Chapter 26 - Bab 26

Senyumku begitu lepas membuat suasana hatiku kembali ceria. Tony seperti tiada henti untuk merayuiku serta membuatku tersenyum. Hari yang sebenarnya kelam sepintas berubah menjadi berwarna karenanya.

"Harus berapa kali sih aku menjawab pertanyaan tentang cintaku ke kamu?" kataku, saat diriku usai meneguk teh buatannya.

"Yah, sampai kamu benar-benar jadi milikku Mel." Kata Tony, dan aku menaruh cangkir itu sejenak.

"Ton! selama ini kamu itu udah jadi milikku kok, " kataku sambil tersenyum kearahnya, dan Tony pun merunduk dan menatapku kembali.

"Tak ada seorang-pun di dunia ini yang berhasil mengetahui isi hatiku seutuhnya, cuman kamu orang satu-satunya itu." Imbuhku, lalu Tony tersenyum sambil menatapku begitu lekat.

"Kamu hari ini pasti capek ya Mel? Biar aku pijitin yah?" Tanya Tony, dan diriku menghembuskan nafas panjang.

"Entar kalau ada orang masuk bagaimana? gak usah deh Ton." Kataku, lalu Tony seketika menggenggam tanganku, dan senyumnya itu seperti tak bisa hilang dari wajahnya.

"Biarin aja, kan kita sepasang kekasih." Kata Tony sambil mengelus-elus tanganku. Di mataku tangan Tony terlihat begitu besar dan keras, namun tak sekasar yang kukira. Kalau dibandingkan dengan tanganku yang lentik, mungkin begitu mudah baginya untuk mencengkram dan menggenggam telapak tangaku dengan erat.

"Sebenarnya aku ingin mengajak kamu ke rumahku lagi Mel." Kata Tony, "lebih tepatnya ke rumah papa-ku." imbuhnya.

"Gak mau Ton, jangan terlalu mainstream dong." Kataku yang membuat Tony tertawa sedang.

"Halah Mel, tapi kamu juga mau kan?" kata Tony.

"Apanya? Hmm yang sabar napa, kan udah aku bilangin, nunggu sampai kita sah dulu." Kataku.

"Entar nanti kan juga bakal di sah'in." katanya yang membuatku untuk tiada habis mengernyit menatapnya.

"Dosa ton, ingat, gak boleh cara kayak gitu," kataku.

"Yudah deh, aku bakal sabar nunggu, meskipun sebenernya aku gak sabar." Katanya, kemudian seketika itu pintu pantry terbuka oleh seseorang, dan itu berhasil mengagetkan kami berdua. Rupanya Amir yang sedang masuk di dalam ruangan ini sambil membawa botol minum, dan dia berniat untuk mengambil air di dispenser.

"Di sini rupanya kalian!" Kata Amir saat melirikku. "Tadi barusan karpet mobil Pak Hamid sudah kubersihkan Mel." Katanya, dan aku merasa lega mendengar ucapan Amir itu.

"Syukurlah, makasih ya Mir." Jawabku.

"Santai aja Mel, kan kita saling bantu." Kata Amir, lantas hal itu membuatku tersenyum meskipun Tony masih dalam keadaan menggenggam tanganku.

"Kalian berdua di sini ngapain?" Tanya Amir.

"Lagi mijitin Amel bentar Pak, kasian dari tadi abis mondar-mandir dari luar." Kata Tony.

"Owh, oke deh, kalian itu emang yah, gak peduli di dalam kantor maupun di luar kantor selalu aja keliahatan mesrah." Kata Amir, aku merundukkan kepala mendengar perkataan itu, rasanya bercampur antara malu dan bahagia.

"Entar kalau udah menikah jangan lupa undang-undang lho ya?" kata Amir, dan bodohnya diriku diam saja sambil tersenyum.

"Pasti lha Pak, pokoknya Pak Amir akan jadi tamu kesayangan kami nanti." Kata Tony dengan semangatnya. Aku tak habis pikir melihat sifat Tony yang akhir-akhir ini begitu amat peduli.

Jujur saja, bentuk rasa perhatiannya itu tak main-main. Setidaknya itu sebagai suatu kepastian mengenai keseriusannya terhadapku, sehingga itu membuat hubungan kami semakin erat.

Saat sarapan siangku telah usai, sebenarnya sudah tak ada pekerjaan lagi yang akan aku selesaikan. Para karyawan di kantor ini juga pulang tepat waktu, begitu pula denganku.

Sore ini mobil Tony langsung menuju ke kontrakan ibuku untuk menjemput Jojo, dan sesampai di rumah ibu, Tony mampir hanya untuk menjemput Jojo saja. Lalu kami berangkat kembali menuju ke rumah nenekku.

"Kalau sudah sampai nanti, kamu langsung istirahat saja ya Mel?

utamakan kesehatanmu." Kata Tony.

"Iya." Jawab diriku, kemudian kami sampai di rumah nenek, dan Tony pamit di saat itu juga sambil sejenak mengecup dahiku. Hal tersebut pun sampai sempat dilihat oleh Jojo, namun anak itu kayaknya masih belum paham soal percintaan.

"Ton, mulai deh." Ulesku.

Ketika kami di dalam rumah nenek, aku langung cuci tangan dan bergegas untuk mandi. Selama masa pandemik ini, aku tak akan membiarkan diriku mencemari lingkungan rumah dengan keadaanku yang masih kotor sepulang dari pekerjaanku.

Untuk sarapan malam di hari ini, aku memilih untuk memasak kaleng sardine-ku yang telah kubeli di hypermart dulu. Itu jauh lebih praktis dan hemat dalam segi waktu dan biaya. Lagi pula Jojo juga menyukai masakan itu.

"Jojo, kalau makan ditaroh dulu lah handphonenya." Kataku saat duduk di meja makan, dan Jojo masih tidak mendengarkan perintahku.

Akhir-akhir ini sikapnya memang sangat berbeda dari yang dulu, dia malah cenderung mirip seperti Nino. Dan lagi-lagi aku menggertaknya di saat itu juga

"Jojo! plis dehh, stop main hp-nya, entar lagi." Kataku dengan suara yang agak kencang. Kemudian Jojo mengernyit dan meletakkan Hp-nya itu di meja.

"Duh kak, padahal aku lagi download Tiktok di playstore bentar aja kok." Katanya, lantas aku terkejut mendengar kata Tiktok di mulutnya.

"Apa Jo? barusan kamu kecanduan game, sekarang mau beralih ke Tiktok?" kataku sambil mengernyit.

"Kamu sama sekali gak berpikir untuk gunain Hp-mu buat belajar ya?" imbuhku.

"Aduhh, udah lah kak, lagian besok sekolahku itu libur sampai dua minggu." Kata Jojo, dan diriku sejenak mengernyit mendengar perkataannya itu.

"Apa? Libur 2 minggu? Apa sekarang udah kenaikan kelas?" tanyaku. Kemudian seketika itu tante Anik datang untuk sekedar lewat memasak telur di dapur ini.

"Iya Mel, apa yang dikatakan Jojo itu benar, di berita tadi disiarkan kalau semua anak sekolah serentak diliburkan selama dua minggu, yaahh biasa lah, lagi-lagi karena Korona." Kata tante Anik, dan diriku langsung menatap Jojo.

"Beneran Jo? kalau sekolahmu lockdown?" tanyaku untuk memastikannya.

"Iya kakak-ku sayangg." Katanya, namun dalam benakku berkata, kalau sebenarnya hal itu ada sisi positifnya juga. Sebab dua minggu itu bukan waktu yang sebentar. Aku bisa membayangkan atas bentuk penghematan uang dari saku Jojo yang telah kuberikan padanya di tiap hari. Jika kalau dia libur selama dua minggu, itu artinya uangku akan tetap utuh dan hal itu bisa kugunakan untuk membeli kebutuhan pokok untuk tambahan bulan depan.

Saat diriku usai makan malam, aku langsung kembali ke kamar, kulihat pada ponselku terdapat notifikasi pesan dari Tony.

"Kamu langsung istirahat ya Mel? Aku serius nih, jangan tidur malam-malam, aku saya kamu." Katanya dengan emotikon love. Aku tersenyum sejenak, lalu membalas.

"Iya, kamu juga istirahat ya? Besok kita mulai kerja lagi, ehh tapi Jojo besok libur Ton sampai 2 minggu." Ketik pesanku padanya.

"Kenapa libur?" Tanya Tony, dan tentu saja apa yang ada di benakku juga sama sepertinya.

"Ya kenapa lagi kalau bukan karena korona!" ketik diriku.

"Hehe, aku jadi sepintas punya inisiatif buat kita di mobil berdua tanpa Jojo besok." Ketik Tony, dan lantas aku mengernyit.

"Haa? Inisiatif apaan hayoo? Jangan aneh-aneh ya Ton." Ketikku padanya.

"Aneh gimana? selama dalam perjalanan kita di satu mobil berasa biasa-biasa aja seperti bukan pacaran, kan kalau gitu aku bisa leluasa memegangi tanganmu, mengecup keningmu, sama merayu-rayuimu di dalam mobil." ketik Tony pada pesan Wa-nya padaku yang sontak membuatku tertawa terbahak.

Kemudian dari kejauhan sekitar jarak 2 meter, aku melihat Jojo sedang menari bermain Tiktok. Saat itu juga aku langsung mengumpat tawaku, dan secara diam-diam kurekam gerakan tarian Jojo itu yang sedang menari di depan Hp-nya.

"Nih Ton, lihat kelakuan anak kita saat dikasih hp baru dan disuruh libur 2 minggu." Ketikku dengan menyertakan video gerakan Jojo menari.

"Hahaha." Ketik Tony saat beberapa menit kemudian.

"Biarin aja Mel, entar besok kalau kita punya anak harus bisa duet Titok sama Jojo." Ketik Tony, dan kemudian kubalas dengan emotikon ngakak.

Saat jam telah menunjuk pukul 11 malam, aku terbangun dari tidurku. Saat itu rumah nenek sudah dalam keadaan sepi dan tak ada satupun orang yang bangun. Lampu di penjuru ruangan pun juga dimatikan.

Aku tak menyangka bisa bangun nyaris tepat pada tengah malam.

Kulihat Jojo juga sudah tidur di sampingku, rasanya saat ini aku ingin untuk pergi ke toilet sebentar.

Namun ketika diriku membangunkan badanku, tiba-tiba saja kepalaku mulai terasa pening kembali, serta pandanganku juga terasa berkunang-kunang. Diriku mulai khawatir mengenai kondisiku.

Ini seperti tak biasanya terjadi. Padahal seingatku di kantor, aku sudah minum obat sakit kepala.

Aku berusaha berdiri untuk menuju ke toilet, dan menyentuh air saja aku seketika merasa kedinginan.

Aku sampai tidak bisa mengontrol tubuhku sendiri, yang kurasakan saat ini yaitu pusing, menggigil, serta tubuhku agak lemas. Pikiranku saat ini juga langsung mengarah ke hal yang tidak-tidak.

Sebenarnya aku ini juga tipikal orang yang sangat mudah untuk kepikiran. Oleh karenanya Tony selalu mengingatkanku untuk jangan sampai telat makan, ataupun terlalu banyak mikir. Tapi melihat kondisiku saat ini, pikiranku langsung mengarah pada korona.

Entahlah, sesampai di kamar, aku langsung memasang selimut supaya aku bisa mendapatkan kehangatan di sana. Membayangkan hal yang belum pasti kenyataannya akan  membuat semuanya kian rumit. Maka saat itu juga kupejamkan mataku, dan berharap malam ini akan bergulir cepat hingga datang pada esok hari.

Kemudian pada pagi itu, aku bangun cukup kesiangan, dan badanku sejenak terasa sakit di bagian punggung dan leher. Namun semuanya kupaksakan untuk tetap berdiri tegap dan menyiapkan semua makanan untuk sarapan pagi dan siang di kantor.

Saat itu mobil Tony sudah datang menjemputku di luar sana. Kemudian inilah waktuku untuk berpamit pada Nenek. Kali ini Tony terlihat sangat rapi dengan kemeja abu-abu polos dengan jaket kulit warna coklat. Aku masih ingat jaket itu saat waktu dia pakai di rumah dinas ayahnya.

"Aku suka kamu pakai jaket ini Ton." Kataku saat aku mendekatinya.

"Kamu juga cantik kok meskipun kamu memakai seragam." Katanya, lalu Tony mengecup keningku di saat itu juga, dan aku memberinya tepak makan untuk sarapan di kantor.

"Kali ini menunya ikan sardine ya?" kataku.

"Ohh, ini yang waktu beli di hypermart itu ya?" Tanya Tony.

"Iyah." Ulesku sambil masuk ke dalam mobilnya. Sungguh aku tidak bisa senyum pagi ini. Entah kenapa pagi ini begitu dingin dan membuat badanku terasa menggigil seperti tak enak badan.

Diriku menjadi ambigu perihal penularan korona. Dalam benakku berfikir, akankah aku harus mengatakan ini pada Tony?

Entahlah, aku sungguh tidak berani untuk mengatakan yang sebenarnya perihal kondisiku saat ini. Kemudian sesampai di perjalanan, Tony mulai mencuri-curi pandangannya ke diriku.

"Mel? Kok kamu diam saja? Ada apa?" Tanya Tony, pandanganku seketika terpecah mendengar pertanyaan itu.

"Yah gak pa pa, aku cuman ingin menikmati pemandangan pagi hari ajah." Kataku, lalu seketika dia menggenggam tanganku secara tiba-tiba, dan dia langsung berkata.

"Mel, kok tangan kamu hangat banget ya?" katanya, diriku seketika menatap wajahnya, dan Tony langsung mengernyit, lalu menempelkan telapak tangannya ke dahiku.

"Badan kamu juga panas Mel, kamu gak pa pa kan hari ini?" Tanya-nya, dan itu sudah kutebak kalau dia juga pasti mengetahui soal kondisiku, padahal aku sama sekali tak mengasitahu dia apapun.

"Iya Ton, kemarin malam aku sempat terbangun, dan merasa pusing sama menggigil." Kataku. "Padahal itu aku udah minum obat sakit kepala." Imbuhku.

"Kita periksa saja sebentar dulu yuk?" kata Tony, dan seketika itu aku langsung menolak.

"Ehh jangan Ton, emangnya mau periksa ke mana? Ke rumah sakit? Entar malah kena korona." Kataku.

"Astaga mel, ya gak lha, kita cari puskesmas saja yah? udah kamu gak usah mikir pekerjaan, biar entar aku yang kasih tau ke Pak Hamid kalau kamu sekarang lagi gak enak badan." Kata Tony.

"Duh Ton, aku jadi gak enak nih." Kataku.

"Makanya itu, kalau disuruh makan siang itu yah harus makan siang, aku yakin kamu itu pasti sering telat makan, makanya sekarang jatuh sakit." Kata Tony, dan sejenak diriku merunduk merasa bersalah atas semua hal itu.

"Dengerin ya Mel! telat makan itu jelek lho buat kesehatan, lain kali jangan sampai telat makan lagi yah?" kata Tony, lantas aku mengangguk, dan merasakan bentuk perhatiannya padaku tersebut amatlah berarti. Dia sama sekali tak mencurigaiku dan tak membahas soal korona segala macam.

Tony benar-benar cowok yang tanggung jawab, dia seperti mampu untuk mengayomiku dan membimbingku. Kurasa letak puskesmas tak jauh dari letak kami berada. Dan aku kenal dengan Puskesmas itu, disana ialah puskesmas yang sering dibuat berobat oleh nenek kalau sakit.

Saat diriku di sana, dan diperiksa oleh dokter yang bertugas. Rupanya tekanan darahku rendah, dan dokter memberitahuku kalau aku terkena Anemia, dan disarankan untuk makan yang banyak serta jangan sampai telat.

Kini segala macam bentuk ucapan dari Tony itu benar, sampai membuatku percaya untuk tidak mengacuhkan nasehat darinya lagi.

Bersambung..

Berlanjut ke Chapter 27..