Chereads / The Seven Wolves: Trapped Under Devils Possession / Chapter 42 - Bukan Arya Yang Dulu

Chapter 42 - Bukan Arya Yang Dulu

Sesuai janji, Arya memarkirkan mobilnya di depan lobby mansion Alexander dan masuk ke dalam. Beberapa pelayan terlihat menunduk padanya saat ia melintas dan Arya juga sedikit menunduk untuk membalas. Tak lama Alisha melihat dan menghampirinya. Ia pun tersenyum sambil merentangkan kedua lengan akan memberikan pelukan pada Alisha.

"Merry Christmas, Arya!" ucap Alisha sambil memeluk Arya dengan erat.

"Merry Christmas, beautiful!" balas Arya sambil memeluk dan setengah mengangkat tubuhnya. Alisha tertawa bahagia mendapat pelukan antusias dari Arya tiap kali mereka bertemu. Arya sudah menganggap Alisha seperti Kakaknya juga. Alisha juga memperlakukan Arya sama seperti Bryan. Arya lalu mencium pipi dan keningnya sedangkan Alisha masih melingkarkan lengannya pada pinggang Arya..

"Kamu kesini cari Bryan?"

"Mmhh ya hehehe gak juga, aku mau kasih selamat Natal untuk Alisha dan Om Hans, kalian ada tamu ya?" Arya mencoba mencari alasan untuk datang.

"Tumben, kamu biasanya datang pagi atau siang sama Om Surya dan Tante Sinta."

"Kan gak apa sekali-kali beda, besok datang lagi bareng keluarga lengkap." Alisha mulai curiga. Arya tau benar bagaimana Alisha. Kakaknya itu penciumannya tajam. Dia tau benar jika ada yang Arya atau Bryan sembunyikan darinya. Alisha belum melepaskan rangkulannya, dan Arya yang sedari tadi menyengir mulai tau hal itu karena apa. Alisha paling tak suka jika salah satu dari adik-adiknya berbohong.

"Kamu bukan anak yang suka berbohong sama Alisha kan, Arya?" Arya menyengir, tertangkaplah sudah ia.

"Oke deh. Aku cari Dira, Bryan nyuruh aku bawa Dira keluar dari sini." Arya akhirnya mengakui misi terselubung sambil berbisik. Alisha malah makin mengerutkan kening.

"Kenapa, emang ada apa?"

"Aku gak tau, tapi Bryan udah nganterin Nisa pulang kan?" Alisha mengangguk. Alisha tau dia harus bertanya nanti pada salah satu dari mereka entah itu Bryan atau Arya. Dia tau bahwa sudah terjadi sesuatu antara Bryan, Nisa, dan Dira.

"Aku mau ketemu dia, Alisha!"

"Sini, ikut Alisha!" Alisha menggandeng lengan Arya masuk ke ruangan tempat Dira sedang minum.

"Take her out!" (bawa dia pulang) ujar Alisha melepaskan gandengannya dan pergi. Alisha memang kurang suka pada Dira, alasannya sederhana gadis itu terlalu liar.

Arya kemudian menghampiri Dira yang sedang duduk sambil minum cocktail di bar dalam ruangan bilyard di mansion itu. Dira baru menyadari kedatangan Arya ketika ia sudah duduk disebelahnya.

"Hai," sapa Dira menggoda. Arya hanya tersenyum tipis dan menoleh pada Dira.

"Hai, Merry Christmas Dira!" sahut Arya santai.

"Merry Christmas, gue tau lo bakalan datang, Bryan ya yang telepon?"

"Iya dia bilang harus ada yang menemani kamu selama dia keluar."

"Kamu? So formal!" Dira mulai mendekat pada Arya. Arya tau hal itu akan terjadi cepat atau lambat tapi entah mengapa getar-getar yang dulu sudah tidak dirasakannya lagi. Entah apa perasaannya mungkin sudah jauh berubah pada Dira.

"Aku suka perubahan kamu Arya. Kamu ganteng banget," ujar Dira sambil membelai pipi Arya. Arya membiarkannya saja sambil tersenyum. Sepertinya Dira memang agak mabuk.

"Papa udah pulang tapi aku mau nunggu Bryan disini, aku senang aku gak sendiri." Dira mulai meraba paha Arya dan ia masih membiarkannya, tapi ketika tangannya mulai naik ke atas, Arya menghentikan gerakannya.

"Jangan lakukan sesuatu yang akan kamu sesali, jika Bryan lihat dia akan makin gak suka sama kamu," ujar Arya santai. Dia malah tersenyum dan makin mendekat ke telinga Arya.

"Tapi aku mau kamu, seksi!" bisiknya sambil mencium telinga Arya. Arya hanya memejamkan mata kesal karena haru smenghadapi Dira yang ternyata memang mabuk. Sialnya Arya tak tergoda sama sekali, ia tak merasakan apapun. Arya jadi heran dengan dirinya, ada apa dengannya?

"Ayo pulang, Dira!"

"Kamu yang antar kan, Arya?"

"Iya, ayo!" Arya menggandeng tangan Dira membawanya keluar dari ruang itu. Sampai di depan, Arya menaikkan alisnya pada Alisha dan ia hanya balas mengangguk lalu kembali ke dalam. Arya lantas menarik Dira dan membawanya masuk ke dalam mobil. Arya membukakan pintu mobil, lalu duduk disebelahnya. Tak lupa ia memasangkan seat belt pada Dira dan saat itulah ia mencium pipi bahkan sampai pindah ke leher. Arya menghentikan Dira dengan sedikit mendorongnya.

"Stop it, kamu sedang mabuk!" tegur Arya kesal.

"Kamu pikir aku mabuk?" Arya tidak perduli dan mulai menghidupkan mesin dan keluar dari halaman parkir.

"Let's talk about us Arya!" ujar Dira lagi tak melepaskan pandangannya pada Arya.

"Kita bicara besok aja," jawab Arya mulai ketus.

"Kamu kan naksir aku sejak SMP. Kamu juga datang ke rumah buat nembak aku kan dulu." Arya mendengus sambil tersenyum.

'Oh ya Dira tapi itu dulu!' ujar Arya mendumel dalam hati.

Arya hanya diam saja dan tak mau mengingat ingat masa lalunya bersama Dira. Baginya itu hanya cinta monyet yang tak lagi berarti.

"Come on Arya, aku sudah dengar kok reputasi kamu di New York." Arya menoleh sekilas sebelum menghela napas.

"Memangnya apa yang kamu dengar?"

"Banyak, kamu arsitek terkenal dan punya perusahaan sendiri yang sukses di New York atau betapa hebatnya kamu di ranjang." Arya memejamkan mata dan tersenyum sinis. Memang itu yang paling dikenal orang dari seorang Arya Mahendra, CEO sukses yang hebat di ranjang, great... what a reputation!

"Aku pengen ngerasain kehebatan kamu, aku penasaran..." lanjut Dira lagi.

"Kamu sahabatku Dira, aku gak mungkin melakukan hal itu sama kamu," jawab Arya tak memandang ke arahnya.

"Ayolah, cuma seks doang kok!" Arya mendengus tak percaya mendengar permintaan Dira dengan gampangnya. Jarinya bahkan mulai meraba Arya lagi. Dira mungkin berpikir bisa membuat Arya jadi bergairah tapi sayangnya bukan dia yang diinginkan Arya. Arya menepis lagi tangan Dira pada pahanya.

"Dira jangan. Aku lagi nyetir! Kamu itu lagi mabuk dan aku tidur sama cewek mabuk!" jawab Arya sedikit keras sambil melihatnya sekilas.

"Ah, kamu gak asik. Oke kalo gitu kita lakukan saat aku gak mabuk, gimana?" Arya menggeleng pada tawaran itu. Dira memang gila.

Arya jadi risih melihatnya. Entah berapa banyak pria yang sudah ia tiduri, ia membicarakan hubungan seksual dengan gampangnya. Arya mungkin juga gampang mengajak gadis kencan tapi ia tidak akan pernah tidak menghomati mereka dan keinginannya. Jika memang seorang wanita tidak ingin melakukan hubungan intim maka Arya sangat menghargainya, bukan malah menggoda dan memintanya berhubungan lain waktu.

"Berarti kamu udah janji!"

"Aku gak janji apa-apa, Dira!" jawab Arya spontan. Dira hanya tersenyum menyeringai sementara Arya terus menyetir mengantarnya pulang. Ia mulai punya firasat hubungan mereka tidak akan berakhir baik. Sungguh Arya tidak ingin menyakiti Dira. Ia bukan pria dengan sifat pendendam.

Meski Dira dulu memperlakukan Arya dengan tidak baik tapi ketika saat ini Dira malah tertarik pada Arya, ia tak berniat sekalipun memanfaatkan gadis itu. Arya masih menghargainya sebagai seorang wanita, terlebih mereka pernah bersahabat. Keluarga mereka juga berteman, dan ia tidak punya alasan untuk menyakiti Dira. Dira pun tak bisa lagi menyakiti perasaan Arya karena hatinya telah berubah.

Sesampainya di halaman parkir rumah Dira, Arya lalu turun dan membuka pintu bagi Dira. Ia pun turun dan langsung memeluk Arya. Dira terlihat mulai pusing dan tidak bisa berjalan. Itu membuat Arya memutuskan untuk menggendongnya sampai ke dalam. Dira masih memeluk Arya dan membenamkan kepalanya di ceruk lehernya.

Arya tak perduli dan terus berjalan membawa gadis itu masuk ke rumahnya saat ia berbisik "I love your smell". Arya masih diam saja dan sampai di depan rumah sebelum ia menekan bel, pintu rumah terbuka. Orang tua Dira langsung keluar dan melihat Arya mengendong anak mereka yang mabuk.

"Ah Arya terima kasih kamu sudah antar Dira pulang, ayo masuk, Nak," sapa Ibu Dira di depan pintu. Arya tersenyum dan mengangguk. Ia lalu mengikuti Ibunda Dira yang mengarahkannya ke kamar Dira.

Sesampai ia di samping tempat tidur, Arya meletakkan dengan lembut Dira di atas matras Queen size miliknya. Ibu dan ayahnya berdiri di sebelah ujung tempat tidur memperhatikan Arya. Entah mengapa secara reflek Arya kemudian melepaskan sepatu heelsnya lalu memperbaiki bantal agar ia nyaman lalu menarik serta memasukkan selimut di samping kiri kanan tubuhnya. Lalu Arya sempat membelai rambutnya sebelum beranjak dan memandang kedua orang tuanya. Arya hanya tersenyum ramah.

"Terima kasih sekali lagi kamu sudah antar Dira pulang," ujar Albert, Ayah Dira. Arya hanya mengangguk dan berjalan keluar kamar diikuti oleh orang tua Dira.

"Tante pikir Bryan yang akan antar Dira, kamu di rumah Bryan juga?" tanya Cony ibunya Dira, di depan pintu kamar sambil menutup pintu.

"Bryan minta tolong aku untuk antar Dira, Tante. Soalnya Bryan ada keperluan lain yang gak bisa dia hindari," ujar Arya memberi alasan sambil tersenyum.

"Kalau begitu kita ngopi dulu Arya," ujar Albert lagi

"Gak apa Om, ini juga udah malam, aku mau pamit pulang dulu" Arya tersenyum menolak ingin segera pergi.

Masih dengan senyuman ia kemudian diantar ke depan pintu oleh Albert. Setelah menyalami dan mengucapkan selamat Natal Arya pun pergi.