"Emangnya kamu yakin Ton bakal ngizinin aku ke Pak Hamid bila aku gak masuk kerja hari ini?" Tanyaku pada Tony saat mobil kami hendak berangkat meninggalkan puskesmas.
"Ya-iyalah Mel, kondisi kamu kayak gini kok! kata dokter-nya tadi kamu disuruh istirahat kan maksimal 2 hari?" Kata Tony.
Kemudian aku mengingat saat diriku diperiksa tadi, aku mengalami penurunan tekanan darah dalam jumlah yang siknifikan, sehingga membuat kepalaku pusing dan merasa mudah untuk kelelahan.
Dokter telah berkata kepadaku bahwa diriku harus menjalani istirahat kurang lebih selama 2 hari, dan diriku juga harus rajin minum obat serta makan rutin dan teratur.
"Masa-masa pandemik saat ini, perasaan-ku gak enak banget kalau sampai gak masuk kerja, entar mereka pada mencurigai aku kalau aku kena virus korona." Kataku yang membuat Tony sejenak menghembuskan nafas panjang.
"Jangan bilang gitu, belum tentu juga kan mereka bakal berpendapat seperti apa yang kamu bayangin, Itulah Mel, kamu itu suka mikir yang enggak-enggak, kan udah aku bilangin kalau mikir yang enggak-enggak itu bisa bikin kamu makin drop." Kata Tony yang menatapku lekat-lekat.
Kulihat matanya yang nampak khawatir kepadaku, dia tersenyum seperti membuat isyarat kepadaku bahwa hal semacam ini bukanlah sebuah masalah.
Ucapan Tony itu benar, dan entah kenapa akulah yang seolah-olah membuat permasalahan ini seperti ulahku sendiri.
"Yaudah deh, maaf, aku gak bakal mikir yang aneh-aneh lagi." Kataku. kemudian aku melihat helai surat keterangan sakit dari puskesmas tersebut yang memberikan estimasi waktu 2 hari bagiku untuk istirahat di rumah. Dan aku berfikir kalau lebih baik aku saja yang izin ke Pak Hamid bila mana diriku hari ini tidak masuk kerja karena sakit. Saat itu juga aku berkata kepada Tony.
"Ton, biar aku saja ya yang ngomong ke Pak Hamid. Aku telpon dulu saja orangnya sekarang." Kataku, wajah Tony menjadi ikut resah karena semua hal ini. Aku jadi merasa bersalah padanya.
"Oke," jawabnya sambil mengangguk.
Aku mencari kontak telepon Pak Hamid saat itu, dan aku langsung menghubunginya pagi ini juga. Lalu beberapa detik kemudian, beliau mengangkat telpon dariku.
"Selamat pagi Pak Hamid," kataku.
"Iya Mel! Ada apa?" Tanya beliau.
"Pak, ini saya mau izin tidak masuk kerja hari ini boleh ya pak? Karena kebetulan sekali hari ini saya gak enak badan pak." Kataku, dan sekaligus saat itu juga beliau menanggapi.
"Oalah, iya Mel, gak pa pa, kamu istirahat di rumah saja yah?" Ucap beliau dengan nada yang agak panik.
"Baik pak, ini barusan saya sudah periksa di puskesmas, kata dokternya saya mengalami Anemia, dan disuruh untuk istirahat dulu kurang lebih selama 2 hari pak." Kataku.
"Iya Mel, kamu jangan masuk kerja hari ini, istirahat dulu di rumah, mau sampai berapa lama gak masalah, yang penting kamu masuk lagi ke sini harus bener-bener udah sehat." Ucap Pak Hamid, dan aku bisa melihat wajah Tony yang mengernyit menatapku.
"Ohh baik Pak, terima kasih ya Pak, saya akan istirahat di rumah dan akan kerja kembali saat saya udah sehat." Kataku.
"Tapi Mel, ngomong-ngomong kamu gak flu kan?" Tanya Pak Hamid, lantas aku menatap Tony, dan dia geleng-geleng kepala seraya aku harus jawab "Tidak."
"Ohh sama sekali tidak Pak, saya gak flu." Jawab diriku.
"Sesak nafas? Demam?" Tanya Pak Hamid, dan diriku kebingungan untuk menjawab pertanyaan itu.
"Emm saya gak sesak nafas Pak, saya hanya sedikit demam saja." Kataku dengan nada ragu serta khawatir.
"Yaudah Mel, get well soon yahh." Kata Pak Hamid, dan beliau memutus sambungan telepon saat itu juga.
Entah kenapa aku merasa kurang puas atas respon Pak Hamid tersebut. Meskipun permintaan izinku diterima oleh-nya, setidaknya respon beliau terasa masih menggantung dalam percakapan tadi.
"Udah gak usah dipikir." Tiba-tiba kata Tony, dan diriku menatapnya sambil senyum kearahnya. Dan jujur saja, aku tak bisa senyum di hari ini, namun aku berusaha menuruti ucapan Tony yang selalu berkali-kali mengajakku untuk tidak berpikir yang aneh-aneh.
"Ngomong-ngomong pagi ini kamu tampan banget Ton." Kataku yang berusaha untuk beralih ke topik yang lain. Aku bisa melihat respon wajah Tony yang nampak khawatir ke arahku.
"Hmm, sekarang kamu aku antar pulang ya!" Katanya, dan aku menepis dari wajah Tony.
Melihat ke arah depan sambil merasakan kondisi tubuhku yang sebenarnya, bahwa apa yang aku ucapkan ke Pak Hamid itu benar, bahwa aku hanya demam dan anemia, tak lebih dari itu.
Saat mobil Tony telah sampai di rumah nenek, aku memasang tas dan jaketku untuk keluar dari mobil Tony saat itu juga. Namun langkahku dicekal olehnya dengan tangan kirinya yang menggenggam lenganku.
"Tunggu Mel," katanya, lantas aku berhenti sejenak dan menatapnya.
"Kenapa?" tanyaku.
"Sini dulu," ucapnya. "kasih dahimu ke aku." Katanya, dan seperti biasa, saat hendak diriku sampai ke rumah nenek, dia mengecup keningku selagi diriku hendak turun dari mobilnya.
"Dah, kamu istirahat ya, entar kalau aku sudah sampai kantor, aku hubungi, mastiin kamu sudah makan atau enggak." Katanya, dan itu membuatku tersenyum kearahnya.
"Siap Bos." Kataku.
"Awas saja kalau sampai aku tau kamu telat makan lagi, konsekuensinya akan aku cium kamu sampai 100X." Katanya, dan ucapan itu membuat mataku terbelalak.
"Banyak banget, yaudah deh, aku gak berani telat makan lagi kalau gitu, hehe." Ucapku sambil tertawa.
"Gitu dong Mel, liat kamu tertawa itu aku senang banget." Ucap Tony.
"Yaudah, kamu hati-hati di jalan ya!" Kataku, dan dia mengangguk, lalu aku turun dari mobilnya, melihatnya mengendarai mobil dari kejauhan sambil melambaikan tangan. Aku sangat sedih atas kejadian ini yang membuatku tidak lagi bersamanya hingga 2 hari ke depan.
Kemudian diriku masuk ke dalam rumah Nenek, dan dikejutkan oleh Jojo yang naik-naik kursi sofa bersama Nino sambil bermain Tiktok.
Aku sangat malas melihat mereka berdua, apalagi saat mereka bermain bersama, sebab kutahu Nino selalu membawa pengaruh buruk pada Jojo, apa saja yang Jojo tau lewat smartphone itu pasti juga dampak dari Nino.Tapi biarlah, hal itu kubiarkan saja mungkin untuk beberapa waktu kedepan.
Aku mulai memasuki kamarku, dan saat aku berada di ambang pintu, Nenek datang memergoki diriku.
"Lho kok udah pulang?" Tanya Nenek.
"Iya Nek, hari ini aku cuti gak masuk kerja, soalnya badanku agak demam." Kataku, seketika itu tante Anik langsung keluar dari kamarnya dan mendengar semua perkataanku.
"Apa Mel? Kamu demam? Nek, jangan dekat-dekan Amel." Tiba-tiba kata tante Anik, dan nenek pun seketika merespon dengan memundurkan langkahnya dariku.
"Apaan si! Barusan aku udah priksa kok di puskesmas kalau aku itu anemia." Kataku, dan tante Anik mengernyit.
"Mel, tante gak mau ya, pokoknya selama kamu di rumah, kamu harus jaga jarak ke kita-kita, plus kamu kalau keluar-keluar kamar jangan seenaknya saja gak pake masker kayak gitu. Sekarang juga pakai maskermu." Bentak tante Anik yang seketika itu membuat hatiku menjadi panas dingin.
"Tante ini kenapa si? Oke kalau aku harus jaga jarak, tapi gak usah pake bentak-bentak gitu dong." Balasku.
"Gimana gak dibentak? kamu itu anaknya bandel banget! pasti ini ulah kamu yang sering pergi-pergi keluar sama Tony itu iya kan?" Ucap tante Anik, dan aku menggelengkan kepala merasa tak tau lagi harus berdebat dengan orang ini dengan cara apa.
"Kok malah jadi nyalahin Tony sih?" kataku, "Kata dokter aku itu cuma Anemia, udah itu aja, sebenci itukah tante kalau aku kenapa-napa!" Kataku.
"Tante gak percaya, sampai sekarang tes alat virus itu masih belum ada di Negara ini, jadi dokter masih belum bisa mastiin, yang bisa mastiin itu ya kita-kita, dan tante gak mau kalau kamu sakit, kamu harus jaga jarak ke kita-kita." Kata tante Anik.
"Terus untuk makan, piring dan sendok kamu harus pakai punyamu sendiri, dipisahin." Katanya sambil menuju ke dapur dan mengambil piring-piringku untuk dia pisah.
"Terus untuk kamar mandi, sikat, odol, dan lain-lain kamu pisahin punya mu juga." Kata tante Anik saat menuju ke Toliet.
"Sama kalau kamu cuci-cuci baju, pisahin baju-baju-mu sama baju-baju Jojo, jangan sampai punya Jojo juga tercampur dengan punyamu." Kata tante Anik panjang lebar, lalu dia beralih menuju pada kami bertiga.
"Jojo untuk malam ini biar tidur sama nenek saja." Kata nenek. Sungguh aku tak kuat lagi atas ucapan-ucapan itu.
Aku tak merespon mereka, dan tak menanggapi semua itu, yang kubisa saat ini hanya diam, kembali ke kamarku, sambil mengingat apa yang Tony ucapkan padaku, kalau aku tak boleh mikir terlalu berlebih.
Ketika sore hari, perutku mulai terasa lapar, aku habis ketiduran di kamarku ini, dan aku ingat kalau diriku belum sarapan siang. Aku melihat jam analog yang menggantung pada dinding kamarku, dan sekarang sudah pukul 4 sore.
Aku mengecek ponselku saat itu juga, betapa terkejutnya aku melihat telpon dari Tony yang telah menghubungiku sampai 10X, dan semua itu tak kuangkat sebab aku ketiduran.
"Oke, aku harus makan, Tony menghubungiku pasti memastikanku untuk makan." Gumamku.
Kemudian aku langsung menuju ke dapur, melihat isi stok makanan-ku di lemari. Di sana ada sosis, roti, dan juga olahan daging kaleng. Kurasa aku harus memasak semua itu, dan disertai membuat susu hangat, pasti akan membuat tubuhku jauh lebih bugar.
Lalu aku memasak bahan-bahan tersebut, dan entah kenapa aku masih merasakan pusing dan lemas.
Aku berinisiatif untuk meyalakan televisi di ruang makan ini. Siaran berita hari kamis, tanggal 23 Maret 2020 menyiarkan update perkembangan korban virus korona yang telah mencapai angka 126.380 orang. Tak hanya itu, virus korona juga menginfeksi pejabat hingga public figure.
Di Indonesia pun kini ada 34 khasus yang di data dan di pantau akan kesehatannya, banyak rumah sakit juga yang berupaya untuk menampung pasien korona.
Masyarakat kini keadaannya begitu ambigu dan tak mengerti soal kondisi saat ini. Minimnya kesadaran, serta pemahaman tentang protokol kesehatan pencegahan virus ini, disinyalir akan membuat banyak penduduk yang akan terinfeksi.
Tak ada ketersediaan alat tes korona yang akurat juga disinyalir akan mempersulit untuk menentukan siapa yang positif dan yang harus dikarantina.
Badan kesehatan dunia menyebut bahwa physical distancing ialah cara yang efektif untuk mencegah penularan, serta penggunaan masker dan rajin mencuci tangan selama 20 detik. Gejala-gejala virus tersebut yang paling umum itu ialah demam, batuk kering, dan juga kelelahan.
Aku benar-benar tak nafsu makan untuk meneruskan melihat konten berita hari ini, maka saat itu juga kuganti chanel televisi lain yang mampu untuk menghiburku sampai aku benar-benar bisa menghabiskan sarapanku.
Saat di malam hari, aku selesai mandi dengan menggunakan air hangat, obat serta multivitamin dari puskermas tersebut sudah lengkap kuminum. Jujur saja, seharian ini aku tak memegang Hp bahkan mengangkat telpon dari Tony pun aku tidak sempat. Mungkin sekarang ini ialah waktu yang bagus, disaat semua pekerjaan sudah selesai.
Kubuka pesan whatsapp-ku saat itu juga, dan aku melihat banyak sekali pesan notifikasi di sana. Aku melihat upaya ibu untuk menghubungiku lewat nomor wa ayah Irwan, suami sirihnya yang sekaligus ayah tiriku.
"Mel! kenapa kamu gak ke sini? mana Jojo?" ketik pesan tersebut ke diriku.
"Jojo libur sekolah 2 minggu karena lockdown, sekarang dia di rumah sedang bermain sama Nino." Balas-ku, dan aku tidak akan berkata padanya kalau sekarang aku cuti bekerja karena sakit.
Bila aku berkata padanya, yang ada malah ibuku juga ikut panik seperti hal-nya respon tante Anik tadi. Lalu aku beralih pada pesan Tony. Sungguh pria itu pasti galau bukan main karena telpon dan pesannya sama sekali tak kubalas.
Kulihat dia mengirimiku pesan begitu banyak, sampai ada emotikon nangis segala macam. Astaga, sehari kami tidak bersama aku sangat kangen dengan Tony. Lalu saat itu juga aku telpon pria itu, dan secepat kilat telpon dariku langsung dia angkat.
"Mel, kamu gimana? kamu baik-baik saja kan? Kenapa Wa dan telpon-ku gak kamu angkat?" Tanya Tony langsung dengan paniknya.
"Maaf Ton, seharian ini aku ketiduran, kamu sendiri kan yang nyuruh aku buat istirahat." Ucapku, dan aku bisa mendengar suara hembus nafas leganya.
"Yaudah syukurlah kalau begitu, aku seharian ini kepiran kamu terus Mel," ucap Tony.
"Aku baik-baik saja kok, barusan juga udah makan malam, dan obatnya sudah aku minum." Kataku.
"Siip, aku senang dengernya, hari ini kantor rame banget, ini saja aku baru nyampe rumah, mau mandi." kata Tony. lalu aku melihat jam di kamarku, pukul 18.30.
"Kamu yang hati-hati ya, maaf besok aku gak bisa bawain kamu bekal, tadi bekalnya gimana? habis kan?" tanyaku, lantas dia tertawa sedang.
"Habis dong Mel! masa iya masakan calon istri sendiri gak dihabisin?" Katanya, dan aku tersenyum manis mendengar itu.
"Mel, pesenku kamu janji ya jangan telat makan lagi? obatnya juga jangan lupa diminum, aku habis ini mengirim buah-buahan buat kamu lewat gojek, dimakan ya! Aku pingin kamu cepat sembuh Mel." Katanya. "Kamu janji kan Mel?" Tanya Tony, lantas aku begitu terharu, dan dia tak sepantasnya disalahkan.
"Iya, aku janji." Jawabku, sambil berlinang air mata.
Bersambung..
Berlanjut ke Chapter 28..