Awan gelap membuat manusia terlelap, ditemani dengan sinar rembulan yang sedikit membuat malam terang dengan sinarnya.
Entah apa yang membuatku menggeliat dan perlahan-lahan membuka mataku yang terlelap sebelumnya, pandanganku sedikit kabur, samar-samar mataku melihat kearah jendela yang di tutupi gorden, namun gorden tersebut tak menutupi sampai ke bawah, sehingga aku masih bisa melihat keluar jendela dari sebuah celah yang tak tertutup gorden tersebut.
Aku memperhatikan dengan mataku yang masih mencoba untuk fokus melihat kearah yang saat ini aku lihat, sedikit tidak yakin, aku melihat ada sebuah tangga, tangga berwarna putih yang di sinari cahaya yang begitu terang, kontras sekali dengan awan gelap disekitarnya yang aku lihat saat ini.
Aku memperhatikannya dengan seksama, benarkah itu tangga ?
Bagiku tangga itu sangat aneh, aneh sekali sampai membuat keningku berkerut, tangga itu seakan terhubung ke langit, bahkan aku bisa melihat awan putih yang berada di pinggir-pinggir tangga itu, bagaikan sebuah penghias.
Tuk… Tak…
Aku semakin memperhatikan tangga itu dengan tubuhku yang masih terbaring di atas tempat tidur, sebuah sepatu putih tiba-tiba terlihat menuruni tangga itu.
Seketika jantungku berdetak, aku melihat dengan jelas sebuah sepatu putih yang di padukan dengan celana panjang berwarna senada.
Siapakah itu ?
Aku tak bisa melihatnya secara keseluruhan karena memang aku hanya melihat dari celah jendela yang tak tertutup gorden.
Apa itu Hantu ?!
Aku bangun seketika dari tidurku begitu melihat langkah sepatu itu yang seperti berjalan kearah rumahku, jantungku terus berdetak, secepat kilat aku bangun dan langsung berlari keluar dari kamarku.
Siapa dia ?!
Aku berjalan dengan perasaan takut setengah mati, jantungku terus berdegub kencang, aku benar-benar ketakutan, sepatu putih menuruni tangga seolah dia tengah turun dari langit.
Tok! Tok! Tok!
"Mamah!"
Aku mengetuk pintu kamar itu dengan tidak sabaran, bersamaan dengan mulutku yang terus memanggil mamah, mataku melirik kearah pintu kamarku, aku benar-benar takut kalau sampai sepatu putih itu datang kesini.
"Kenapa Laras ?" tanya mamahku dari dalam kamarnya.
Laras tak menjawab namun tangannya terus mengetuk pintu itu dengan mata yang terus memandang kearah kamarnya dengan tatapan penuh ketakutan.
"Kamu kenapa ?"
Laras langsung masuk begitu ibunya membuka pintu kamarnya, wanita itu langsung naik keatas kasur dengan tubuh yang meringkuk ketakutan.
"Kamu kenapa sih ?" ibu Laras kembali bertanya, namun anaknya sama sekali tak menjawab dan hanya diam dengan sorot mata ketakutan.
Tok… Tok…
Sebuah suara ketukan pintu membuat kedua wanita itu saling menatap, ibunya menatap dengan kening berkerut lalu matanya melirik kearah jam dinding yang saat ini menunjukkan pukul dua belas malam.
"Siapa yang tengah malam begini bertamu sih ?" gumam ibu dari Laras.
Laras hanya terdiam dengan mata melotot, badannya seketika menegang dengan jantung yang seakan ingin melompat keluar.
Dia datang!
Ibu Laras dengan segera berjalan keluar dari kamarnya, Laras panik seketika, ibunya keluar begitu saja tanpa bisa dia cegah.
Bagaimana ini?!
Laras bangun dari pembaringannya, ia terduduk dengan punggung yang menyender di kepala kasur ranjang ibunya, aneh rasanya dia tidak menemukan ayahnya disana, namun Laras tak begitu ambil pusing, ia menarik selimut yang langsung menutupi sebagian tubuhnya dengan perasaan ketakutan dan cemas.
"Eh Pak Sahlan, ada apa ya ?"
Ibu Laras membuka pintu itu dan menyambut tamunya, ternyata itu Sahlan, tetangganya yang juga dekat dengan suaminya.
"Cari bapak ya ? bapaknya gak ada Pak" ucap Ibu Laras.
Namun aneh, orang bernama Sahlan sama sekali tak menjawab, ia hanya diam dengan pandangan kosong menatap kearah ibu Laras, wajahnya pucat, sepucat mayat.
"Apa ini ?" tanya ibu Laras.
Kening ibu Laras mengkerut penuh tanya tak kala ia melihat Sahlan menyodorkan selembar kertas untuknya.
Namun hening, Sahlan sama sekali tidak menyahut, tapi tangannya tak bergerak dan terus saja pada posisinya sampai ibunda Laras mengambil kertas itu.
Sementara di dalam kamar Laras masih menunggu dengan harap cemas, ia takut namun ia penasaran juga dengan orang yang ibunya temui, mungkinkah si hantu sepatu putih itu ?
Tapi kenapa ia belum mendengar teriakan ibunya, apa mungkin yang ia lihat itu bukan hantu ?
Ditengah ketakutannya, ia melihat kearah jendela ibunya yang perlahan-lahan gorden yang menutupi jendela itu bergerak.
Astagfirullah!
Laras hanya bisa mengucap dalam hati, matanya melotot ketakutan saat ia dengan kaki menekuk, ia melihat sebuah tangan, telapak tangan yang menerobos masuk dari jendela ibunya, menembus gorden itu.
Laras ingin menangis rasanya, tangan itu… tangan itu seperti memakai baju lengan panjang dan dilihat dari lengannya yang tertutup, sepertinya baju yang orang itu pakai berwarna putih.
Putih?!
Laras lemas seketika, ia ingin berteriak namun sama sekali tak bisa, ia hanya bisa melihat tangan itu yang terus menjulur masuk, bahkan Laras bisa melihat tangan itu seperti menunggu Laras.
Laras memperhatikan lengan panjang itu, telapak tangannya seperti menggenggam sesuatu, Laras masih tidak melihat wajah pemilik tangan itu, karena tertutup gorden.
Dari mana orang ini muncul ? apa dia lewat jalan samping ? tapi kenapa ia tidak bertemu ibunya yang jelas-jelas kini tengah membuka pintu.
Tangan itu masih tak bergeming, ia seperti menunggu Laras mengambil barang yang ia bawa.
Laras terus melihat kearah tangan itu, dengan penuh rasa takut, ia mulai bergerak, ia menyeret pantatnya untuk mendekat kearah tangan itu dengan masih berada diatas kasur.
Tangannya gemetar bukan main ketika ia mengulurkan tangannya untuk mengambil barang yang di bawa oleh tangan itu.
Laras berhasil mengambilnya dan samar-samar ia bisa mendengar suara seseorang saat itu.
"Pakai itu, tolong segera di pakai"
Tangan itu sudah tak terlihat, membuat Laras terdiam dengan jantung berdetak, ia memperhatikan benda yang ia pegang saat ini.
Warnanya putih, dan teksturnya empuk seperti kapas.
Laras memperhatikan benda itu, ia memeriksanya dan betapa terkejutnya ketika melihat sebuah pembalut wanita.
Laras membuka pembalut yang tak terbungkus itu, warnanya masih putih yang menandakan kalau pembalut itu sama sekali belum di pakai.
Tapi ada yang aneh, Laras terus melihat pembalut itu dan jika di perhatikan, di bagian tengah bagian pembalut itu terlihat sebuah lendir bening yang menempel.
Lendir apa ini ?
Dari ketakutan sampai dengan menatap penuh kebingungan yang saat ini Laras rasakan, apa maksudnya memberikan pembalut berlendir padanya.
Dia memutuskan untuk turun dari ranjang itu dan berjalan keluar dari kamarnya, namun aneh, saat ia keluar dari kamar mamahnya, ia langsung melihat kakak perempuannya yang kini tengah duduk di sofa ruang TV.
Bagaimana Kakaknya bisa disitu ? jelas-jelas tadi Dia tidur sendirian, tidak ada kakanya.
"Kamu bisa hamil kalau pakai itu" ucap Rindu, Kakak dari Laras yang kini melihat kearahnya dengan mata menatap pembalut yang Laras pegang, Rindu seperti sudah tau benda apa itu.
"Lendir itu air mani, kalau kamu pakai itu, kamu pasti bisa hamil nanti"
Hamil ?!
Laras terdiam dengan wajah ketakutan, apa maksudnya memberi pembalut ini padanya ? dan… siapa yang memberi pembalut ini untuknya ?
Enggak! Dia gak mau Hamil!
"Iya, itu pembalut ada air maninya, kalau kamu pakai dan pada saat itu menempel di bagian 'itu' kamu nanti pasti langsung hamil" ucap ibunya yang tiba-tiba datang dari arah ruang tamu.
Laras tak mengerti, namun ia memperhatikan ibu dan kakanya yang menatapnya dalam diam, tatapannya aneh dan sedikit… menakutkan, iya tatapan ibu dan kakanya benar-benar menakutkan.
"Laras"
"Laras"
"Laras!"
Aku merasakan tubuhku di guncang oleh seseorang, memaksanya untuk ia membuka mata.
Laras membuka matanya perlahan dan terlihatlah wajah Seno.
Seno… Pak Seno ?!
Laras segera bangun, mengangkat kepalanya yang terbaring diatas meja kerjanya. "Bapak… Iya, ada apa ?"
Laras tersenyum samar, ia merapikan rambutnya yang mungkin saja berantakan dan mengelap pipinya, takut kalau ada iler yang keluar dan membekas di pipinya.
"Bangun, ini sudah malam, jam lembur juga sudah habis" ucap Seno.
Laras hanya mengangguk kaku seraya menahan malu karena ketahuan tertidur saat tengah lembur.
"Oh.. iya, iya Pak"
"Yasudah, kalau begitu saya duluan ya… saya masih harus mengantar Pak Rafan sampai ke rumahnya" ucap Seno yang mengangguk sesaat, lalu ia kembali berjalan kearah seseorang yang berdiri menunggunya.
Laras memperhatikan sejenak dan begitu ia tau kalau orang yang tengah menunggu Seno adalah Bosnya, Laras langsung menyapanya.
"Selamat malam Pak Rafan" ucap Laras dengan wajah menunduk menatap lantai.
Tapi tak ada jawaban sama sekali, Orang itu berjalan begitu saja dengan tongkatnya, diikuti dengan Seno yang berjalan di sampingnya meninggalkan Laras yang masih berdiri dengan wajah tertunduk melihat lantai.
Sungguh menyebalkan ketika orang angkuh adalah orang kaya, hidup ini benar-benar tidak adil.
Laras mengangkat kepalanya, ia masih bisa melihat punggung Seno dan Bosnya yang berjalan semakin menjauh, menatapnya dalam dengan mulut terkatup.
Hahh… Hidup ini memang tidak pernah adil untuk golongan bawah seperti dirinya.
Laras memperhatikan sekelilingnya, ruang kantor yang sepi dengan lampu-lampu yang mulai di matikan, hanya lampu meja kerjanya yang masih menyala.
Ternyata tadi Dia cuma Mimpi.