Sebuah mobil berwarna hitam milik Hans berhenti tepat di depan lobby perusahaan dimana Marsha bekerja. Hari ini Marsha memiliki jadwal pemotretan untuk beberapa baju yang akan launching minggu depan. Akan tetapi, saat ini kondisi Marsha tidak cukup baik untuk melakukan kegiatannya itu. Itulah mengapa sekarang Hans menatap Marsha dengan jengah.
"Kakimu masih sulit untuk digerakkan Marsha. Tolong lihat kondisimu jangan keras kepala." Katanya yang membuat Marsha mencebik kesal.
"Kau lihat, kakiku sudah membaik." Balas Marsha sembari menggerakkan pergelangan kakinya dan menunjukkannya kepada Hans jika kakinya baik-baik saja.
"Menurutmu saja, itu hanya sesaat. Karena jika kau terus memaksakannya kakimu akan menjadi semakin parah."
"Ayolah Hans, kau tahu aku paling tidak bisa berdiam diri. Itu sangat membosankan." Kata Marsha setengah merengek manja membuat Hans membuang napasnya kasar.
"Terserah. Tapi ingat, kalau kau merasa kakimu kembali sakit tolong jangan terlalu memaksakannya Marsha." Kata Hans memperingatkan.
Marsha tersenyum penuh, kemudian mengecup pipi Hans dengan cepat. Hal yang sangat sering dilakukan Marsha jika Hans menuruti kemauannya.
"Terima kasih." Katanya yang kemudian langsung keluar dari mobil Hans.
Hans menggelengkan kepalanya, lalu kembali melajukan mobilnya untuk memarkirkannya. Hari ini ia akan menjaga Marsha, mengikuti jadwalnya.
***
Suara ketukan pintu terdengar ketika Alland baru saja akan beranjak dari kursi kebesarannya. Ia pun mengurungkan niatnya dan mempersilahkan orang itu untuk masuk.
"Maaf mengganggu sir. Ada seorang wanita yang mencari anda di luar. Saya sudah bilang jika anda tidak bisa diganggu, tapi dia tetap memaksa ingin menemui anda sir." Kata Tiffany dengan sekali tarikan napas. Ia berbicara terlalu cepat dan terdengar tidak suka akan kehadiran wanita pemaksa itu.
Alland menganggukkan kepalanya. "Akan kutemui dia." Katanya kemudian keluar dari ruangannya. Dan tepat ketika Alland keluar dari ruangannya, saat itu juga tubuhnya langsung terhuyung ke belakang karena seseorang tiba-tiba saja memeluknya.
"Aku merindukanmu, Alland." Kata seorang wanita yang tiba-tiba memeluk Alland.
Alland berusaha melepaskan pelukannya, tapi wanita itu malah mempereratnya.
"Aku tidak mengenalmu. Lepaskan!"
"Kau melupakanku? Aku Zevanya. Kita pernah melakukannya sekali Alland." Katanya dengan nada merajuk membuat perut Alland mual mendengarnya.
"Aku tidak ingat." Jawabnya cepat. Dia memang pernah melakukannya, tapi Alland tidak berbohong jika ia tidak mengingat wanita itu.
"Ck. Padahal aku selalu mengingatmu, tapi kenapa kau melupakanku!" Katanya dengan kesal sembari mencebikkan bibirnya, ingin menarik perhatian Alland.
Menjijikkan sekali wanita ini.
Alland mendesah kasar. "Aku tidak peduli. Apa pun itu yang pernah terjadi kau lupakan saja, karena begitu caraku bermain." Kata Alland memberitahu.
Zevanya menggelengkan kepalanya cepat. "Kau tidak bisa melakukan hal itu padaku!"
"Kenapa tidak?"
"Aku menyukaimu Alland. Aku yakin kau juga menyukaiku." Katanya yakin membuat Alland tertawa geli.
"Kau percaya diri sekali. Kau tahu? Kau tidak ada bedanya dengan jalang-jalang yang selalu aku tiduri itu." Sarkasnya membuat Zevanya langsung melepaskan pelukannya dan menatap Alland berang.
"Jadi kau menyamakan aku dengan mereka?" Sinisnya tidak suka. Alland hanya membalasnya dengan mengedikkan bahunya acuh.
"Begitulah."
"Sialan kau Alland!" Batinnya marah.
"Dengar, aku tidak peduli kau menganggapku apa. Tapi yang penting kau harus tahu aku ini siapa. Kau pasti akan menjadi milikku, Alland!" Katanya dengan napas memburu menahan emosinya.
"Terserah. Aku sibuk."
Sesaat setelah Alland hendak meninggalkan Zevanya, wanita itu langsung mencegahnya. Kemudian dengan tidak sopannya, Zevanya tiba-tiba mencium bibirnya Alland. Dan hal mengejutkan lainnya, Alland melihat Marsha berdiri di belakang sana. Melihat pemandangan mereka berciuman dengan wajah memerah hingga ke telinga wanita itu.
"A...aku pergi dulu." Pamit Marsha canggung, kemudian langsung berlari memasuki lift. Alland bahkan tidak sempat mengejarnya.
Zevanya sialan!
"Lepaskan aku jalang sialan!" Bentak Alland marah. Emosinya tidak mampu ia tahan lagi ketika mengetahui Marsha melihat kejadian itu. Pasti wanita itu akan sangat marah padanya. Mengingat hal itu saja membuat dada Alland menggebu-gebu.
Bukannya marah, Zevanya malah menunjukkan senyumannya. Senyuman yang sangat licik di mata Alland.
"Baiklah aku akan pergi. Jangan lupa makan siang, kau bisa sakit nanti." Katanya yang setelahnya melenggang pergi.
Seperginya Zevanya, Alland mengacak rambutnya frustasi.
Bagaimana ini?
***
Di sisi lain, Marsha berjalan dengan langkah yang tertatih menuju ke lobby. Entah setan apa yang memasukinya, hati Marsha terasa seperti terbakar ketika melihat Alland berciuman dengan wanita lain. Marsha juga tidak tahu perasaan gila apa ini, tapi rasanya begitu aneh dan menyakitkan. Harusnya itu tidak terjadi mengingat Alland hanyalah atasannya yang selalu membuatnya kesal. Tidur bersama pria itu hanyalah sebuah kesalahan saat itu. Tapi kedekatannya dengan Alland akhir-akhir ini membuat Marsha mulai terbiasa akan kehadiran Alland di hidupnya. Itulah mengapa ada rasa tidak suka jika Alland bermesraan dengan wanita lain selain dirinya.
Apa yang kau lakukan padaku Alland!
Brukh.
Karena tidak melihat jalannya dengan hati-hati, Marsha malah menabrak seorang pria yang sedang bertelepon dengan seseorang.
Marsha pun menunduk sopan. "Maafkan aku. Aku tidak sengaja." Katanya yang kemudian hendak kembali pergi, tapi pria itu menahannya.
Marsha mengernyitkan keningnya. Ia merasa deja vu saat ini.
"Ah, ternyata ini benar kau Marsha."
Suara itu...
Marsha langsung mendongakkan kepalanya untuk meyakinkan pikirannya. Dan benar saja, dia memang Noah. Sial, mengapa ia harus bertemu pria itu disaat yang tidak tepat.
"Lepaskan. Aku mau pergi!"
"Tidak semudah itu Marsha."
"Lepaskan sialan! Jangan membuatku marah Noah." Bentaknya yang membuat sebagian orang menatap kearahnya. Noah menyeringai melihat pandangan-pandangan penasaran itu membuatnya ingin bermain-main dengan Marsha.
"Tidak heran, kau sama sekali tidak berubah. Kau tahu, aku sangat merindukan wanitaku ini. Kau selalu memenuhi pikiranku Marsha." Katanya sembari tersenyum membuat Marsha bergidik ngeri.
"Tolong lepaskan, Noah. Mereka memperhatikan kita!" Pintanya setengah memohon.
Bukannya melepaskan Marsha, Noah malah tertawa geli. "Biarkan saja. Aku senang jika mereka membuat skandal tentang kita."
Seperti yang dulu pernah terjadi.
"Kau gila?! Jika kau kembali hanya untuk menghancurkanku lagi maka pergilah dari sini Noah!"
Mendengar nada usiran dan tuduhan kesalahan itu kepadanya membuat Noah menggeram marah. "Aku tidak pernah menghancurkanmu Marsha. Aku selalu mensupportmu, tapi kaulah yang menghancurkanku."
Marsha menghelakan napasnya kasar. "Itu masa lalu Noah. Tidak seharusnya kau kembali mengungkitnya. Lupakan semuanya."
"Itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, Marsha. Kau tahu karenamu aku hampir gila. Kau pikir setelah meninggalkan kehancuran yang telah kau buat, semuanya akan baik-baik saja? Kau bahkan melarikan diri setelahnya." Katanya dengan mata berkilat menahan amarah, Marsha bisa melihat dengan jelas itu.
"Aku terpaksa." Jawab Marsha dengan suara seraknya. Perkataan Noah benar-benar menyakiti hatinya yang kini sedang tidak baik-baik saja.
"Seharusnya kau memberitahuku. Aku akan melindungimu dari apa pun itu. Kau tidak perlu mempedulikan media Marsha. Kau tahu aku sangat mencintaimu." Katanya dengan lirih. Tertangkap nada frustasi dari perkataannya itu membuat Marsha ikut terhanyut di dalamnya.
"Aku juga, tapi itu dulu Noah." Batinnya.
"Sudahlah Noah, sekarang semuanya sudah berlalu. Lupakan aku, kau berhak mendapatkan yang lebih baik dariku." Katanya mencoba membujuk Noah untuk mau menuruti permintaannya, melupakan dirinya.
"Tidak bisa. Aku sudah berusaha, tetapi tetap tidak bisa."
"Lalu apa? Aku tidak memiliki perasaan itu lagi. Kau tidak bisa memaksaku." Kata Marsha frustasi.
"Aku akan membuatmu menjadi milikku lagi. Aku akan membuatmu jatuh cinta lagi kepadaku." Katanya dengan penuh tekad.
Marsha menggelengkan kepalanya tidak setuju. "Semuanya tidak akan sama Noah. Kita sudah berakhir."
Mendengar itu, Noah langsung mengepalkan kedua tangannya menahan amarah yang kini kembali menggerogotinya.
"Tidak. Kau tidak bisa melakukan ini padaku!" Teriaknya marah.
"Pelankan suaramu. Mereka memperhatikan kita!" Bisik Marsha setengah menggeram.
"Persetan dengan mereka! Aku tidak peduli. Jika kau ingin semuanya benar-benar berakhir, datanglah ke A'Lisy Club malam nanti. Ketika kau datang semuanya akan berakhir." Katanya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Marsha menatap Noah prihatin. Tidak tega jika pria itu terlihat begitu lemah saat ini. Pria yang pernah singgah dihatinya, pria yang selalu ada ketika ia di terjang masalah dan pria yang selalu mengakuinya ketika dunia tidak menginginkannya. Noah terlalu baik kepadanya, sangat. Tapi karena suatu masalah kala itu, Marsha terpaksa meninggalkan Noah. Ia tidak ingin melakukannya, tapi dirinya memang harus. Sama ketika ia harus melakukan pelarian 5 bulan yang lalu. Tapi kasusnya berbeda. Hanya Marsha, Hans dan Tuhanlah yang mengetahuinya.
"Aku berjanji, Marsha." Lirih Noah membuat Marsha tidak tega untuk menolak.
"Baiklah, kali ini saja." Katanya menyetujui.
Noah tersenyum tulus mendengar Marsha menyetujui permintaannya. "I'll pick you up at eight in the evening." Katanya sembari mengacak rambut Marsha dengan gemas. Marsha pun membalasnya hanya dengan anggukan kepala. Kemudian berlalu pergi tanpa berpamitan.
"Kau harus menjadi milikku Marsha. Apa pun itu caranya, kau hanya boleh dimiliki olehku." Gumam Noah dengan senyuman evilnya.
***