalau pakai masker." Jawab Jojo,

"Kamu ini bandel banget ya Jo." Sentakku.

"Aku gak mau kak, kenapa si? Sama korona aja takut banget." Kata Jojo. Lalu saat itu juga aku geram bukan main. Secara paksa kupakaikan dia masker yang telah kuambil dari kamarku tepat di wajahnya, sampai Jojo teriak-teriak dan kutali masker tersebut sampai terasa erat di wajahnya.

"Enggak mau, ini kenapa si?" tepisnya sambil teriak-teriak.

"Udah, jangan dilepas," kataku dan langsung pergi meninggalkannya.

Jujur itu sebenarnya sangat merepotkan, lantas Nino tertawa melihat Jojo yang memakai masker, lagi pula dia begitu bandel dan sulit diatur.

Kemudian saat diriku hendak masuk ke dalam kamar, tiba-tiba saja pintu masuk terketuk oleh seseorang. Tak mau tinggal diam, aku meletakkan buah-buahanku ke dalam kamar untuk kumakan nanti. Saat aku kembali dan membuka pintu, rupanya paman Farid datang dengan membawa sehelai amplop. Kulihat dia nampak lesu dengan wajah memerah, lalu aku berkata.

"Kok tumben malam banget paman pulangnya?" Tanyaku, dan dia melepas helm lalu masuk ke dalam rumah.

"Iya Mel, hari ini kebetulan aja pulangnya malem, ngomong- ngomong mana tante mu?" Tanya paman Farid.

"Ada di dalam kamar." Jawabku, lalu aku berteriak memanggil tante Anik.

"Tante! dicariin paman nih." Teriakku saat memanggil tante Anik. Nino seketika itu langsung memeluk paman Farid yang baru saja pulang dari pekerjaannya tersebut.

Ketika itu aku berfikir bahawa apa yang dilakukan Nino itu tidaklah baik. Paman Farid yang telah beraktifitas dari luar dalam keadaan kotor seperti itu tak seharusnya menerima pelukan dari Nino, tapi biarlah. Kemudian tak lama itu tante Anik datang.

"Malem banget, udah jam 8 malam baru pulang." Sambutnya, sambil salim ke tangan suaminya. "Ada apa emangnya?" Tanya tante Anik.

"Ada berita buruk yank." Kata paman Farid, dan aku berhenti sejenak saat diriku hendak menuju ke kamar.

"Kabar buruk apa? Sini duduk dulu, cerita ke aku, ada apa?" Tanya tante Anik dengan amat penasaran. Kulihat sendiri wajah paman Farid saat itu nampak kusut dan lemas.

"Aku diberhentikan dari pekerjaanku, per hari ini." Kata paman Farid, dan dia menyodorkan helai amplop tersebut yang berisi surat pemberhentian kerja kepada tante Anik.

"Astaga, kok bisa yank?" kata tante Anik sambil mengecek isi surat tersebut.

"Jadi pabrik di tempatku itu sekarang sedang sepi, tak ada lagi produksi sama sekali, sebab sebagian besar pesanan berasal dari China semua," kata paman Farid yang membuatku merasa ikut sedih, aku menjadi mendekat kembali ke ruang tamu dan berada pada urusan permasalahan mereka.

"Ohh, terus apakah perusahaan gak ngasih pesangon?" Kata tante Anik. Lantas paman Farid merunduk dan mengusap wajahnya.

"Itu dia permasalahannya, perusahaan cuma ngasih sisa gaji saja, gak mampu ngasih pesangon ke karyawan." Jawab Paman Farid. Spontan aku langsung merasa kasihan padanya. Semua hal itu bisa kubayangkan, di saat situasi sekarang yang penuh dengan pembatasan aktifitas karena korona, hal itu pasti menjadi faktor pemicu banyaknya perusahaan yang gulung tikar.

"Yaudah gak pa pa, terus rencanamu gimana?" Tanya tante Anik yang juga ikut sedih.

"Aku juga bingung, kamu kan tau sendiri, saat ini cari pekerjaan itu susah banget, ditabah umur udah tua." Ules paman Farid, dan dia seketika menatapku yang sedang berdiri di ruang tamu dekat lemari etalase.

"Kamu ngapain dari tadi pakai masker Mel?" Tanya paman Farid, dan diriku terdiam bingung untuk menjawab pertanyaannya.

"Ohh! dia tadi sempat sakit, aku suruh dia supaya pakai masker buat jaga-jaga saja." Kata tante Anik.

"Sakit apa kamu Mel?" Tanya paman Farid.

"Anemia, kata dokternya sih sering telat makan, tapi sekarang sudah enakan kok." Kataku.

"Yaudah, syukur kalau gitu." Ules tante Anik.

"Berarti kamu ini tadi gak kerja ya Mel?" Tanya paman Farid, dan aku tersenyum ke aarahanya.

"Iya, aku ambil cuti 2 hari." Jawabku, dan paman Farid menghembuskan nafas panjang sambil mengangguk.

"Paman saranin, kamu jaga kesahatan ya Mel! diluar sana itu sangat banyak sekali phk dan perusahaan yang tutup. Jangan sampai entar sakit berkepanjangan membuat hal itu terjadi sama kamu."

Kata paman Farid, dan aku menyadari itu semua. Sebenarnya aku juga merasa takut apabila hal itu terjadi, mengingat kondisiku saat ini yang masih demam. Aku tak berani jamin hingga 2 hari ke depan aku akan sembuh, itu semua tak bisa diprediksi.

"Iya paman, aku ngerti kok." Jawabku.

"Sama satu lagi Mel, mulai sekarang paman minta kamu jangan pergi- pergi keluyuran sama temen-temenmu ya? Terutama sama pacarmu itu, kalau dia minta ngajak kamu pergi jangan mau, saat ini sudah gak kayak dulu lagi Mel, di luar itu sangat bahaya banget." Katanya. dan paman Farid seketika berdiri dari kursi sofa.

"Aku sampai lupa habis pulang dari luar." Katanya. "Aku pergi mandi dulu yahh, badanku kotor semua." Imbuhnya, dan tante Anik mengangguk.

"Aku bikinin air hangat mau?" Tanya tante Anik.

"Ohh ndak usah." Kata paman Farid saat menuju ke kamar mandi. Saat itu juga aku mendekati tante Anik, dia nampak merenung dengan sorot mata yang nampak kebingungan. Aku tau betul akan perasaannya saat ini, yang pastinya syok dan penuh banyak pikirian.

"Tante yang sabar ya!" Ucapku di sampingnya. Meskipun kami kerap berdebat di rumah, entah kenapa hubungan kami berdua tak selamanya seperti itu. Ada saat-saat kita baikan dan itu selalau bergantung pada situasi dan kondisi.

Lagi pula aku ialah tipikal orang yang sulit untuk membenci, apalagi terhadap saudara sendiri.

"Iya Mel," jawab tante Anik. "Mau gimana lagi? Kondisinya udah kayak gini!" Imbuhnya. Lantas di benakku terpikir akan niatanku dulu yang ingin membuka bisnis usaha salad buah. Kukira saat ini pasti moment yang cocok untuk mengatakannya kepada tante Anik.

"Gini aja tante, aku itu sebenernya punya rencana dari dulu buat buka usaha salad buah, tapi ya gitu, bingung soal tempat dan kulkasnya." Kataku, dan ekspresi tante Anik saat itu nampak penasaran.

"Boleh juga, kita kan ada kulkas, tapi kamu bisa bikinnya gak?"" Tanya tante Anik.

"Ya bisa lah tante, ibuku sama Jojo pernah aku bikinin, dan mereka berdua suka banget lho." Kataku, dan tante Anik sejenak melihat Jojo yang sedang sibuk main gadget si sofa.

"Oke, terus rencanamu kayak apa?" Tanya tante Anik, dan aku merasa senang mendengar pertanyaan tersebut. Dengan semangat aku menjelaskan kepadanya.

"Jadi nanti itu aku bikin saladnya per cup, terus kita jual online sama jual keliling, atau di titipin di toko-toko kan juga bisa tante." Kataku, dan tante Anik berpikir.

"Jangan keliling Mel, kan ada korona, kita jual di kampung ini aja deh, dibikin tulisan depan rumah gitu, terus salad buahnya bakal tahan lama gak? Entar kalau gak laku takutnya bakal basi." Kata  tante Anik.

"Yaudah deh, pokoknya diletakkan di kulkas aja tante, kalau gak laku ya dimakan sendiri aja." Kataku sambil tersenyum.

"Terserah kamu Mel, tapi tante belum pernah bikin salad buah sih." Katanya.

"Tenang aja, biar Amel yang bikin, yang Amel butuhin Cuma kulkas aja, bisa kan tante?" kataku.

"Oke." Jawab tante Anik, aku bisa melihat matanya yang agak ragu meskipun diriku antusias, tapi setidaknya dia masih mengizinkanku untuk menggunakan kulkas miliknya, sebab yang kubutuhkan di rumah ini hanya itu, dimana bahan-bahanku nanti akan kusimpan di dalam sana semua.

Saat pagi harinya, aku bangun tepat pada pukul 8 pagi, sungguh ini ialah waktu tersiang di saat aku bangun tidur. Jojo sangat bandel untuk kusuruh pakai masker, dan rupanya dia sekarang sudah bangun lebih awal. Aku sejenak teringat akan buah-buahan yang dibelikan Tony untukku, sungguh aku belum menyentuhnya sama sekali.

Aku merasa berdosa atas pemberiannya tersebut, lalu saat itu juga kuambil sebongkah apel untuk kumakan pada pagi hari ini. Duduk diatas ranjang sambil melihat jendela kamarku yang langsung menghadap kearah halaman rumah.

Biasanya pada pagi hari Tony selalu muncul di sana untuk menjemputku, namun kali ini semua itu hanya ada di benakku saja.

Aku sangat rindu padanya, ingin diriku berada di dalam mobilnya dan mendengarkan musik pada radio di dalam sana sambil merasakan genggaman dari tangannya.

Kurasa aku akan menjalani hari-hari ini peris seperti ketika aku jomblo dulu, yang merasa kesepian dan hanya bisa bahagia dengan caraku sendiri.

Tapi semua itu ada camur tangan dari kedua teman baikku, Eny dan Andy, ngomong-ngomong bagaimana kabarnya saat ini? Sudah lama mereka berdua tak menghubungiku. Pasti Eny membenciku karena dulu aku tak mau diajak untuk bertemuan dengannya di Royal.

Sejenak aku mengecek Hp ku, dan kubuka aplikasi wa pada saat itu juga, lalu kugeser pada kolom status, kemudian di sana aku melihat status Andy.

Secepat kilat aku langsung membuka statusnya, dan yang kudapat ialah foto Eny pada status Andy sedang terkapar di rumah sakit.

Kedua mataku seketika terbelalak dengan hati yang amat syok dan panik. Kugeser status berikutnya, dan di sana tertulis.

"Cepat sembuh ya En,"

Tulis status Andy. Sungguh saat itu nafasku terengah-engah, syok, panik bukan main.

Dengan cepat aku langsung menghubungi Andy, menghubunginya dengan penuh rasa hancur dan sedih. Entah kenapa semua itu seperti karena ulahku. 

Bersambung..

Berlanjut ke Chapter 29..