Belaian lembut di kepalanya sedikit mengusik ketenangan tidur Marsha. Wanita itu tampaknya masih sangat enggan membuka matanya walaupun Alland sedari tadi sudah berusaha membangunkannya. Mulai dari mengguncangkan tubuhnya, membelai surai panjang itu, bahkan mencubit lengan Marsha. Tetapi Marsha tetap saja masih nyaman di dalam tidurnya.
"Bangunlah tukang tidur." Kata Alland yang mulai frustasi.
Kendati demikian, sebenarnya Alland senang mendapati Marsha yang belum bangun dari tidurnya di pagi hari karena ia bisa melihat wajah polos Marsha ketika wanita itu sedang tertidur.
"Eunghh..."
"Kau bangun juga, kupikir kau sudah mati." Ketusnya membuat Marsha langsung melemparkan bantal gulingnya tepat mengenai kepala Alland.
"Kau mengganggu tidurku saja!"
Alland berdecak pelan. "Kau ini. Lihatlah sudah jam 9 dan kau masih tidur. Sudah kuingatkan padamu untuk bangun lebih cepat bukan? Kita harus kembali melakukan pertemuan dengan Mr.Rich." Katanya memberitahu.
Marsha ikutan berdecak. "Aku tidak mau. Kau pergi saja sendiri."
"Tidak bisa. Kau tahu sendiri kita datang ke mari untuk menemui beliau dan kau ku bawa untuk membantuku. Hari ini Mr.Rich akan menandatangi kontrak kerja sama kami." Kata Alland menolak keinginan Marsha yang tidak ingin ikut dengannya.
Sebenarnya tujuan utama Alland membawa Marsha bukan lain karena ia ingin Marsha selalu berada dekat dengannya. Menjadi sekretaris dadakan adalah alibinya supaya Marsha mau menemaninya berkunjung ke Paris.
"Apakah dia memberimu sahamnya?"
"Benar. Itulah mengapa kau harus bersiap-siap sekarang!" Kata Alland dengan tegas.
Marsha mendesah pelan. "Aku tidak ingin ikut denganmu Alland, itu sangat membosankan. Bisakah aku hanya berjalan-jalan hari ini?" Lirihnya.
"Setelah kau menemaniku aku akan mengantarmu kemana pun yang kau mau." Katanya mencoba menawarkan. Karena melihat pengalaman sebelumnya, Marsha tertarik dengan penawarannya. Tapi tidak untuk kali ini, terlihat dari wajah memelas Marsha.
"Aku ingin berjalan-jalan sendiri Alland. Aku janji akan menghubungimu setelah selesai dan aku juga akan membantumu menyusun jadwalmu setelahnya. Bagaimana?" Katanya yang membuat penawaran balik kepada Alland.
"Tidak bisa."
"Oh, c'mon ijinkan aku. Untuk kali ini saja, Alland." Marsha merengek sembari menunjukkan ekspresi seperti seekor beruang kecil yang meminta untuk diasuh.
Alland mendengus kesal. Pasalnya ia tidak bisa menolak permintaan Marsha. Hatinya terlalu lemah untuk hal semacam ini.
"Kau berjanji bukan?"
"Aku berjanji!"
Dengan berat hati Alland menganggukkan kepalanya. Dan sedetik kemudian Marsha langsung menerjangnya dengan pelukan yang menghebohkan yang membuat Alland hampir terjengkang. Alland pun mendesis sinis. Namun setelahnya Alland menyadari kedekatan keduanya. Hal itu membuat tubuhnya menegang tanpa disadari oleh Marsha. Apa gadis itu sengaja mempermainkannya?
"Kau selalu seperti ini jika ada maunya." Katanya membuat Marsha terkekeh geli. Ia pun mendongakkan kepalanya menatap Alland dengan mata bulatnya itu.
"Aku sudah berjanji." Katanya dengan senyuman kebahagiaan yang tanpa sadar membuat Alland ikutan tersenyum.
"Jika kau sudah selesai langsung hubungi aku. Ingat, jangan sampai lupa!" Katanya memperingatkan.
"Aku tidak akan lupa!"
"Baiklah. Tapi jangan coba-coba berbuat aneh diluar sana atau kau akan mendapat masalah." Katanya lagi membuat Marsha kembali terkekeh.
"Yaya, aku ingat. Aku bukan anak kecil lagi yang harus kau beri nasihat ini-itu." Katanya dengan malas.
"Kau memang beruang kecil. Jadi aku harus mengingatkanmu."
"Terserah kau saja. Lebih baik kau segera pergi atau kau akan membuat pak tua itu marah." Kata Marsha dengan nada mengusir yang kemudian melepas pelukannya.
Alland pun menganggukkan kepalanya membenarkan. Setelahnya ia pergi meninggalkan Marsha sendirian di kamarnya yang disediakan oleh Alland di mansion miliknya. Mengingat Marsha memang tidak akur dengan Mr.Rich membuat Alland memang harus menuruti keinginan Marsha. Apalagi mengetahui Orios, putra dari pak tua itu mengejar-ngejar Marsha membuat darah Alland berdesir tak suka. Mungkin memang lebih baik Marsha tidak ikut dengannya. Ya, dia mengambil keputusan yang benar.
***
"APA KAU BILANG?!" teriakan Alland tak terkontrol ketika ia mendapat laporan dari orang-orang suruhannya jika mereka kehilangan jejak Marsha.
Ya, dirinya memang menyuruh mereka untuk mengikuti Marsha secara diam-diam. Bukan tanpa alasan, Alland hanya tidak ingin terjadi sesuatu kepada Marsha mengingat ini bukanlah daerah yang familiar bagi Marsha. Dan setelah Alland baru saja menyelesaikan acara pertemuannya bersama Mr.Rich, ia langsung mendapat kabar itu. Alland pun sesegera mungkin menghubungi Marsha, tapi tidak mendapat jawaban sama sekali. Sial!
"Shit! Kenapa dia tidak mengangkat teleponku!" Bentaknya marah kepada ponselnya kemudian beralih menatap dua orang suruhannya yang kini sedang menunduk takut.
"Apa kalian kupekerjakan hanya untuk bermain-main?! Kenapa begini saja kalian tidak becus!"
"Maafkan kami tuan. Kami mengikutinya sejak pagi dan setelah Marsha terlihat bertemu seorang wanita lainnya tiba-tiba saja kami kehilangan jejaknya." Jawab pria itu dengan kepala yang masih tertunduk.
"Kau pikir seorang wanita tidak bisa berbahaya? Wanita itu bisa saja membuat Marsha celaka sialan!" Bentaknya lagi.
"Sekali lagi kami minta maaf tuan."
Alland mendesah kasar. "Cari Marsha sampai ketemu! Lecet barang sedikit pun kau tamat!" Katanya mengancam dan langsung memasuki mobilnya. Mengendarainya begitu cepat tak tentu arah, yang penting Marsha bisa ia temukan.
Alland membanting stir kemudinya dengan penuh kekesalan karena ia belum juga menemukan Marsha, begitu juga dengan orang-orang suruhannya. Alland bahkan sudah mengelilingi sebagian kota yang ada di Paris, tapi keberadaan Marsha sepertinya memang sengaja disembunyikan oleh seseorang. Atau jangan-jangan wanita itu sedang di culik?
"Brengsek! Dia benar-benar pria brengsek!"
Sebuah teriakan kekesalan yang terdengar tidak asing baginya membuyarkan pikiran Alland. Pria itu langsung menoleh dan mendapati seorang wanita yang sedang terjatuh di pinggir jalan. Tidak, dia tidak sendirian. Ada wanita lain yang menemaninya. Dan ketika Alland semakin mempertajam penglihatannya, ia cukup terkejut ketika mendapati Marsha disana. Terduduk dipinggir jalan sembari berteriak kasar.
Ada apa dengannya?
Tanpa membuang waktu lagi, Alland segera menghampiri Marsha.
"Apa yang kau lakukan?!" Tanya Alland dengan cukup keras membuat Marsha berjingkat kaget.
"A...Alland?"
Alland menggeram marah. "Berdiri!" Perintahnya tak terbantahkan.
Marsha pun mencoba untuk berdiri, tapi sialnya ia kembali terjatuh membuat bokongnya kembali mencium jalanan yang kasar. Melihat hal itu, darah Alland berdesir memanas dan membuat amarah Alland semakin menjadi.
"Kakimu kenapa?" Tanyanya yang terdengar khawatir memperhatikan pergelangan kaki kanan Marsha yang terlihat membengkak.
Marsha meringis tertahan, tidak berani menjawab Alland yang saat ini tampak sangat menyeramkan.
"Marsha terjatuh." Jawab seorang wanita yang bersama Marsha.
"Kau siapa?"
Wanita itu menunduk memberikan hormat. "Aku Kate, temannya. Kami tidak sengaja bertemu ketika Marsha sedang berjalan-jalan di dalam mall. Dan karena kehebohannya bertemu denganku, dia sampai lupa caranya berjalan dan terjatuh." Kata Kate memberitahu.
Mendengar penuturan Kate, Alland menatap tajam Marsha yang takut-takut melihat kearahnya.
"Dia benar." Cicitnya pelan.
"Apa kau pikir kakimu tidak berguna lagi? Kau tidak akan bisa menjadi model jika begini Marsha!" Bentak Alland yang sebenarnya khawatir dengan keadaan Marsha. Tapi Marsha menanggapinya lain. Mendengar Alland membentaknya dan menyalahinya membuat hatinya berdenyut sakit. Kemana Marsha yang selalu bisa mengimbangi kemarahan Alland? Sepertinya sedang lenyap.
"Jangan marah padanya kumohon. Ini bukan sepenuhnya kesalahannya." Bela Kate tidak rela Marsha mendapat perlakuan seperti itu dari Alland.
Alland mendengus kesal. "Kau merepotkan sekali." Katanya yang kemudian langsung menggendong Marsha ala bridal style.
Kate tersenyum melihat kepedulian Alland. "Aku tahu kau orang baik. Tolong jaga temanku dengan baik, dia tidak pantas mendapatkan perlakuan buruk tuan. Temanku ini layak untuk mendapatkan kebahagiannya." Kata Kate.
"Kau ini bicara apa." Sambar Marsha sembari mempelototi Kate. Bukannya takut Kate malah tertawa.
"Aku serius tuan. Marsha berhak mendapatkan kebahagiaan dan aku harap kau bisa memberikannya. Kalau begitu aku permisi." Katanya kemudian pamit tanpa mempedulikan teriakan Marsha yang terdengar sangat berisik.
"Hei Kate kemari kau! Dasar teman tidak tahu diuntung!" Teriaknya membuat Alland berdecak kesal.
"Berisik!"
Bentakan Alland membuat Marsha langsung terdiam. Tidak berani berkata-kata lagi, dan hal itu membuat Alland sedikit lebih tenang.
"Ingat, aku masih marah padamu. Setelah kembali dari Paris kita akan membicarakannya." Kata Alland yang sudah membawa Marsha masuk ke dalam mobilnya.
"Apa maksudmu?"
"Kita kembali malam ini."
"Apa?! Kenapa begitu cepat? Bukankah seharusnya tersisa dua hari lagi?" Tanyanya setengah memekik.
"Ck. Ikuti saja, aku CEOnya!" Kata Alland.
Marsha pun mendesah pelan mendengar perkataan Alland. "Ya, kau CEOnya!" Ketus Marsha dengan kesal.
"Kuharap kau tetap diam Marsha. Aku tidak sesabar itu menghadapimu apalagi mendapati kau terluka seperti itu. Jangan membuatku harus menghancurkan hidup orang-orang di sekitar sana karena membiarkanmu terjatuh." Kata Alland membuat Marsha mengerjap tidak percaya.
"Apa kau gila?!"
"Kalau kau tidak mau hal itu terjadi, tetaplah diam. Akan aku obati lukamu di pesawat nanti." Katanya yang sudah melajukan mobilnya.
Marsha pun memilih pasrah.
"Dasar pemaksa!"
***