Chapter 55 - Long Lost Blood

Seorang pria sedang mencoba sebuah jas pesanan di gerai Louis Vuitton New York. Selama itu seseorang sedang membantu pria berumur 47 tahun itu mengepas jasnya. Lalu seorang yang lebih gemuk dan lebih pendek dari nya datang dan membisikkan sesuatu. Tak lama kemudian ia memberikan sebuah iPad sebelum akhirnya ia duduk dibelakang pria tersebut. Ia memberi tanda pada designer untuk pergi dan memberi mereka privasi. Ia pun ikut duduk di sebuah sofa di depan cermin besar tempatnya mengepas pakaiannya. Ia membuka file yang ada di iPad tersebut.

"Ceritakan padaku Fratti!" tanya pria itu kemudian sambil melihat sebuah file.

"Namanya Darsh Bryan Alexander. Umurnya 27 tahun, pewaris utama keluarga Alexander. Dulunya ia adalah CEO VanAlex dan sebuah perusahaan games bernama B-Hit sekaligus pemilik the Heist Tower di Manhattan. Memiliki IQ 150, sangat jenius namun seorang playboy dan belum menikah". Pria itu menyeringai sambil mengangguk

"Dia mirip sepertiku kan, Fratti?" pria gemuk yang dipanggil Fratti itu menyengir dan sedikit terkekeh.

"Apa ada yang lain?" tanya pria itu lagi.

"Sekarang dia ada di Indonesia menjadi CEO HG Corp perusahaan konstruksi milik Hans Alexander," jawab Fratti.

"Oh, si kakak tertua rupanya. Hhhm... aku mengerti sekarang," ujar pria tersebut sambil mengangguk lagi

"Lalu siapa ini?" tanya pria itu lagi sambil menunjuk sebuah foto.

"Dia si penjaga setia, Arya Mahendra, seorang CEO dan teman baik putramu, anak laki-laki yang kaya raya," jawab Fratti setelah melihat foto di layar iPad itu.

"Apa sudah waktunya, Boss? tanya Fratti lagi.

"Hampir, tapi tidak sekarang, Darren pasti sudah membangun benteng pengawal di sekitar putraku, kita akan mengunjungi satu saat. Mata-matai saja dia dulu!" Pria itu memberi perintah sambil memandang foto Bryan. Fratti pun mengangguk mengerti.

"Aku akan datang padamu putraku yang hilang. Tunggu Ayah!" ujarnya sambil menyengir jahat.

HG Corp

Bryan keluar dari lift private bersama Arya menuju ke ruangan CEO dan Arya ke ruangannya. Keduanya masih asik bercerita dan bercanda sampai Arya tiba di depan ruangannya. Setelah berpisah, Bryan meneruskan langkah ke kantornya. Ia tidak sabar menanti kegiatan pagi, yaitu saat Nisa masuk membacakan jadwal, memberi cek serta membuat kopi.

Bryan sudah kangen kopi buatan Nisa, padahal baru dua hari lalu ia terakhir minum kopi buatan Nisa. Dan baru sabtu kemarin dia bertemu dan jalan dengan Nisa. Bryan terus tersenyum dan duduk di kursinya. Ia penasaran tanggapan Nisa melihat dirinya, ia baru merapikan rambutnya kemarin. Terlihat lebih segar dengan rambut yang lebih pendek.

Bryan sudah menunggu 10 menit, 15 menit lalu di menit ke 20, ia melihat jam tangannya. Kenapa gadis itu belum masuk juga ruangannya. Lalu Bryan menunggu lagi masih sabar sampai akhirnya setelah 30 menit Nisa belum juga masuk.

Tiba tiba pintu terbuka dan senyum Bryan mengembang untuk kemudian menguncup kembali kemudian. Ia jadi mengernyitkan keningnya. Bram masuk membawa kopi dan iPad milik Nisa. Tunggu bukannya harusnya Bram sudah pensiun jadi PA-nya dan pindah jadi PA Hans, Ayahnya?

Bram yang mengerti kebingungan Bryan hanya tersenyum dan membacakan jadwal Bryan tanpa memberitahukan dimana Nisa. Bryan tidak konsentrasi dan malah melihat ke arah belakang Bram, siapa tau Nisa bersembunyi di belakangnya. Bram yang melihat tingkah Bryan yang celingukan ikut menoleh ke belakang.

"Pak Bryan cari apa?" tanya Bram kemudian mendapatkan perhatian Bryan.

"Ah mana Nisa, kenapa tidak disini?"

"Oh ,Nisa cuti dua hari." Bryan terkejut dan mengernyitkan keningnya.

"Loh kenapa, apa dia sakit? Kok dia gak bilang, atau jangan jangan karena kecapean kemarin!" Bryan langsung berasumsi sendiri. Bram hanya tersenyum dan menggeleng.

"Dia ujian akhir hari ini." Mata Bryan membesar, oh Nisa ternyata sedang ujian. Mengapa dia tidak mengatakannya hari sabtu kemarin sewaktu mereka bertemu. Bryan malah mengajaknya jalan-jalan padahal mungkin Nisa sedang ingin belajar untuk ujian tesis-nya. Bryan malah menggaruk keningnya karena merasa bersalah.

"Ada apa Pak Bryan, apa ada masalah?" tanya Bram tapi Bryan malah tidak menjawab dan berpikir.

"Apa ada meeting penting hari ini?" tanya Bryan padahal Bram baru saja membacakan jadwalnya hari ini. Bram hanya menghela napas.

"Hanya technical meeting dengan divisi keuangan."

"Kalau gitu, undur semua meeting sampai besok!" Bryan langsung berdiri, mengancing jas dan hendak bersiap pergi.

"Baik Pak, tapi Bapak mau kemana?" Bryan menoleh pada Bram. Lalu tersenyum.

"Jangan ganggu aku hari ini. Kalau Arya cari ah biar aku yang urus sendiri. Terima kasih Mas Bram," ujarnya langsung pergi. Dua orang bodyguardnya lantas mengikuti setelah Bryan keluar dari ruangannya. Bram yang melihat jadi bingung, atasannya baru masuk lalu mau pergi lagi. Apa yang terjadi- pikir Bram.

Sampai di depan ruangan Arya, Bryan mengetuk pintu dan langsung membukanya. Arya terlihat tengah sibuk menjelaskan sesuatu pada dua orang staf perempuan yang berdiri di samping kiri dan kanannya. Ia lalu melihat ke arah pintu dan menemukan Bryan masuk dan pengawalnya menunggu di depan pintu.

"Sorry ganggu bentar, gue mau keluar dan gak balik kantor, cuma biar lo tau, bye Arya!" Bryan langsung berbalik pergi. Kedua staf perempuan itu sampai bertukar pandang

"WOOW... wait, Bry! kalian tunggu disini." Arya berjalan menuju tempat Bryan berdiri.

"Ada masalah, lo mau kemana?" tanya Arya dan Bryan hanya tersenyum.

"Nisa hari ini ujian akhir, gue mau ke kampusnya ngasih dia support" ujar Bryan setengah berbisik. Arya mengangguk mengerti.

"jadi lo tinggalin kerjaan lo seharian demi dia? Ini bukan lo banget!" goda Arya sambil tersenyum.

"Orang bisa berubah kan?" jawab Bryan dan hendak berjalan keluar.

"Jaga kelakuan, Bry!" Arya mengingatkannya sebelum Bryan membuka pintu, ia hanya menoleh pada Arya dan tersenyum sebelum pergi dan menutup pintu. Arya masih tersenyum saat kembali ke tempat duduknya.

"CEO kalian memang gila, sampai dimana tadi?"

Bryan mengendarai Marcedes-Benz GLE 450 dengan dua orang bodyguard yang duduk di kursi depan. Dibelakangnya ia diikuti oleh oleh mobil yang sama yang berisi empat orang bodyguard. Belakangan pengamanan terhadapnya memang agak sedikit lebih karena perintah Darren.

Apa lagi ketika Darren merasa bahwa dirinya mulai ada yang mengikuti. Ia tidak ingin mengambil resiko sekecil apapun untuk keamanan Bryan. Namun Bryan belum sempat bicara secara pribadi pada pamannya tentang alasannya menambah personil bodyguard hingga mengganti Rizal, kepala keamanannya dulu dengan dengan Juan Del Luca yang merupakan orang Italia.

Sambil membawa sebuket bunga, Bryan menuju kampus Nisa. Sampai di parkiran, seorang bodyguard-nya turun memastikan di gedung mana Nisa akan menjalani ujiannya. Setelah mendapatkan informasi, barulah Bryan diantar hingga ke lobi ruang sidang dan ujian akhir pascasarjana.

Beberapa mahasiswa yang melintas mengira ada pejabat yang hendak datang ke kampus mereka. Beberapa bahkan berhenti senak hendak melihat siapa yang datang dengan dua mobil mewah dan semuanya berpakaian formal. Sampai Bryan akhirnya turun dan membawa buket bunga. Ia turun dari mobil seperti seorang pangeran turun dari kereta kuda. Dengan jas navy dan blazer grey patern dan memakai kacamata hitam, rambutnya dikibaskan angin membuat beberapa mulut terbuka.